Ticker

7/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mengapa Masyarakat Modern Masih Percaya Gaib?

 

Kanjeng Ratu Kidul, Ratu Laut Selatan Jawa (Samudera Hindia atau Samudra Kidul di selatan pulau Jawa).


MAJALAHJURNALIS.Com - Fenomena cek khodam yang dilakukan dalam siaran langsung di media sosial. Khodam adalah entitas gaib yang menjadi pelindung seseorang.
 
Beberapa khodam yang sering disebutkan dalam siaran langsung itu seperti Nyi Blorong, Macan Putih, dan Kera putih.
 
Tidak hanya Indonesia, Korea Selatan juga masih memiliki kepercayaan pada kekuatan supranatural dan aktivitas paranormal.
 
Belum lama publik dikejutkan dengan Exhuma (2024), film Korea Selatan yang tembus dua juta penonton di Indonesia. Ini membuatnya menjadi film Korea bertema perdukunan terlaris di Indonesia.
 
Tak lama berselang, muncul acara realitas percintaan, Possessed Love (2024), yang seluruh pesertanya adalah peramal atau dukun muda Korea Selatan.
 
Muda, rupawan, dan berkemampuan supranatural. Itulah gambaran para peramal dan dukun muda yang seringkali dipotret dalam industri hiburan Korea.
 
Dalam Possessed Love (2024), para peramal muda ini menarik perhatian karena berparas menarik, berpenampilan modern, dan berpendidikan tinggi.
 
Yang menjadi pertanyaan, mengapa masyarakat modern yang telah menikmati kemajuan teknologi masih percaya pada kekuatan supranatural dan entitas tak kasat mata?
 
Keyakinan Magis Bagian Tradisi dan Budaya
 
Pandangan umum menganggap bahwa keyakinan kepada hal magis hanyalah sekumpulan fenomena aneh yang sebenarnya tidak dibutuhkan dalam pemikiran rasional.
 
Keyakinan magis hanya dianggap sebagai imajinasi, persepsi, dan sesuatu yang tidak nyata. Prevalensi terhadap rasionalitas membuat seseorang menjadi tidak percaya pada fenomena paranormal, magis, dan agama.
 
Namun, sebenarnya, kepercayaan kepada ilmu gaib adalah kepercayaan kuno yang sudah ada pada berabad lalu dan terus bertahan hingga kini.
 
Kepercayaan ini sudah hadir sepanjang sejarah manusia dan telah menjadi sifat dasar pikiran manusia. Sebagai contoh percaya pada takhayul, jin, dan mantra.
 
Berbagai penelitian menemukan bahwa kepercayaan terhadap hal gaib tersebar di seluruh budaya di dunia.
 
Nicholas Herriman (2009) dalam publikasinya tentang ilmu sihir di pedesaan Banyuwangi menjelaskan bahwa percaya kepada makhluk gaib adalah bagian dari kepercayaan Islam.
 
Selain sebagai ahli agama, kiai juga dapat menjadi praktisi ilmu gaib yang menolong seseorang dari sihir jahat dan berbahaya.
 
Bahkan seperti yang pernah diulas Kompas.com (30/11/2021), orang Indonesia percaya dukun setara dengan ilmuan.
 
Kisah-kisah tentang pengalaman mistis pun laris diangkat dalam berbagai podcast seperti di kanal YouTube Hirotada Radifan, Nadia Omara, dan RJL 5.
 
Tidak hanya di Asia, Barat juga memiliki sistem kepercayaan pada sihir. Meskipun telah memasuki era modern, Jamie Ballard (2021) menemukan bahwa 41 persen orang Amerika masih percaya pada makhluk gaib.
 
Survei Pew Research Center (2021) juga menemukan bahwa 4 dari 10 orang di dunia masih percaya pada sihir dan hal-hal berbau klenik.
 
Eugene Subbotsky dalam publikasi jurnalnya berjudul The Belief in Magic in the Age of Science (2014) menemukan bahwa agama menjadi domain paling kuat terhadap munculnya pemikiran magis. Sebagai contoh kepercayaan kepada Tuhan, akhirat, iblis, dan jin.
 
Keyakinan kepada Tuhan dan makhluk spiritual dapat memberikan kenyamanan psikologis terutama saat berada dalam situasi yang menakutkan, kehidupan yang penuh ketidakpastian, dan masa krisis.
 
Kepercayaan bahwa ada entitas lain yang lebih tinggi dan kuat akan memberikan rasa aman terhadap peristiwa yang berada di luar kendali manusia.
 
Dengan mengikuti siaran langsung cek khodam dan bertanya perihal jodoh kepada peramal misalnya, akan memberikan ketenangan kepada seseorang walaupun kebenarannya belum dapat dipastikan.
 
Alternatif Saat Sains Belum Beri Penjelasan
 
Kepercayaan kepada magis dan sihir telah hadir sepanjang sejarah dan budaya manusia. Di era modern, kepercayaan ini lebih banyak tersimpan di alam bawah sadar.
 
Sebagai ilmu yang masih terus berkembang, dalam beberapa kesempatan sains seolah gagal dalam memberikan penjelasan.
 
Tidak adanya jawaban dari ilmu pengetahuan membuat seseorang mencari jawaban dari pemikiran magis untuk memenuhi kebutuhan emosionalnya.
 
Sebagai contoh penyebab penyakit yang belum diketahui sering dikaitkan dengan adanya santet dan penyakit kiriman dari orang lain.
 
Contoh lain, ketika seseorang berada di usia matang, tetapi belum mendapat jodoh, maka ia disarankan untuk melakukan ruwatan atau upacara untuk membebaskan seseorang dari kutukan dan kesialan.
 
Riset Jacqueline D. Woolley, Paola A. Baca, dan Kelsey A. Kelley dalam publikasi berjudul Development of a Naïve Theory of Superstition (2023) menjelaskan bahwa munculnya ketakutan terhadap sesuatu seperti penyakit, krisis moneter, pandemi global, dan perang, dapat memengaruhi kondisi seseorang.
 
Hal ini membuat praktik kepercayaan kepada hal magis kembali menguat karena berdampak positif pada kepercayaan diri, menaikkan kinerja, dan menurunkan stres.
 
Penjelasan magis kemudian dianggap berhasil mengisi kekosongan dan memenuhi kebutuhan emosional. Sekaligus memberikan rasa kendali terhadap situasi membingungkan yang sedang dialami seseorang.
 
Hingga kini, kepercayaan kepada magis dan supranatural memang belum dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat modern. Sebab masih menjadi salah satu aspek pemikiran intuitif yang bersifat universal pada manusia.
 
Transformasi masyarakat dari yang percaya pada hal magis ke penjelasan rasional dapat dilakukan melalui program pendidikan.
 
Promosi terhadap kepercayaan rasional dan berbasis ilmiah dapat memberikan kontribusi pada pembangunan, kemajuan, dan modernitas.
Sumber : Kompas.com 

Post a Comment

0 Comments