MAJALAHJURNALIS.Com
- Tanah merupakan jenis benda tidak bergerak
yang dapat dijadikan sebagai harta wakaf. Terdapat aturan dalam syariat Islam
mengenai penggunaan tanah wakaf yang wajib dipatuhi oleh pewakaf, nadzir maupun
orang yang menerima wakaf tersebut.
Aset
pribadi berupa tanah yang sudah diwakafkan merupana infak yang secara ikhlas
diberikan demi kepentingan orang banyak tanpa mendapatkan imbalan berupa uang.
Sebab, si pewakaf dijanjikan hal yang lebih besar secara langsung oleh Allah
yakni pahala amal jariyah.
Apa Itu Tanah Wakaf?
Dalam
ajaran Islam, jenis harta yang dapat diwakafkan yakni harta benda yang
bergerak, harta benda tidak bergerak dan harta benda yang berupa uang. Apabila
seorang muslim memiliki tanah yang berlebih, maka sangat dianjurkan untuk
mewakafkan harta tersebut agar lebih berkah dan bermanfaat.
Adapun
yang dimaksud dengan tanah wakaf adalah aset milik pribadi yang diserahkan
manfaatnya untuk kepentingan masyarakat dengan maksud mendekatkan diri kepada
Allah dan mengharap pahala yang tidak terputus walaupun sudah meninggal dunia.
Wakaf
memang termasuk sedekah jariyah yang memiliki banyak hikmah dan manfaat. Hikmah
yang dimaksud merupakan manfaat yang dirasakan oleh pewakaf, misalnya
mendapatkan ganjaran berlimpah, jauh dari sifat sombong serta serakah dan lebih
peka terhadap lingkungan sekitar.
Sedangkan
manfaat mewakafkan tanah dapat dirasakan oleh banyak orang sehingga memudahkan
urusan dan meningkatkan kesejahteraan bersama.
Hukum
Menggunakan Tanah Wakaf untuk Kepentingan Pribadi
Terkadang,
pewakaf masih menganggap bahwa dirinya berhak untuk menggunakan tanah yang
sudah diwakafkan semau dia sendiri karena memang kepunyaannya. Namun, banyak
yang lupa bahwa substansi dari wakaf yaitu mengambil manfaat harta wakaf untuk
kepentingan umat secara luas.
Apabila
tanah wakaf digunakan untuk kepentingan pribadi, maka hukumnya tidak boleh.
Sebab, hal tersebut menyalahi substansi dasar dari amalan wakaf yang sesuai
dengan ajaran Islam. Tanah yang diwakafkan hanya boleh dimanfaatkan untuk
kesejahteraan bersama, bukan pribadi.
Misalnya,
masih terdapat area kosong di tanah yang telah dibangun masjid, maka area
tersebut boleh digunakan sebagai kebun, asalkan hasilnya untuk kepentingan
masjid atau masyarakat luas. Area kosong tersebut juga boleh dipakai untuk hal
lain, contohnya tempat menyembelih hewan kurban.
Jika
seorang pewakaf masih menggunakan tanah wakaf untuk keperluan pribadi, maka
amalan tersebut belum dianggap wakaf. Sebab, pewakaf merupakan orang yang
berikrar untuk membelanjakan hartanya di jalan Allah tanpa menjadikannya
sebagai sumber pendapatan pribadi.
Allah
bahkan menegaskan dalam surat Ali Imran ayat 92 mengenai keutamaan orang yang
menyerahkan harta yang dicintai di jalan Allah:
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ
حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ
بِهٖ عَلِيْمٌ
Kamu
tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang
kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah
Maha Mengetahui.
Dari
ayat tersebut, dapat dipahami bahwa sedekah yang salah satunya adalah wakaf
merupakan amalan yang membawa seseorang meraih kebajikan yang sempurna. Harta
yang diwakafkan tentu jenis harta yang bernilai, bukan harta yang sudah rusak
dan tidak berharga lagi.
Jadi,
tidaklah elok apabila tetap menggunakan harta yang sudah dijadikan tanah wakaf
untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Padahal, pewakaf sudah dijanjikan ganjaran
yang lebih mulia dan langgeng sebagai bekal akhirat.
Apa Saja Syarat Agar
Tanah Bisa Diwakafkan?
Pada
dasarnya, harta yang disedekahkan haruslah harta yang keadaannya baik dan
bernilai, bukan harta yang buruk yang pemilik pun bahkan tidak mau
menggunakannya. Perlu diingat bahwa menyedekahkan harta yang dicintai akan
mendatangkan pahala yang tidak terhitung jumlahnya.
Lalu,
bagaimana jika ingin mewakafkan aset berupa tanah? Syarat tanah wakaf yang
wajib dipenuhi oleh pewakaf, antara lain:
- Tanah
yang diwakafkan merupakan aset milik pribadi pewakaf secara sah, bukan aset
bersama atau aset yang kepemilikannya tidak jelas.
- Tanah
boleh sudah didaftarkan sesuai ketentuan undang-undang atau belum. Namun,
sangat dianjurkan untuk mendaftarkan tanah terlebih dahulu untuk menguatkan hak
milik.
- Tanah
yang diwakafkan harus dalam kondisi yang baik dan layak untuk diambil manfaatnya demi kepentingan umat.
Orang
yang akan mewakafkan aset tanahnya, tidak lantas menyerahkan begitu saja tanpa
ada ikrar yang disaksikan oleh orang lain. Kedudukan ikrar sangat penting
karena menunjukkan kesungguhan pewakaf yang kemudian dituangkan dalam sebuah
akta sesuai ketentuan UU Nomor 41 Tahun 2004.
Berikut
alur untuk membuat akta tanah wakaf agar mendapatkan perlindungan hukum dan sah
sesuai ajaran Islam:
Pewakaf
mendatangi PPAIW (Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf) dengan membawa persyaratan
sebagai berikut:
- Sertifikat
hak milik tanah yang akan diwakafkan.
- Surat
keterangan bahwa tanah telah terdaftar.
- Surat
keterangan dari kepala desa yang isinya membenarkan bahwa tanah tersebut milik
pewakaf dan tidak terlibat dalam sengketa.
- Fotokopi
KTP dan KK.
- Setelah
itu, PPAIW akan melakukan verifikasi dokumen persyaratan yang dibawa oleh
waqif. PPAIW juga memeriksa para saksi dan mengesahkan nadzir yang dipilih oleh
pewakaf.
- Pewakaf
berikrar secara jelas di hadapan para saksi dan PPAIW. Selain diucapkan, ikrar
tersebut juga dituangkan dalam akta wakaf.
- Kemudian,
PPAIW memulai pembuatan akta wakaf yang hartanya berupa tanah. Akta tersebut
dibuat dalam beberapa lembar untuk dibagikan kepada pihak yang berkepentingan,
mulai dari waqif, nadzir, PPAIW, pengadilan agama, kantor agrarian, kepala desa
dan kantor departemen agama.
Tanah Wakaf Dijual?
Bagaimana Hukumnya?
Jika
tanah yang diwakafkan tidak boleh digunakan secara pribadi, lalu bagaimana jika
dijual? Jawabannya, tidak boleh. Para ulama telah menyepakati bahwa hukum
menjual tanah wakaf dilarang dalam Islam yang didasarkan pada perkataan
Rasulullah kepada sahabat beliau.
Dalam
hadist yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, diceritakan bahwa Rasulullah
memerintahkan Umar bin Khattab untuk mewakafkan tanah yang ia miliki tanpa
menjual maupun mewariskannya. Hadist tersebut sebagai berikut:
عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ
عُمَرَ قَالَ : أَنْ عُمَرَ بْنَ الخَطَّابِ أَصَابَ أرْضًا بخَيْبَرَ، فَأَتَى النَّبيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَأْمِرُهُ فِيهَا، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَهِ،
إنِّي أصَبْتُ أرْضًا بخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالًا قَطُّ أنْفَسَ عِنْدِي مِنْهُ،
فَمَا تَأْمُرُ بِهِ؟ قَالَ: إنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا، وَتَصَدَّقْتَ بِهَا قَالَ:
فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ، أَنَّهُ لَا يُبَاعُ وَلَا يُوْهَبُ وَلَا يُوْرَثُ، وَتَصَدَّقَ
بِهَا فِي الْفُقَرَاءِ، وَفِي الْقُرْبَى وَفِي الرِّقَابِ، وَفِي سَبِيلِ اللهِ،
وَابْنِ السَّبِيْلِ، وَالضَّيْفِ لَا جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ
مِنْهَا بِالمَعْرُوفِ، وَيُطْعِمَ غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ .
Dari
Ibnu Umar r.a. (diriwayatkan) bahwasanya Umar r.a. pernah mendapatkan sebidang
tanah di Khaibar. Lalu beliau mendatangi Nabi saw dan meminta nasihat mengenai
tanah itu, seraya berkata, ya Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di
Khaibar, yang saya tidak pernah mendapatkan harta lebih baik dari pada tanah
itu, maka apa yang akan engkau perintahkan kepadaku dengannya? Nabi saw pun
bersabda, jika engkau berkenan, tahanlah pokoknya, dan bersedekahlah dengan
hasilnya. Ibnu Umar berkata, maka bersedekahlah Umar dengan hasilnya, dan
pokoknya itu tidak dijual, dihadiahkan, dan diwariskan. Umar bersedekah
dengannya kepada orang-orang fakir, para kerabat, para budak, orang-orang yang
berjuang di jalan Allah, ibnu sabil, dan para tamu. Pengurusnya boleh memakan
dari hasilnya dengan cara yang ma’ruf, dan memberikannya kepada temannya tanpa
meminta harganya. [HR. al-Bukhari No. 2737].
Pewakaf
memang harus menahan harta tersebut untuk diuangkan karena hakikat wakaf yakni
mengambil manfaat harta benda demi kesejahteraan umat. Jadi, tanah yang
diwakafkan wajib digunakan sesuai tujuan wakif, bahkan nadzir dilarang mengubah
kecuali diizinkan oleh Badan Wakaf.
Namun,
para ulama menambahkan mengenai tanah wakaf yang sudah rusak dan kurang
strategis sehingga manfaatnya menurun. Para ulama membagi objek wakaf yang
sudah rusak menjadi beberapa kategori, antara lain:
- Objek
wakaf yang rusak tetapi masih ada bagian yang bisa dimanfaatkan, maka bagian
tersebut boleh dijual agar uangnya digunakan untuk kepentingan umat;
- Objek
wakaf yang tidak dapat diselamatkan lagi, misalnya hewan ternak yang mati;
- Objek
wakaf yang hampir rusak sehingga harus segera dijual agar hasil penjualannya
dapat dimanfaatkan;
- Objek
wakaf yang boleh dipindahkan ke tempat lain jika sudah tidak terpakai di tempat
semula;
- Objek
wakaf yang sudah tidak layak dimanfaatkan sehingga perlu dijual untuk membangun
objek baru yang lebih layak. Misalnya, mushola yang terlalu kecil dijual untuk
membangun mushola yang kapasitasnya lebih besar.
Jadi,
selama tanah yang diwakafkan masih bagus dan bernilai, maka wajib dimanfaatkan
di jalan Allah sehingga tidak boleh diuangkan. Berbeda halnya jika tanah
tersebut kondisinya sudah rusak sehingga kebermanfaatannya berkurang, maka
perlu diambil langkah lain untuk mencegahnya menjadi sia-sia.
Tujuan
besar dari wakaf yakni menggunakan manfaat dari harta benda untuk kepentingan
umat yang sesuai ajaran Islam. Bagi yang ingin mendapatkan pahala amal jariyah,
dapat mempercayakan tanah wakaf kepada Yayasan Yatim Mandiri, LAZNAS yang
berkomitmen membantu kaum yatim dhuafa. Ditulis oleh Ika Faztin dipublikasikan
YM Blog.
- Tanah yang diwakafkan merupakan aset milik pribadi pewakaf secara sah, bukan aset bersama atau aset yang kepemilikannya tidak jelas.
- Tanah boleh sudah didaftarkan sesuai ketentuan undang-undang atau belum. Namun, sangat dianjurkan untuk mendaftarkan tanah terlebih dahulu untuk menguatkan hak milik.
- Tanah yang diwakafkan harus dalam kondisi yang baik dan layak untuk diambil manfaatnya demi kepentingan umat.
- Sertifikat hak milik tanah yang akan diwakafkan.
- Surat keterangan bahwa tanah telah terdaftar.
- Surat keterangan dari kepala desa yang isinya membenarkan bahwa tanah tersebut milik pewakaf dan tidak terlibat dalam sengketa.
- Fotokopi KTP dan KK.
- Setelah itu, PPAIW akan melakukan verifikasi dokumen persyaratan yang dibawa oleh waqif. PPAIW juga memeriksa para saksi dan mengesahkan nadzir yang dipilih oleh pewakaf.
- Pewakaf berikrar secara jelas di hadapan para saksi dan PPAIW. Selain diucapkan, ikrar tersebut juga dituangkan dalam akta wakaf.
- Kemudian, PPAIW memulai pembuatan akta wakaf yang hartanya berupa tanah. Akta tersebut dibuat dalam beberapa lembar untuk dibagikan kepada pihak yang berkepentingan, mulai dari waqif, nadzir, PPAIW, pengadilan agama, kantor agrarian, kepala desa dan kantor departemen agama.
- Objek wakaf yang rusak tetapi masih ada bagian yang bisa dimanfaatkan, maka bagian tersebut boleh dijual agar uangnya digunakan untuk kepentingan umat;
- Objek wakaf yang tidak dapat diselamatkan lagi, misalnya hewan ternak yang mati;
- Objek wakaf yang hampir rusak sehingga harus segera dijual agar hasil penjualannya dapat dimanfaatkan;
- Objek wakaf yang boleh dipindahkan ke tempat lain jika sudah tidak terpakai di tempat semula;
- Objek wakaf yang sudah tidak layak dimanfaatkan sehingga perlu dijual untuk membangun objek baru yang lebih layak. Misalnya, mushola yang terlalu kecil dijual untuk membangun mushola yang kapasitasnya lebih besar.
0 Komentar