Ilustrasi
sekolah (MChe Lee/Unsplash.com)
MAJALAHJURNALIS.Com
(Yogyakarta) - Mengaku ditampar
kepala sekolah, seorang siswa SMP di Kapanewon Saptosari, Gunungkidul, DI
Yogyakarta memilih untuk tidak melanjutkan sekolah.
Dinas
Pendidikan membantah terjadinya peristiwa itu, namun tetap mengupayakan anak
kembali ke bangku sekolah.
Kata keluarga dan
korban...
Y, orangtua A warga Saptosari mengaku tidak ingat tanggal peristiwa terjadi. Y
hanya ingat bahwa kejadian tersebut terjadi saat anaknya sedang tryout.
Saat
itu anaknya yang berusia 16 tahun sudah selesai mengerjakan dan diperbolehkan
pulang oleh guru yang mengawasi. Beberapa saat kemudian, anaknya ditampar oleh
kepala sekolah.
Anaknya
mengaku kepadanya, ditampar pada pipi sebelah kiri. "Setelah kejadian itu
tidak mau masuk sekolah lagi," kata Y ditemui di Kalurahan Kepek,
Wonosari, Rabu (4/9/2024).
Dikatakannya,
beberapa kali pihak sekolah sudah meminta anaknya kembali masuk sekolah. Bahkan
dirinya diundang ke sekolah, tetapi anaknya tidak mau.
Akhirnya
pihak sekolah mendatangi rumahnya untuk membujuk kembali, saat itu juga sekolah
sudah membawa surat pengunduran diri.
"Saya
akhirnya menandatangani surat pengunduran diri dari sekolah," kata Y.
Y
mengaku anaknya ingin kembali ke sekolah. Namun dirinya sendiri belum
memutuskan ke sekolah mana.
Sementara
A mengaku, kepala sekolahnya menampar sebanyak satu kali. Saat itu dirinya
selesai mengerjakan soal try out dan diperbolehkan pulang oleh guru yang
mengawasi.
Saat
sampai di pintu dirinya dihampiri ibu kepala sekolah setelah ditanya langsung
ditampar.
"Ditampar
di sini (sambil menunjukkan pipi kiri). Hanya sekali," kata dia.
Dia
mengaku masih ingin bersekolah, tetapi tidak ingin di sekolah lamanya.
Dinas Membantah Ada
Penamparan
Dikonfirmasi
terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Gunungkidul Nunuk Setyowati mengatakan,
pihaknya membantah ada penamparan itu.
"Tidak
betul, anak ini sejak kelas awal itu memang niat sekolah tidak begitu semangat.
Akhirnya disemangati oleh guru, bisa naik ke kelas II (VII), hingga kelas III
(VIII). Naik kelas III banyak bolongnya (bolos) kegiatan try out sering tidak
diikuti," kata Nunuk.
Dijelaskannya,
saat peristiwa itu dikumpulkan oleh pihak sekolah, dan sebenarnya sudah
beberapa kali dibujuk untuk kembali ke sekolah.
"Ada
pernyataan dari orangtua, anak itu akan dipindah ke pondok pesantren,"
kata dia.
"Alhamdulilah
orangtuanya sudah ke dinas, ada keinginan (anak) kembali ke sekolah," ucap
Nunuk.
Dia
mengatakan, pihaknya menyerahkan ke orangtua anak itu akan dipindahkan ke mana.
Namun
dengan catatan perjanjian, harus mau mengikuti pendidikan dengan baik, dan
tidak membolos lagi. Anak bisa langsung masuk ke kelas VIII.
"Anak
itu mau ke sekolah negeri atau swasta kita akan carikan sekolah," kata
Nunuk.
Pihaknya
memastikan komitmen Pemerintah Kabupaten untuk mencegah putus sekolah terus
dilakukan. Salah satunya dengan pemberian beasiswa.
"Jika
ada yang tidak sekolah segera melapor kepada kami," kata dia.
Sumber
: KOMPAS.com
0 Komentar