Ticker

7/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Banjir Kepung dan Lumpuhkan Jabodetabek. Mustopa Menilai Semua Stakeholder Harus Duduk Bersama

 

Warga menaiki perahu karet saat banjir melanda kawasan Perumahan Pondok Gede Permai, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (21/4/2025). Banjir dengan ketinggian tiga meter yang berasal dari meluapnya Sungai Cikeas.@Liputan6.com/Immanuel Antonius) (©Liputan6.com/ Immanuel Antonius)


MAJALAHJURNALIS.Com (Jakarta) - Wakil Ketua DPR RI Saan Mustopa merespons soal bencana banjir di Jabodetabek. Dia menilai, semua stakeholder harus duduk bersama benahi pemicu banjir tersebut.
 
"Makanya langkah pertama adalah tentu koordinasi lintas lembaga lintas wilayah misalnya antara provinsi DKI, provinsi Jawa Barat ya itu ya harus saling berkoordinasi untuk menyelesaikan secara komprehensif terkait dengan banjir ini ya penanganannya," kata Saan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/3/2025).
 
Selain itu, Saan juga menyebut alih fungsi lahan di puncak harus menjadi fokus utama dalam menangani banjir. Alih fungsi lahan harus segera dibenahi.
 
"Alih fungsi ya ini alih fungsi ini menjadi penting jadi alih fungsi ini harus benar-benar menjadi fokus perhatian, karena apa yang terjadi hari ini banjir-banjir ini salah satu faktornya adalah alih fungsi lahan, jadi lahan-lahan yang misalnya daerah-daerah Bogor, daerah puncak, Cisarua itu kan banyak yang dialih fungsikan nah alih-alih fungsi ini harus benar-benar menjadi fokus perhatian untuk dibenahi," ujar dia.
 
"Untuk ditata lebih baik lagi gitu jadi enggak sembarangan, alih fungsi itu, jadi itu salah satunya alih fungsi menurut saya," imbuhnya.
 
Banjir Kepung Jabodetabek
 
Banjir melanda Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dalam beberapa hari terakhir. Banjir ini disebut-sebut dipicu deforestasi dan alih fungsi lahan di kawasan Puncak Bogor.
 
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyebut, kawasan puncak perlu penataan secara terpadu. Tujuannya, agar banjir dari hulu ke hilir yang berdampak di kawasan Jabodetabek bisa dicegah.
 
Menurut Dedi, banjir tidak terlepas dari penurunan fungsi area hulu sebagai penyerap air di kawasan puncak. Alih fungsi lahan terjadi membuat perkebunan teh terdampak karena masifnya daerah agrowisata dengan banyak bangunan dan jalan akses pariwisata.
 
Menurut Dedi, untuk mengatasi banjir di kawasan Jabodetabek diperlukan integrasi dan kebersamaan antar pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota seperti Bogor, Depok, Bekasi, dan Karawang.
 
Walhi Sebut Banjir Dipicu Alih Fungsi Lahan
 
Direktur Walhi Jabar Wahyudin Iwang menyebutkan, faktor alam bukan satu-satunya penyebab banjir. Iwang mengatakan, deforestasi dan alih fungsi lahan di kawasan Puncak Bogor menjadi penyebab utama banjir, dan itu sudah berlangsung selama bertahun-tahun.
 
"Hutan dan lahan resapan air yang seharusnya menjadi benteng alami terhadap banjir telah berubah menjadi vila, hotel, perumahan, dan pengembangan wisata yang berkedok ramah lingkungan," katanya kepada tim Regional Liputan6.com, Rabu (5/3/2025).
 
Iwang juga menyebutkan, yang ironis alih fungsi lahan tersebut kebanyakan berada di kawasan perkebunan yang pengelolaannya di bawah PTPN VIII.
 
"Dalam kurun waktu lima tahun ke belakang Walhi telah menduga kurang lebih hampir 45 persen kerusakan di kawasan Puncak Bogor drastis hal ini meningkat, sehingga jika di hitung per hari ini, kerusakan akibat alih fungsi kawasan dapat di perkirakan menjadi 65 persen atau setara dengan setengah lebih luas kawasan Puncak Bogor telah mengalami kerusakan yang serius. Akibatnya, kemampuan tanah untuk menyerap air hujan berkurang drastis," jelasnya.
 
Alih fungsi lahan itu, kata Iwang, didominasi properti dan fasilitas pariwisata yang tak terkendali. Banyak pengembang yang diduga sengaja telah mengabaikan analisis dampak lingkungan demi mengejar keuntungan ekonomi jangka pendek.
 
Dokumen Amdal, UKL/UPL, terkesan hanya dijadikan prasyarat bagi para pengembang untuk mendapatkan izin berusaha semata, sehingga kepatuhan serta ketaatan sebagian banyak pengusaha abai dengan kewajiban yang harus ditaati.
 
Bukan cuma itu, Iwang juga menjelaskan, ada faktor lainnya yang menyebabkan banjir, yaitu maraknya aktivitas pertambangan pasir dan batu ilegal.
 
Aktivitas ekstraktif itu jika dibiarkan terlalu lama tentu berdampak pada struktur tanah yang semakin rusak dan rentan erosi, sehingga bisa mendatangkan bencana turunan seperti longsor, tanah bergerak, hingga banjir bandang.
 
"Potret lain, Walhi menilai ada dugaan kesengajaan Pemerintah yang secara sengaja mengeluarkan terus izin-izin berusaha di kawasan Puncak, hal tersebut hanya sekadar dilihat dari aspek peningkatan pendapatan daerah, sementara alam digadaikan secara sengaja untuk terus dirusak," katanya.
 
Perlu diketahui, kata Iwang, Puncak Bogor hingga Gunung Mas merupakan lahan dengan status L4, yaitu kawasan yang memberikan perlindungan terhadap tanah dan air, serta sebagai zona L1, yaitu sebagai resapan air.
 
Sehingga jika intervensi terus meningkat yang mengarah pada kerusakan, maka jangan heran jika banjir menerjang Jabodetabek, walau hanya hujan beberapa jam saja.
 
"Itu semata-mata adalah kerusakan ekologis yang terjadi di kawasan Puncak Bogor," katanya.
 
Walhi Jabar menyoroti kurangnya pengawasan pemerintah terhadap tata guna lahan dan pembangunan di kawasan Puncak Bogor.
 
"Yang kami temukan masih banyak bangunan yang didirikan tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, sementara upaya konservasi dan upaya pemulihan lingkungan masih sangat minim dilakukan oleh pengembang termasuk pemerintah," katanya.
Sumber : Merdeka.com

Post a Comment

0 Comments