Ticker

7/recent/ticker-posts

Gawat!!! Masa Jabatan DPRD Tak Bisa Diperpanjang, MK Pisahkan Pemlu

 

Gawat!!! Masa Jabatan DPRD Tak Bisa Diperpanjang, MK Pisahkan Pemlu


MAJALAHJURNALIS.Com (Jakarta) - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dan daerah dengan jeda waktu 2 sampai 2,5 tahun menimbulkan dilema, salah satunya terkait masa jabatan anggota DPRD.
 
Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan (K3) MPR Taufik Basari mengatakan masa jabatan DPRD tidak bisa diperpanjang atau dikosongkan selama 2 tahun untuk menjalankan putusan MK yang memisahkan pemilu lokal dan nasional.
 
Dia mengatakan opsi tersebut akan sama-sama melanggar konstitusi, karena pemilu DPRD sudah diatur dalam Pasal 22E ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 agar dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Namun, jika dikosongkan, maka hal itu akan melanggar Pasal 18 ayat (2) dan (3) UUD 1945 yang mengharuskan pemerintah daerah memiliki DPRD.
 
"Anggota DPRD itu dipilihnya harus melalui pemilu, tidak ada jalan lain," kata Taufik saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (4/7/2025).
 
Menurut dia, putusan MK nomor 135/PUU-XXII/2024 tersebut merupakan putusan yang dilematis karena dapat mengakibatkan krisis konsitusional dan constitutional deadlock yang mengunci.
 
Dia mengatakan putusan MK itu bersifat final dan harus ada pelaksanaan tindak lanjut. Namun, kalau putusan MK itu dilaksanakan oleh pembuat undang-undang maka justru akan melanggar UUD 1945 tersebut terkait pemilu.
 
"Kenapa jadi melanggar? Kalau dilaksanakan, negara tidak melaksanakan perintah konstitusi, yaitu untuk melaksanakan pemilu untuk memilih anggota DPRD," kata dia dikutip dari Antara.
 
Menurut dia, pemilu di tingkat nasional yang terdiri dari pemilu presiden, DPR, DPD, tidak akan bermasalah karena dilaksanakan 5 tahun sekali. Sedangkan pemilu DPRD masuk ke pemilu lokal yang harus dijeda selama 2 tahun sesuai putusan MK.
 
Maka dari itu, dia mengatakan setiap lembaga negara perlu memahami perannya masing-masing sesuai dengan posisinya. Dia menilai dalam putusan tersebut, MK mengambil peran sebagai positive legislator yang merupakan tugas DPR.
 
"Sejatinya MK adalah negative legislator, yang berarti menyatakan suatu permohonan melanggar atau tidak, itu saja. Setelah dinyatakan melanggar, bagaimana jalan keluar, itu diserahkan ke pembuat undang-undang," kata dia.
Sumber : Beritasatu.com

Posting Komentar

0 Komentar