Menurut Kontras ada perbedaan cukup mencolok antara
dakwaan jaksa dan hasil penyelidikan Komnas HAM. (CNN Indonesia/Ilham)
MAJALAHJURNALIS.Com (Jakarta)
- Komisi Untuk Orang
Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) mencatat perbedaan kronologis antara
dakwaan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan hasil penyelidikan Komisi Nasional
(Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) pada kasus pelanggaran HAM Paniai, Papua, pada
2014 lalu. "Terdapat perbedaan cukup
mencolok terkait kronologis serta penindakan pelaku dan korban dalam dakwaan
JPU dengan ringkasan eksekutif hasil penyelidikan pro justitia Komnas
HAM," kata Divisi Pemantau Impunitas Kontras, Jane Rosalina di Makassar,
Sabtu (5/11/2022). Jane menyebut ada poin dakwaan
jaksa yang jauh berbeda dengan ringkasan eksekutif Komnas HAM, di antaranya
pada kejadian pada 7 hingga 8 Desember 2014. "Dimana dakwaan jaksa menyebutkan pada
tanggal 7 Desember itu para korban sedang berada di pondok natal sedang meminta
sumbangan. Sementara dari Komnas HAM menyebut para korban di pondok natal
tengah menyanyikan lagu-lagu rohani sambil menyalakan api unggun,"
ungkapnya. Kemudian dalam dakwan JPU, Jane
menyebutkan ada interaksi antara korban dengan anggota TNI, karena hampir
tertabraknya korban oleh motor pelaku. "Di ringkasan eksekutif Komnas HAM menyebut
awalnya korban memberikan imbauan untuk menyalakan lampu motor agar pelaku
selamat saat melintasi jalan berlubang," sambungnya. Selanjutnya kejadian tanggal 8
dalam dakwaan jaksa, beber Jane, pihak JPU tidak memberikan detail senjata api
yang digunakan pelaku, tapi mendeskripsikan massa aksi membawa sejumlah tajam,
seperti kapak, parang, panah, batu dan kayu. "Komnas HAM menyebutkan secara detail senjata
api yang digunakan aparat kepolisian yakni, AK 47, SS1 dan SS V2 Sabhara,
anggota BKO Brimob menggunakan senpi AK 101, SS1 kaliber 5,56 mm. Aparat TNI
(timsus 753) senpi laras panjang, M16 kaliber 5,56mm, 7,62 mm, SS1 V3 dan senpi
jenis Stand. Koramil Enarotali menggunakan senpi genggam jenis FN, senpi jenis
Stand, M16, SS V1 dan S.O. Daewo. Sementara tidak menyebutkan bahwa massa aksi
membawa senjata tajam," terangnya. Kemudian dalam dakwaan JPU, kata
Jane, jaksa tidak menyebutkan empat korban meninggal dunia pada peristiwa
tersebut berusia anak-anak. "Ini berbeda dengan
ringkasan eksekutif Komnas HAM yang menyebutkan bahwa 4 korban meninggal masih
berusia anak-anak," sebutnya. Menurut Jane perbedaan detail
informasi yang terdapat dalam dua dokumen di tingkat penyelidikan versi
ringkasan eksekutif pelanggaran HAM berat oleh Komnas HAM dan dakwaan jaksa
bisa membuat proses persidangan di Pengadilan HAM menjadi tidak optimal. "Perbedaan ini menunjukkan
indikator posisi dan keberpihakan kedua lembaga hukum terhadap para pihak baik
pelaku maupun korban," tuturnya. Kontras menilai perbedaan
demikian terjadi karena minimnya pelibatan para penyintas dan keluarga korban
pada proses penyidikan, sementara kronik dan detail informasi di dakwaan sangat
didominasi narasi dari sisi TNI Polri. "Sudah seyogyanya hakim
menggali informasi dan keterangan dari warga sipil untuk menyeimbangkan
minimnya pelibatan kesaksian warga sipil dan para penyintas serta keluarga
korban sedari awal penyidikan," pungkasnya. Sumber : CNN Indonesia
0 Komentar