Rafael Alun Trisambodo diperiksa KPK.
©Liputan6.com/Faizal Fanani
MAJALAHJURNALIS.Com (Jakarta)
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
telah mengklarifikasi mantan pejabat pajak Eselon III Rafael Alun Trisambodo terkait
kejanggalan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Namun KPK belum cukup memulai
penyelidikan terkait kejanggalan harta kekayaan Rafael Alun yang mencapai
Rp56,1 miliar sesuai LHKPN.
Wakil Ketua KPK Nawawi
Pomolango menjelaskan alasan lembaga antirasuah masih perlu mendalami
kejanggalan harta kekayaan Rafael Alun. Menurut Nawawi, penyidik KPK masih
perlu mencari pelbagai barang bukti cara konvensional ketika kasus masuk tahap
penyelidikan.
"Dari hasil pemeriksaan
itu hal-hal yang enggak beres itu bisa diteruskan. Cuma penanganan nantinya
oleh direktorat penyelidikan itu akan bersifat konvensional. Maksudnya
konvensional seperti apa? dia akan melakukan penyelidikan apakah ada terjadi suap,
gratifikasi, sehingga ada pembengkakan harta kekayaan yang tidak sesuai
profil," kata Nawawi kepada wartawan, Jumat (3/3/2023).
Sehingga, Nawawi mengatakan
perlu skema Illicit Enrichment atau Pembuktian Terbalik Kekayaan Tak Wajar
Pejabat Negara yang diatur dalam undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
untuk membuktikan kejanggalan harta Rafael Alun.
Sehingga dugaan tindak pidana
terkait kejanggalan LHKPN seperti Rafael Alun bisa lebih mudah diusut.
"Illicit Enrichment itu
apa? Illicit Enrichment itu sebenarnya penambahan kekayaan seseorang
penyelenggara negara yang tidak wajar. Itu ketentuan pidana," ujar Nawawi.
Delik
Illicit Enrichment Belum Masuk UU Tipikor
Padahal, Nawawi menambahkan,
Undang-Undang Antikorupsi PBB (UNCAC) telah mewajibkan setiap negara peserta
penandatanganan ratifikasi termasuk Indonesia memasukan Illicit Enrichment
sebagai satu ketentuan pidana.
Namun dari hasil ratifikasi
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) belum memasukan
Illicit Enrichment.
"Belum ada. Illicit
Enrichment, Trading in Influence, kita masih ingat dulu ada perkara Ketua DPD
yang bicara mengenai soal Bulog. Itu sebenarnya kan perdagangan pengaruh dan
lain sebagainya. Itu belum terakomodasi di dalam UU Tipikor kita," ujar
dia.
"Andaikan ada Illicit
Enrichment itu yang ditemukan Pak Pahala kemarin bisa langsung. Enggak lagi
dengan cara konvensional. Jadi LHKPN yang tidak sesuai dengan profil pendapatan
itu langsung bisa dijadikan dakwaan. Kalau ada Illicit Enrichment,"
sambungnya.
Padahal bila Illicit
Enrichment telah terakodomasi dalam peraturan resmi, maka skema pembuktian
terbalik berkaitan ketidakwajara harta pejabat negara dalam LHKPN bisa lebih
mudah diusut. Apabila yang bersangkutan tidak dapat membuktikan, maka LHKPN
bisa langsung dijadikan sebagai bukti.
"Itu kan pentingnya
LHKPN, tetapi perlu perumusan ketentuan pidana Illicit Enrichment di dalam
pasal itu. Tidak dimasukkan. Ke mana? konon katanya oleh pembentuk direncanakan
dimasukkan ke dalam rancangan Undang-Undang Perampasan Aset. Tapi sampai
sekarang Undang-Undang Perampasan Aset itu belum ada," kata Nawawi.
Alhasil, Nawawi mengatakan KPK
tetap akan melakukan cara konvensional. Meskipun dari hasil klarifikasi awal
LHKPN telah menunjukkan adanya ketidaksesuaian harta pejabat tersebut. Dengan
tetap meneruskan indikasi perbuatan pidana kepada direktorat penyelidikan.
"Proses penyelidikan yang
sifatnya konvensional. Apakah ada suap. Kan panjang ceritanya. Kalau
nyari-nyari suap yang sudah terjadi tempo dulu agak repot gitu. Tetapi kalau
kita punya Illicit Enrichment itu, itu LHKPN kemudian kita dakwaan. Ini tidak
sesuai profil dengan ini," ujar dia.
"Kalau Illicit Enrichment
itu dengan sendirinya harus diterapkan pembuktian terbalik yang pasal 37 huruf
a Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001," tambah dia.
Pola
Canggih Rafael
Sebelumnya, KPK masih mengusut
kejanggalan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), mantan Pejabat
Pajak Jakarta Selatan,
Rafael Alun Trisambodo. Karena, diduga Rafael memiliki pola 'canggih' untuk
mengurus kejanggalan hartanya.
"Pola silatnya canggih.
Pakai nominee salah enggak? enggak salah. Gua beli atas nama lu enggak salah
kan di LHKPN? kenapa enggak masuk, orang nama lu masa gua masukin. Tapi
sebenarnya gua yakin lu yang beli," ucap Deputi Bidang Pencegahan KPK
Pahala Nainggolan kepada wartawan, Kamis (2/3/2023).
Selain memakai nominee atau
sebagai perwakilan kepemilikan, Pahala juga menduga Rafael turut memakai cara
membuat perusahaan untuk mengurus hartanya. Sehingga tidak bisa terlacak
lantaran telah berbentuk perusahaan.
"Udah gitu pakai PT.
LHKPN kalau PT itu cuma nominal saham. Urusan PT berkembang transaksinya apa,
dan lain-lain, dia PT, gua enggak bisa lihat. Canggih enggak? Itu antara lain
yang gua pelajari," ucap Pahala.
Meski belum bisa membeberkan
secara rinci total harta yang diurus Rafael dengan cara di atas, namun Pahala
menduga jika nominal kekayaan tersebut terbilang fantastis. Karena, dugaan
kekayaan itu di luar dari LHKPN sekitar Rp56,1 miliar milik Rafael.
"Gede lah. Beberapa yang
gua tahu itu terkait nama orang. Tanah, properti. Timnya kemarin cerita ya itu
beberapa pakai nominee. Properti semua banyak di Yogja, dia pede sudah
dilaporkan semua (dalam LHKPN)," tutur dia.
"Kalau pakai nama orang
lain, kan kata lu nominee, kalau kata dia ya bukan dia yang beli. Masa dituduh
beli atas nama tetangga gua. (kita) tanya tetangga gua mampu enggak beli
segini," tambah dia.
Kekayaan
Mencurigakan
Padahal, Menko Polhukam Mahfud
MD telah menyebut Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah
menemukan adanya transaksi keuangan mencurigakan dalam rekening pejabat pajak
Rafael Alun Trisambodo, ayah dari Mario Dandy Satrio. Menurut Mahfud, PPATK
sudah mengirim laporan mencurigakan tersebut sejak 2012.
"Laporan kekayaan yang
bersangkutan di PPATK itu sudah dikirimkan oleh PPATK sejak tahun 2012, tentang
transaksi keuangannya yang agak aneh," ujar Mahfud dalam keterangannya,
Jumat (24/2/2023) lalu.
Mahfud menyebut, laporan
transaksi mencurigakan milik Rafael ini belum ditindaklanjuti oleh KPK. Kini
Mahfud meminta agar lembaga antirasuah mengusutnya.
Berdasarkan Laporan Harta
Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), kekayaan Rafael Alun meningkat drastis
dalam kurun waktu 10 tahun. Tahun 2011, Rafael tercatat melaporkan harta
kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebanyak Rp19,49 miliar
dan USD 100.000.
Kala itu, Rafael masih
berstatus Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak di Sebelum
bertugas di Kanwil DJP Jawa Tengah I di tahun 2013. Kini, saat dirinya menjabat
sebagai Kepala Bagian Umum Kanwil DJP Jakarta Selatan II, tercatat memiliki
harta kekayaan senilai Rp56,1 miliar.
Sumber : Merdeka.com
0 Comments