Ticker

7/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pola Canggih Rafael, KPK Klaim akan Mudah Jeratnya Jika Delik Kekayaan Tak Wajar Masuk UU Tipikor

 

Rafael Alun Trisambodo diperiksa KPK. ©Liputan6.com/Faizal Fanani


MAJALAHJURNALIS.Com (Jakarta) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengklarifikasi mantan pejabat pajak Eselon III Rafael Alun Trisambodo terkait kejanggalan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
 
Namun KPK belum cukup memulai penyelidikan terkait kejanggalan harta kekayaan Rafael Alun yang mencapai Rp56,1 miliar sesuai LHKPN.
 
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menjelaskan alasan lembaga antirasuah masih perlu mendalami kejanggalan harta kekayaan Rafael Alun. Menurut Nawawi, penyidik KPK masih perlu mencari pelbagai barang bukti cara konvensional ketika kasus masuk tahap penyelidikan.
 
"Dari hasil pemeriksaan itu hal-hal yang enggak beres itu bisa diteruskan. Cuma penanganan nantinya oleh direktorat penyelidikan itu akan bersifat konvensional. Maksudnya konvensional seperti apa? dia akan melakukan penyelidikan apakah ada terjadi suap, gratifikasi, sehingga ada pembengkakan harta kekayaan yang tidak sesuai profil," kata Nawawi kepada wartawan, Jumat (3/3/2023).
 
Sehingga, Nawawi mengatakan perlu skema Illicit Enrichment atau Pembuktian Terbalik Kekayaan Tak Wajar Pejabat Negara yang diatur dalam undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) untuk membuktikan kejanggalan harta Rafael Alun.
 
Sehingga dugaan tindak pidana terkait kejanggalan LHKPN seperti Rafael Alun bisa lebih mudah diusut.
 
"Illicit Enrichment itu apa? Illicit Enrichment itu sebenarnya penambahan kekayaan seseorang penyelenggara negara yang tidak wajar. Itu ketentuan pidana," ujar Nawawi.
 
Delik Illicit Enrichment Belum Masuk UU Tipikor
 
Padahal, Nawawi menambahkan, Undang-Undang Antikorupsi PBB (UNCAC) telah mewajibkan setiap negara peserta penandatanganan ratifikasi termasuk Indonesia memasukan Illicit Enrichment sebagai satu ketentuan pidana.
 
Namun dari hasil ratifikasi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) belum memasukan Illicit Enrichment.
 
"Belum ada. Illicit Enrichment, Trading in Influence, kita masih ingat dulu ada perkara Ketua DPD yang bicara mengenai soal Bulog. Itu sebenarnya kan perdagangan pengaruh dan lain sebagainya. Itu belum terakomodasi di dalam UU Tipikor kita," ujar dia.
 
"Andaikan ada Illicit Enrichment itu yang ditemukan Pak Pahala kemarin bisa langsung. Enggak lagi dengan cara konvensional. Jadi LHKPN yang tidak sesuai dengan profil pendapatan itu langsung bisa dijadikan dakwaan. Kalau ada Illicit Enrichment," sambungnya.
 
Padahal bila Illicit Enrichment telah terakodomasi dalam peraturan resmi, maka skema pembuktian terbalik berkaitan ketidakwajara harta pejabat negara dalam LHKPN bisa lebih mudah diusut. Apabila yang bersangkutan tidak dapat membuktikan, maka LHKPN bisa langsung dijadikan sebagai bukti.
 
"Itu kan pentingnya LHKPN, tetapi perlu perumusan ketentuan pidana Illicit Enrichment di dalam pasal itu. Tidak dimasukkan. Ke mana? konon katanya oleh pembentuk direncanakan dimasukkan ke dalam rancangan Undang-Undang Perampasan Aset. Tapi sampai sekarang Undang-Undang Perampasan Aset itu belum ada," kata Nawawi.
 
Alhasil, Nawawi mengatakan KPK tetap akan melakukan cara konvensional. Meskipun dari hasil klarifikasi awal LHKPN telah menunjukkan adanya ketidaksesuaian harta pejabat tersebut. Dengan tetap meneruskan indikasi perbuatan pidana kepada direktorat penyelidikan.
 
"Proses penyelidikan yang sifatnya konvensional. Apakah ada suap. Kan panjang ceritanya. Kalau nyari-nyari suap yang sudah terjadi tempo dulu agak repot gitu. Tetapi kalau kita punya Illicit Enrichment itu, itu LHKPN kemudian kita dakwaan. Ini tidak sesuai profil dengan ini," ujar dia.
 
"Kalau Illicit Enrichment itu dengan sendirinya harus diterapkan pembuktian terbalik yang pasal 37 huruf a Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001," tambah dia.
 
Pola Canggih Rafael
 
Sebelumnya, KPK masih mengusut kejanggalan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), mantan Pejabat Pajak Jakarta Selatan, Rafael Alun Trisambodo. Karena, diduga Rafael memiliki pola 'canggih' untuk mengurus kejanggalan hartanya.
 
"Pola silatnya canggih. Pakai nominee salah enggak? enggak salah. Gua beli atas nama lu enggak salah kan di LHKPN? kenapa enggak masuk, orang nama lu masa gua masukin. Tapi sebenarnya gua yakin lu yang beli," ucap Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan kepada wartawan, Kamis (2/3/2023).
 
Selain memakai nominee atau sebagai perwakilan kepemilikan, Pahala juga menduga Rafael turut memakai cara membuat perusahaan untuk mengurus hartanya. Sehingga tidak bisa terlacak lantaran telah berbentuk perusahaan.
 
"Udah gitu pakai PT. LHKPN kalau PT itu cuma nominal saham. Urusan PT berkembang transaksinya apa, dan lain-lain, dia PT, gua enggak bisa lihat. Canggih enggak? Itu antara lain yang gua pelajari," ucap Pahala.
 
Meski belum bisa membeberkan secara rinci total harta yang diurus Rafael dengan cara di atas, namun Pahala menduga jika nominal kekayaan tersebut terbilang fantastis. Karena, dugaan kekayaan itu di luar dari LHKPN sekitar Rp56,1 miliar milik Rafael.
 
"Gede lah. Beberapa yang gua tahu itu terkait nama orang. Tanah, properti. Timnya kemarin cerita ya itu beberapa pakai nominee. Properti semua banyak di Yogja, dia pede sudah dilaporkan semua (dalam LHKPN)," tutur dia.
 
"Kalau pakai nama orang lain, kan kata lu nominee, kalau kata dia ya bukan dia yang beli. Masa dituduh beli atas nama tetangga gua. (kita) tanya tetangga gua mampu enggak beli segini," tambah dia.
 
Kekayaan Mencurigakan
 
Padahal, Menko Polhukam Mahfud MD telah menyebut Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah menemukan adanya transaksi keuangan mencurigakan dalam rekening pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo, ayah dari Mario Dandy Satrio. Menurut Mahfud, PPATK sudah mengirim laporan mencurigakan tersebut sejak 2012.
 
"Laporan kekayaan yang bersangkutan di PPATK itu sudah dikirimkan oleh PPATK sejak tahun 2012, tentang transaksi keuangannya yang agak aneh," ujar Mahfud dalam keterangannya, Jumat (24/2/2023) lalu.
 
Mahfud menyebut, laporan transaksi mencurigakan milik Rafael ini belum ditindaklanjuti oleh KPK. Kini Mahfud meminta agar lembaga antirasuah mengusutnya.
 
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), kekayaan Rafael Alun meningkat drastis dalam kurun waktu 10 tahun. Tahun 2011, Rafael tercatat melaporkan harta kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebanyak Rp19,49 miliar dan USD 100.000.
 
Kala itu, Rafael masih berstatus Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak di Sebelum bertugas di Kanwil DJP Jawa Tengah I di tahun 2013. Kini, saat dirinya menjabat sebagai Kepala Bagian Umum Kanwil DJP Jakarta Selatan II, tercatat memiliki harta kekayaan senilai Rp56,1 miliar.
 
Sumber : Merdeka.com

Post a Comment

0 Comments