Ticker

7/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Melawan Pungli di Sekolah

Oleh : Indonesia Corruption Watch (ICW)

Gambar Ilustrasi. @Oke,line.com


MAJALAHJURNALIS.ComDikutip dari laman Indonesia Corruption Watch (ICW). Ada Pungutan Liar di Sekolah? Sekolah, tempat siswa menimba ilmu dan mengasah nilai integritas, masih terkontaminasi praktik pungutan liar (pungli). Mirisnya, sejumlah kasus pungli di sekolah yang terungkap menunjukkan pungli bisa terjadi mulai tahap Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) hingga pengambilan ijazah kelulusan. Pungli adalah perilaku koruptif yang perlu dilawan.
 
Pungli di sekolah akan membuat akses pendidikan menjadi lebih mahal. Tidak menutup kemungkinan pungli dapat mengakibatkan putusnya akses warga terhadap pendidikan. Lebih parah lagi, pungli dan segala bentuk korupsi di sekolah dapat membuat peserta didik yang merupakan generasi penerus bangsa semakin akrab dengan perilaku koruptif.
 
Sumber Pendanaan Sekolah
 
Pungli kerap berkedok kebutuhan pembiayaan sekolah. Maka sebelum membahas pungli lebih jauh, mari kita berkenalan dengan sumber anggaran sekolah. Anggaran sekolah yang diselenggarakan pemerintah (sekolah negeri) dapat berasal dari:
 
Negara: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Bantuan Operasional Sekolah (BOS) reguler untuk sekolah dasar hingga menengah yang memenuhi persyaratan. BOS kinerja untuk sekolah dasar hingga menengah yang berkinerja baik. Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) reguler dan kesetaraan. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) berbentuk BOS Daerah (BOSDA)
 
Non Negara: Sumbangan dari peserta didik maupun pemangku kepentingan lainnya Bantuan lembaga lain atau pihak asing yang tidak mengikat Sumber lain yang sah Ingat! Sekolah negeri tidak mengenal pungutan. Namun untuk sekolah yang diselenggarakan pihak swasta, pungutan dari peserta didik menjadi salah satu sumber anggaran sekolah.
 
Pungli di Sekolah
 
Apa itu Pungutan Liar? Pungutan adalah istilah yang dikenal dalam kerangka sumber anggaran sekolah. Namun, peraturan yang berlaku hanya memperbolehkan pungutan di sekolah swasta. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Permendikbud No. 44 tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar
 
Dalam semangat “pendidikan adalah hak” dan kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakan wajib belajar tanpa pungut biaya, seharusnya sekolah swasta pun tidak ada pungutan dan pembiayaannya menjadi tanggung jawab negara. Namun hari ini, masih ada problem mengenai penuntasan kewajiban negara tersebut.
 
Meski regulasi sudah melarang, pungutan banyak terjadi di sekolah negeri. Disinilah pungutan menjadi pungutan liar! Mengapa? Sebab sudah terdapat larangan pungutan di sekolah negeri, baik oleh pihak sekolah maupun komite sekolah. Apakah sekolahmu bebas pungli? Jangan buru-buru menjawab tidak! Kita perlu jeli, sebab:
  • Istilah pungutan seringkali disamarkan dengan istilah “sumbangan” atau “iuran” sukarela.
  • Pelaku pungutan bukan hanya pihak sekolah atau komite sekolah, melainkan pihak lain yang tidak dikenal dalam regulasi. Misalnya, koordinator/ pengurus kelas, pengurus angkatan, dan lain sebagainya.
 
Pungli Adalah Korupsi!
 
Pungli adalah salah satu bentuk korupsi. Apabila pungli dilakukan oleh pegawai negeri, misalnya guru atau kepala sekolah, maka pelaku pungli tersebut dapat dikenai Pasal 12 huruf e UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Bunyinya:
 
Pegawai negeri/ penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
 
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar
 
Bagaimana apabila pungli dilakukan oleh non pegawai negeri? Pelaku pungli, siapapun orangnya, dapat dijerat dengan Pasal 368 ayat 1 Kitab UU Hukum Pidana (KUHP), yang berbunyi:
 
“Siapapun yang mengancam atau memaksa orang lain untuk memberikan sesuatu terancam pidana penjara paling lama sembilan tahun.”
 
Mengapa Pungli Terjadi di Sekolah?
 
Anggaran sekolah yang tertutup
Pungli kerap disertai penjelasan tidak cukupnya dana dari pemerintah untuk penyelenggaraan sekolah. Alasan tersebut bisa saja benar, namun perlu disikapi dengan kritis. Apakah anggaran sekolah sudah dikelola dengan partisipatif, transparan, dan akuntabel?
 
Sikap koruptif dan pemborosan
Pungli di sekolah juga terjadi karena adanya perilaku koruptif dan boros. Misalnya, ada pungli yang diperuntukkan untuk perayaan ulang tahun sekolah, perpisahan kelas, atau bahkan untuk memberi hadiah untuk guru. Pengeluaran tersebut bukan kebutuhan. Lebih parah lagi, adapula pungutan yang hasilnya digelapkan (tidak jelas untuk apa).
 
Minimnya pengawasan
Pungli di sekolah juga bisa terjadi karena lemahnya pengawasan dan penindakan. Larangannya ada, tetapi tidak ada pihak yang aktif mengawasi. Korban pungli, misalnya orang tua atau siswa, juga enggan melapor karena khawatir ada dampak negatif yang menimpa mereka (didiskriminasi atau dikucilkan).
 
Ketidaktahuan
Bisa jadi, pelaku dan korban pungli tidak tahu bahwa pungli merupakan tindakan yang dilarang.
 
Beda Pungutan dan Sumbangan
 
Kita sering dibingungkan dengan istilah pungutan dan sumbangan. Pungutan dan sumbangan mempunyai definisi dan ciri yang jelas berbeda menurut Permendikbud No. 44 tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar. Bagaimana membedakannya?
 
Aspek : Tindakan dan Sifat, Bentuk Uang/Barang/Jasa, Sumber, Yang diperbolehkan mengumpulkan.
 
Sumbangan : Pemberian sukarela dan tidak mengikat, Uang, Peserta didik, orang tua/ wali, dan pemangku kepentingan lainnya, seperti, masyarakat, desa, atau lembaga lain, Sekolah, komite sekolah, Sekolah.
 
Pungutan : Penarikan yang bersifat wajib, mengikat, jumlah dan waktu sudah ditentukan, dan memiliki konsekuensi, Peserta didik, orang tua/ wali, swasta.
 
Sumbangan : Sumbangan dapat diberikan secara sukarela oleh masyarakat, peserta didik, atau wali/ orang tua kepada sekolah. Sumbangan ini bertujuan untuk memenuhi kekurangan biaya sekolah. Sesuai Pasal 14 Permendikbud No. 44 Tahun 2012
 
Meski legal, perlu diingat bahwa: “Pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan dana sumbangan dilaporkan dan dipertanggungjawabkan secara transparan kepada pemangku kepentingan pendidikan terutama orang tua/wali peserta didik, komite sekolah, dan penyelenggara satuan pendidikan dasar.”
 
Ciri-Ciri Pungli
 
Untuk memudahkanmu mengenali pungli, mari kenali ciri-ciri pungli dengan analisis sederhana berikut ini:
 
Apakah uang yang diminta bersifat wajib?
Apabila setiap peserta didik atau wali diwajibkan atau diharuskan membayar, maka kegiatan tersebut merupakan penarikan pungutan, bukan sumbangan.
 
Apakah Uang yang Diminta Mengikat?
Bisa jadi, pungli disertai narasi bahwa pembayaran tidak wajib. Namun, adakah konsekuensi apabila kita tidak membayar? Jika ada, pembayaran tersebut bersifat mengikat dan itu adalah ciri pungutan.
 
Bersifat mengikat adalah akan ada konsekuensi atau akibat apabila peserta didik atau wali tidak membayar. Misalnya, ijazah ditahan, ancaman penurunan nilai, sindiran atau bullying, pengucilan, dan konsekuensi lain yang merugikan atau membuat siswa tidak nyaman. Konsekuensi ini bertujuan membuat semua siswa membayar, meski tidak diwajibkan.
 
Apakah ada nominal dan waktu yang sudah ditentukan?
Apabila setiap peserta didik atau wali diwajibkan atau diharuskan membayar, maka kegiatan tersebut merupakan penarikan pungutan, bukan sumbangan. Apabila dalam penggalangan uang terdapat ketentuan nominal uang yang harus diberikan dan memiliki jangka waktu pembayaran, penggalangan uang tersebut adalah pungutan. Ketentuan nominal misalnya menyebutkan secara pasti berapa nominal uang yang harus dibayarkan atau nominal minimalnya, misalnya “Rp 100.000,- atau minimal Rp 100.000,- setiap bulan”.
 
Titik Rawan Pungli
 
1.Pungli di Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)
Pada proses PPDB terdapat larangan sekolah menarik pungutan kepada calon peserta didik. Larangan ini diatur dalam Pasal 27 Ayat 1 Permendikbud No 1 Tahun 2021 tentang PPDB.
 
2. Study Tour/ Company Visit
Sekolah kerap mengadakan acara study tour/ company visit (kunjungan perusahaan). Kegiatan ini merupakan salah satu metode belajar yang diperbolehkan dengan tujuan agar siswa mendapatkan pembelajaran di luar kelas.
 
Namun, study tour bisa disusupi pungli karena biasanya sekolah menetapkan nominal dan jangka waktu pembayaran. Study tour ini juga seringkali diwajibkan. Bahkan sejumlah aduan ke ICW menyebut bahwa siswa yang tidak ikut study tour juga diwajibkan membayar iuran.
 
Adapula sekolah yang “mewajibkan” study tour secara tidak langsung. Misalnya dengan menyebut siswa tidak akan mendapatkan nilai mata pelajaran terkait jika tidak mengikuti study tour. Anehnya, study tourkerap dilakukan diujung tahun ajaran, ketika ujian sudah dilakukan (siswa hanya tinggal menunggu nilai). Hal ini membuat esensi study tour semakin dipertanyakan.
 
3. Program Indonesia Pintar (PIP)
PIP merupakan program bantuan berupa uang untuk peserta didik, termasuk Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk siswa pendidikan dasar hingga menengah. Program ini rawan pungli ataupun pemotongan. Modus yang dilakukan yaitu pemotongan nominal atau permintaan uang yang sering diistilahkan dengan uang “administrasi/ transportasi/ materai” sebagai ganti jasa pengurusan PIP siswa.
 
4. Sumbangan Sukarela dan Infaq
Pungli modus ini biasanya dilakukan dengan meminta siswa dan orang tua untuk memberikan sumbangan atau infaq yang diperuntukkan sebagai biaya yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran siswa maupun kegiatan lain di sekolah. Alasan yang sering digunakan biasanya berupa untuk pembangunan masjid, taman, ekskul, uang buku, uang komputer, infocus, dll.
 
Meskipun sering dilabeli sebagai sumbangan sukarela maupun infaq, tapi nyatanya seringkali nominal maupun waktu permintaan sumbangan tersebut sudah ditentukan tanpa adanya kesepakatan bersama antara pihak sekolah dengan orang tua. Tentu permintaan sumbangan dengan nominal yang ditentukan dan tanpa ada kesepakatan perencanaan tersebut merupakan kategori tindakan pungli yang berkedok sumbangan.
 
Pelaku Pungli
 
Pungli di sekolah dapat dilakukan berbagai pihak, baik itu dari pihak internal sekolah maupun pihak eksternal.
 
Pihak Internal Sekolah
Aktor internal adalah pihak yang berasal dari dalam lingkungan sekolah, misalnya kepala dan wakil kepala sekolah, bendahara sekolah, guru, tata usaha, dan panitia PPDB.

Pihak Eksternal Sekolah
Aktor eksternal merupakan pihak yang tidak termasuk pada struktur sekolah. Misalnya komite sekolah, koordinator kelas (koorlas), komunitas wali murid, koordinator angkatan, dan kelompok wali murid atau siswa dengan istilah lain.
 
Komite sekolah berdasarkan Permendikbud No. 75 Tahun 2016 sudah dilarang melakukan pungutan. Menjadi pertanyaan, bagaimana apabila pungutan dilakukan oleh kelompok lain di luar komite sekolah? Masalah ini menimbulkan tantangan tersendiri sebab aktor eksternal di luar komite sekolah tidak dikenal dalam regulasi yang mengatur pungutan ataupun sumbangan.
 
Meski demikian, pungutan yang terjadi di lingkungan sekolah oleh siapapun kecil kemungkinan tidak diketahui pihak sekolah. Terlebih apabila pungutan dilakukan dengan sistematis dan terstruktur. Sehingga meskipun tidak ada larangan yang diatur dalam regulasi, pihak sekolah seharusnya dapat mengambil langkah proaktif untuk mengoreksi aksi penarikan pungutan atau pungutan berkedok sumbangan tersebut.
 
Apa Yang Bisa Kita Lakukan Ketika Berhadapan Dengan Pungli?
 
Pungli bisa dilawan oleh siapapun. Bahkan, pungli bisa dilawan sedari dini dengan pencegahan oleh pihak internal sekolah, seperti kepala sekolah, guru, komite sekolah, dan lainnya. Misalnya dengan melakukan:
·     Pengawasan internal sekolah
·     Membuka posko pengaduan pungli di sekolah
 
Selain merugikan siswa, melawan pungli juga sejalan dengan
  • Permendikbud No 1 Tahun 2021 apabila pungli berkaitan dengan PPDB.
  • Permendikbud No. 63 Tahun 2023 apabila pungli berkaitan dengan kegiatan yang didanai dana BOS
  • Permendikbud No 75 Tahun 2016 apabila pungli dilakukan oleh Komite Sekolah.
  • Permendikbud No 44 Tahun 2012 apabila pungli dilakukan oleh pihak sekolah negeri.
Kita Bisa Melaporkan Pungli melalui...

  • Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR): LAPOR adalah layanan penyampaian pengaduan masyarakat kepada pemerintah melalui beberapa kanal pengaduan yaitu:
  • Website www.lapor.go.id SMS 1708 (Telkomsel, Indosat, Three)
  •  Twitter @lapor1708
  • Aplikasi mobile (Android dan iOS)
  • Inspektorat daerah atau dinas pendidikan
  • Kanal yang dikembangkan masyarakat sipil

Kiat Aman Lapor Pungli
 
Pungli di sekolah tumbuh subur karena minim pengawasan, pencegahan, dan penindakan. Kondisi ini diperparah dengan keengganan korban pungli melapor karena khawatir mendapat diskriminasi, ancaman, atau stigma.
  • Guru takut mengungkap pungli yang dilakukan kepala sekolah karena khawatir dipecat.
  • Siswa takut melapor pungli karena khawatir mendapat nilai jelek.
  • Wali murid takut melapor pungli yang dilakukan komite sekolah atau koordinator kelas karena takut dikucilkan dari komunitas dan anaknya mendapat perlakuan tidak adil di sekolah.
 
Kemungkinan di atas bisa saja terjadi dan membuat korban pungli mendapat kerugian berlipat. Untuk menghindarinya, kita harus menimbang resiko dan mengatur strategi. Misalnya:
  • Membongkar pungli secara bersama-sama atau beraliansi
  • Menggunakan kanal Whistle Blowing System dan menyampaikan aduan secara anonim kepada pihak pemerintah, seperti inspektorat.
  • Melapor melalui atau bersama-sama dengan organisasi masyarakat sipil, seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI)
  • Identitas pelapor dapat dirahasiakan (anonim)
  • Setelah melaporkan pungli, korban ataupun saksi dapat meminta perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
(Indonesia Corruption Watch Jalan Kalibata Timur No. 6, RT 10/RW 08, Kalibata, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan)

Post a Comment

0 Comments