MAJALAHJURNALIS.Com
- Penegakan hukum dibidang ketenagakerjaan di Indonesia pada kondisi
saat ini tampaknya sedang menghadapi tantangan serius. Berbagai aturan yang
dibuat untuk melindungi pekerja sering kali hanya berakhir sebagai formalitas
belaka. Banyak pihak yang melihat bahwa penegakan hukum ini tidak lagi menjadi
prioritas, sehingga nasib pekerja menjadi semakin rentan dan terpinggirkan. Salah
satu penyebab utama matinya penegakan hukum ketenagakerjaan adalah lemahnya
pengawasan dari pihak yang berwenang dalam hal ini dari Kementerian Tenagakerja
beserta seluruh jajarannya. Pengawas ketenagakerjaan, yang seharusnya menjadi
ujung tombak dalam memastikan setiap aturan ditaati dan dipatuhi oleh semua
pengusaha, sering kali tidak memiliki sumber daya atau independensi yang
memadai. Kondisi ini menyebabkan banyak pelanggaran di tempat kerja,mulai dari
tidak dibayarnya upah sesuai ketentuan, pemutusan hubungan kerja sepihak,
hingga pelanggaran hukum tentang kesehatan dan keselamatan kerja dibiarkan
begitu saja tanpa tindakan berarti. Selain
itu, lemahnya sanksi terhadap para pelaku pelanggaran undang-undang tentang
ketenagakerjaan juga menjadi masalah besar. Dalam banyak kasus diperusahaan
yang terbukti melakukan pelanggaran hukum ketenagakerjaan, hanya dikenakan
sanksi ringan, bahkan sering kali hanya teguran, sehingga akibatnyatidak memberikan efek jera bahkan cenderung
melakukan perbuatan mengulang. Dampak
berikutnya pengusaha nakal yangtidak
bertanggung jawab merasa kebal hukum, tidak ada konsekuensi serius atas
pelanggaran yang mereka lakukan. Kondisi ini menciptakan lingkungan kerja yang
tidak sehat dan semakin memperburuk posisi tawar pekerja. Ketidakadilan
ini diperparah oleh lemahnya akses pekerja untuk memperolehkeadilan. Proses pengaduan dan penyelesaian
perselisihan hubungan industrialsering
kali berbelit-belit, memakan waktu lama, dan memerlukan biaya yang tidak
sedikit jumlahnya, sebagai contoh seorang pekerja yang tinggal jauh dari
ibukota provinsi dengan jarak kurang lebih 300 Km, tidak akan mampu melanjutkan
gugatannya hingga kepengadilan, penyebabnya kepada mahalnya biaya yang harus
dikeluarkan, yang meliputi biaya akomodasi yang terdiri dari biaya,
transportasi, makanan dan minuman dan penginapan, belum termasuk biaya
pendaftaran gugatan dan biaya jasa penasehat hukum dalam setiap kali
persidangan dan biaya under table atau dibawah meja. Kalau
memang pemerintah memiliki kepekaan dan kepedulian kepada pekerja untuk
memperoleh keadilan dan akses hukum seharusnya Pengadilan Perselisihan Hubungan
Industrial (PPHI) ada disetiap Kabupaten/ Kota tidak tersentralistik di PPHI
pada Pengadilan Negeri yang ada di ibukota Provinsi seperti kondisi sekarang
ini. Selain
permasalahan pada mahalnya biaya untuk memperoleh keadilan dan akses hukum,
pekerja yang ingin memperjuangkan haknya, juga sering dihadapkan pada birokrasi
yang rumit dan keberpihakan aparat kepada pihak pengusaha dan keberpihakan
pemerintah kepada pengusaha bukan lagi menjadi rahasia umum yang harus
ditutup-tutupi. Persoalan
sulitnya mendapat keadilan ini akhirnya banyak pekerjamemilih untuk menerimaketidak adilan tersebut karena khawatir
akandampak yang lebih buruk bagi
kehidupan dan keluarganya, memilih untuk pasrah hak-haknya dicurangi oleh
pengusaha. Matinya
penegakan hukum ketenagakerjaan bukan hanya berdampak pada pekerja secara
individu, tapi juga menciptakan budaya ketidakadilan yang merusak tatanan
sosial dan ekonomi. Pemerintah, pengusaha, dan masyarakat harus menyadari bahwa
ketenagakerjaan yang adil dan manusiawi adalah pondasi bagi pembangunan yang
berkelanjutan. Untuk itu, diperlukan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk
menghidupkan kembali penegakan hukum ketenagakerjaan, mengutamakan hak pekerja,
memberikan sanksi tegas bagi pelanggar, serta memastikan sistem pengawasan yang
efektif dan independen. Tanpa
penegakan hukum yang adil, para pekerja akan terus menjadi korban dari sistem
yang timpang. Saatnya untuk mengubah keadaan ini dan memastikan bahwa setiap
pekerja di Indonesia mendapatkan perlindungan yang mereka butuhkan dan layak
terima. Hukum
ketenagakerjaan harus kembali ditegakkan dengan serius, demi mewujudkan
keadilan sosial dan memastikan hak-hak pekerja dihargai dan dihormati. (Penulis
adalah Aktivis Buruh di Sumatera Utara)
0 Comments