MAJALAHJURNALIS.Com (Jakarta) - Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman (foto) mengungkapkan
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana alias KUHAP masih berpeluang batal
disahkan. Menurut dia,
pembahasan revisi KUHAP tersebut beserta draf RUU-nya berdasarkan aspirasi dari
masyarakat. Maka bukan tidak mungkin, kata dia, aspirasi dari publik juga bisa
membatalkan proses revisi tersebut. "Bisa
saja RUU KUHAP tidak jadi disahkan. Hal tersebut bisa terjadi (jika) para
penolak KUHAP berhasil meyakinkan para pimpinan partai untuk membatalkan
pengesahan KUHAP," kata Habiburokhman di Jakarta, Rabu (16/7/2025). Dia mengatakan
bahwa banyak sekali masyarakat yang menyambut gembira poin-poin yang telah
disepakati. Namun di sisi lain, masih ada juga pihak-pihak yang mengecam DPR
karena tidak setuju dengan pembahasan revisi KUHAP. Menurut dia,
mustahil jika sebuah UU menyerap seluruh aspirasi dari seluruh elemen
masyarakat. Sebab, kata dia, aspirasi masyarakat tidak sepenuhnya sama antara
satu sama lain. "Bahkan
aspirasi Ketua Komisi III pun tidak sepenuhnya bisa diakomodir," kata dia. Namun yang
perlu digarisbawahi, menurut dia, Komisi III DPR memastikan proses pembentukan
UU KUHAP secara transparan dan partisipatif sudah dilakukan maksimal. Begitu
juga ketentuan-ketentuan penting dan sangat reformis sudah dimasukkan. Urgensi RUU KUHAP Dia menilai
saat ini sudah sangat urgen untuk segera mengganti KUHAP 1981 dengan KUHAP baru
yang jauh lebih berkualitas. Jika KUHAP tidak direvisi, menurut dia, maka
korban-korban korban KUHAP lama akan terus berjatuhan karena hukum acara pidana
yang belum memungkinkan tercapainya keadilan. "Belajar
dari kegagalan pembentukan KUHAP 2012, yang baru bisa berjalan lagi 2024, saya
perkirakan kita akan menunggu 12 tahun lagi untuk mengganti KUHAP 1981,"
katanya. Dia
menjelaskan bahwa saat ini pembahasan RUU KUHAP telah memasuki pembahasan Tim
Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin) di Komisi III DPR RI. Saat ini
tim tersebut sedang melakukan peralihan redaksi pasal-pasal yang sudah disepakati
dalam pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Secara teknis,
menurut dia, poin-poin yang telah disepakati di Komisi III masih bisa berubah
di Paripurna, karena pada prinsipnya pemegang hak membentuk UU adalah seluruh Anggota
DPR bersama pemerintah . Menurut dia,
sudah banyak sekali ketentuan bersifat reformis yang telah disepakati dalam
Panja. Di antaranya, menyepakati penguatan hak warga negara yang berurusan
dengan hukum dan peran advokat sebagai pendampingnya, reformasi institusi
penahanan sehingga syarat penahanan menjadi sangat objektif, hingga dimasukkannya
ketentuan keadilan restoratif. Sumber : Merdeka.com
0 Komentar