Ticker

7/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

DPP FIB Sumut Tolak Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 karena ada Proses Kesempatan Perzinahan

 

Ustadz Zulkifli Rangkuti, S.Pdi yang selalu disapa UZR dan M. Ilham, SH, MH. @Majalahjurnalis.com

MAJALAHJURNALIS.Com (Medan) - Ketua DPP FIB Sumut (Dewan Pimpinan Pusat Forum Islam Bersatu Sumatera Utara) Ustadz Zulkifli Rangkuti, S.Pdi kepada Majalahjurnalis.com, Rabu (10/11/2021) menilai muatan Permendikbudristek tersebut bertentangan dengan norma-norma agama, Pancasila dan budaya di Negara ini.

Dikatakannya lagi, Islam tidak membenarkan hal-hal tersebut terjadi sebelum pasangan itu dihalalkan dengan menikah, Redaksi dalam pasal tersebut ada menyebutkan apabila, "Tanpa Persetujuan"

Hal itu menyimpulkan adanya proses kesempatan perzinahan yang dapat dilakukan diperguruan tinggi bagi mahasiswa dan mahasiswi yang di legalkan apabila antar keduanya mau sama mau melakukan hal yang dilarang agama.

Makna yang tersirat dari redaksi tersebut akan membuka seluas-luasnya generasi muda Indonesia untuk melakukan Sex Bebas yang apabila itu terjadi maka  akhirnya  menyebabkan bencana dan bala  yang akan diturunkan Allah SWT kepada siapapun yang tinggal di bumi Alllah ini, Nau Zubillahi Minjalik.

“Dalam kesempatan ini kami minta agar peraturan tersebut dicabut. Kata Ustadz Zulkifli Rangkuti yang sering disapa dengan sebutan Ustadz UZR.

Ditempat yang terpisah, Direktur Hukum DPP FIB SU, M. Ilham, SH kepada Majalahjurnalis.com menyampaikan bahwa dalam membuat suatu peraturan maka harus dilakukan tahapan yaitu Substansi, Struktur dan Culture.

Apakah aturan yang diterbitkan tidak melanggar Kebudayan dan Adab Masyarakat yang dikenal dengan budaya ketimuran dan melanggar norma-norma agama yang ada di Indonesia, selain itu dikaji dari Substansi apakah produk hukum yang diterbitkan tidak bertentangan dengan nilai-nilai kapatutan dan bertentangan   dengan nilai-nilai yang ada pada  masyarakat tahapan berikutnya yaitu  Struktur apakah produk hukum yang dihasilkan tidak bertentangan dengan peraturan yang telah ada sebelumnya.

Seperti pada Pasal 5 Ayat (2) huruf l dan M. Pada huruf tersebut tercantum pengertian tentang kekerasan seksual yang dibatasi yaitu Tanpa Persetujuan Korban.

Pengaturan terkait Tindak Pidana Asusila di Indonesia dapat ditemukan dalam BAB XIV Buku II dan BAb VI Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang antara lain mengatur mengenai Perzinahan, Pencabulan, Perkosaan dan Tindak Pidana Terhadap Kesopanan Kesusilaan.

Sebaliknya jika ada persetujuan atau suka sama suka, hal tersebut tidak dimasukkan ke dalam kekerasan seksual, Kalau itu yang terjadi, terjadilah  kemunduran hukum di Indonesia.

Menindaklanjuti Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi. Menurut penjelasan Pasal 36 juncto Pasal 10 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 adalah antara lain Kekerasan Seksual, Masturbasi atau Onani. Dengan ancaman pidana, berupa pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5 Milyar.

Dir Hukum FIB Sumut menilai Produk hukum yang dihasilkan Nadim Makarim melalui Permendikbudristek bertentangan dengan kepatutan dan bertentangan dengan aturan-aturan yang telah ada.

Kami berharap Permendikbudristek tersebut dicabut agar tidak terjadi kekacauan supremasi hukum di negara ini, kata Ilham diakhir statementnya. (TN)

Post a Comment

0 Comments