MAJALAHJURNALIS.Com (Deliserdang) –
Terkesan Pemerintah Indonesia saat ini melupakan keberadaan masyarakat Melayu
khususnya di Medan dan Deli Serdang maupun yang berada disekitarnya. Hal
itu diutarakan Fadli Kaukibi, SH, CN (foto)
Anak Melayu Serdang yang juga pemerhati Pertanahan Sumatera Utara juga pemilik
Ponpes Al Faiz di Bandar Klippa Percut Sei Tuan kepada Majalahjurnalis.com,
Rabu (1/2/2023). Menurutnya,
masih tidak kami lupakan sebagai Anak Melayu saat peristiwa Maret 1946 dimana
terjadi pembunuhan, penghancuran simbol-simbol Melayu, pembunuhan turunan
Kerajaan Melayu, Pemimpin-Pemimpin Melayu, Pemuka dan Cendikiawan Melayu atas
topeng Revolusi Sosial, kami menganggap itu konspirasi terhadap Anak Melayu. Hanya
baru 6 bulan saja setelah Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia 17 Agustus
1945, dimana komunikasi belum bisa efektif, serasa Anak Melayu tidak diberi
ruang bicara untuk mengaspirasikan Hak Politiknya, Petinggi Melayu dihabisi, dibunuhi
lalu Hak Ekonominya, Hak Politiknya dan Sumber Daya Alam Tanah Melayu leluhurnya
dirampas dan dilenyapkan dari muka bumi Ibu Pertiwi. Lihatlah!
Kini ratusan turunan Keluarga Kerajaan Melayu di Istana Maimun tidak bersuara
atas keadaannya dan Anak Melayu juga didiskredikan, digusur, diintimidasi fisik
dan atas nama hukum,mulai dari tanah
pertaniannya, huniannya bahkan sarana sosial pendidikannya juga. Tak
ada Pemulihan Hak Atas Bumi Melayu (Reclaiming Action), Anak Melayu seperti dianggap
perampok saat bercocok tanah dan menghuni ditanah yang dahulu dikelola oleh orangtuanya,
pendahulu bahkan leluhurnya. Sementarakonglomerat direkom, direstui ratusan hektar
oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah
Kabupaten Deli Serdang. Saat
ini Anak Melayu jadi menumpang ditanah leluhurnya. Tanah leluhurnya dirampas
bahkan dikuasai oleh konglomerat saat ini, Anak Melayu tak bisa berbuat apa-apa. Inikah
arti kemerdekaan yang membawa Keadilan dan Kesejahteraan yang dimaksud oleh para
petinggi di NKRI untuk Anak Melayu??? Naif,
peristiwa ini mirip sekali nasibnya seperti suku Indian di USA dan Aborigin di
Australia. Ntah
kapan Pengakuan pasal 3 dan pasal 5 UU Pokok Agraria diberikan pada Anak Melayu. Mungkin hanya dalam mimpi, pungkas
Fadli. (TN)
0 Komentar