Ticker

7/recent/ticker-posts

Kalo Mafia Tanah Sudah Bermain, Semua Pun Lemah Termasuk Keluarga Almarhum Budi Harjo di Sleman

 

Kalo Mafia Tanah Sudah Bermain, Semua Pun Lemah Termasuk Keluarga Almarhum Budi Harjo di Sleman
Sri Panuntun, korban mafia tanah yang kini jadi tersangka.@Beritasatu.com/Olena Wibisana.


MAJALAHJURNALIS.Com (Sleman)  - Dugaan praktik mafia tanah kembali mencuat di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tepatnya di Kecamatan Depok, Sleman.
 
Kali ini, keluarga almarhum Budi Harjo, warga Maguwoharjo, harus menelan pil pahit karena tanah warisan mereka seluas 800 meter persegi hilang, dan lebih tragisnya lagi, sang anak justru dijadikan tersangka.
 
Kisah ini bermula pada tahun 2014 ketika seseorang berinisial YK mendatangi Budi Harjo dan membujuk agar tanah sawah miliknya dijual. Namun, Budi Harjo menolak.
 
Ia bersedia jika dilakukan tukar guling karena status tanah tersebut masih letter C, belum bersertifikat.
 
YK pun menyanggupi. Ia berjanji akan membantu mengurus sertifikat tanah sebelum dilakukan tukar guling.
 
Namun setelah beberapa waktu, janji tersebut tak kunjung ditepati. Bahkan, setelah Budi Harjo meninggal dunia, YK menghilang dan tidak bisa dihubungi.
 
Merasa ada kejanggalan, Sri Panuntun sebagai ahli waris kemudian mencoba mengurus sertifikat tanah orang tuanya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan cara membuat duplikat sertifikat menggantikan yang hilang. Namun, upaya ini justru menjadi awal bencana hukum.
 
Pada tahun 2022, Sri Panuntun dilaporkan ke Polda DIY oleh seseorang bernama ST yang mengeklaim telah membeli tanah tersebut dari YK. Laporan tersebut menyebut adanya dugaan pemalsuan dan sumpah palsu terkait pengurusan sertifikat.
 
“Di tahun 2022 kami dilaporkan ke Polda atas tuduhan sumpah palsu. Selang beberapa bulan, saya distatuskan sebagai tersangka. Kami orang awam, hanya ibu rumah tangga yang tidak tahu apa-apa tentang hukum. Kami hanya berusaha membela hak kami yang dizalimi,” ujar Sri Panuntun, Sabtu (21/6/2025).
 
Status tersangka ini membuat keluarga korban merasa bahwa mereka bukan hanya kehilangan hak atas tanah, tetapi juga keadilan.
 
Pihak keluarga melalui kuasa hukumnya, Chrisna Harimurti menyoroti lemahnya alat bukti dari pihak pelapor. Salah satu poin yang dipermasalahkan adalah bukti pembayaran sebesar Rp 2,3 miliar yang hingga saat ini tidak bisa dibuktikan secara sah oleh pihak pelapor ST.
 
“Menurut pembeli, ST membayar lima kali secara bertahap kepada YK, tetapi bukti transfernya tidak ada. Karena itu kami meminta penyidik untuk melakukan gelar perkara khusus dan mengecek kembali semua bukti dan saksi dalam BAP,” tegas Chrisna.
 
Ia juga menyampaikan, pihak keluarga berharap agar proses hukum berjalan objektif dan polisi dapat mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) karena tidak cukup bukti untuk menetapkan Sri Panuntun sebagai tersangka.
 
Kini, keluarga almarhum Budi Harjo hanya berharap pada dukungan publik dan ketegasan penegak hukum. Mereka menilai situasi ini sebagai bentuk ketidakadilan yang kerap terjadi dalam kasus mafia tanah, di mana korban justru dikriminalisasi.
 
“Kami hanya ingin keadilan. Tanah itu milik orang tua kami. Kenapa kami yang malah dikriminalisasi, sementara makelar tanahnya menghilang dan tidak diproses hukum?” ujar Sri Panuntun dengan mata berkaca-kaca.
 
Kasus ini menambah daftar panjang praktik mafia tanah yang merugikan masyarakat kecil. Pemerintah dan aparat penegak hukum pun diharapkan serius memberantas mafia tanah, bukan hanya di Yogyakarta, tetapi di seluruh Indonesia.
Sumber : Beritasatu.com

Posting Komentar

0 Komentar