MAJALAHJURNALIS.Com
- Ada pertanyaan dari
pembaca Yohanes di Jakarta dirublik Hukum Online.Com mengenai status tanah Eigendom Verponding.
Kalau sampai sekarang masih ada tanah Eigendom Verponding yang
masih bisa ditransaksikan dengan syarat-syarat tertentu.
Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok
Agraria, tanah Eigendom Verponding sudah tidak ada lagi, karena sudah harus
dikonversikan ke dalam hak-hak tanah yang baru (Hak Milik, Hak Guna Bangunan, hak Guna Usaha). Sebenarnya,
bagaimana mengenai status tanah Eigendom Verponding tersebut?
Lalu dijawab dengan Ulasan Lengkap seperti Dalam buku “Kamus
Hukum” terbitan Indonesia Legal Center Publishing, eigendom berarti
hak milik mutlak. Sedangkan, verponding artinya sebagai harta
tetap.
Selain
itu, istilah verponding dalam UU No. 72 Tahun 1958 tentang Pajak Verponding Untuk Tahun-Tahun 1957 dan
Berikutnya digunakan untuk menyebut salah satu jenis pajak
yang dikenakan terhadap benda-benda tetap (tanah). Pada praktiknya, seperti
juga dilakukan oleh Mahkamah Agung dalam Putusan No. 34 K/TUN/2007 istilah eigendom
verponding digunakan untuk menunjuk suatu hak milik terhadap suatu
tanah.
Pengaturan eigendom sendiri
berada di Pasal 570 Buku ke-2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) dan
telah dinyatakan dicabut oleh UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”).
Kemudian, Pasal I ayat (1) Bagian Kedua UUPA mengatur tentang
konversi hak atas tanah eigendom menjadi hak milik.
UUPA
tidak mengatur mengenai definisi konversi hak atas tanah. Namun, menurut buku “Konversi
Hak-Hak Atas Tanah” karangan AP. Parlindungan (hlm. 1),
pengertian konversi hak atas tanah adalah bagaimana pengaturan dari hak-hak
tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA (dalam hal ini, hak eigendom) untuk
masuk dalam sistem dari UUPA, yakni kegiatan menyesuaikan hak-hak atas tanah
lama menjadi hak-hak atas tanah baru yang dikenal dalam UUPA.
Selain
itu, menurut buku “Hukum Pendaftaran Tanah” karangan Yamin
Lubis et.al. (hlm. 218), pemberlakuan konversi terhadap
hak-hak barat (termasuk eigendom) dilakukan dengan pemberian batas
jangka waktu sampai 20 tahun sejak pemberlakuan UUPA. Artinya, mensyaratkan
terhadap hak atas tanah eigendom dilakukan konversi menjadi
hak milik selambat-lambatnya tanggal 24 September 1980.
Namun,
ternyata memang sampai saat ini masih ada tanah-tanah berstatus eigendom yang
belum dikonversi. Menurut Yamin Lubis et.al. (hlm. 225),
terhadap tanah yang masih berstatus eigendom tersebut masih
dapat dilakukan konversi menjadi hak milik. Dalam praktik selama ini, sebelum
berlakunya PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP
24/1997”), proses konversi hak atas tanah yang berasal dari hak-hak barat
(termasuk eigendom) dapat langsung dilakukan konversinya sepanjang pemohonnya
masih tetap sebagai pemegang hak atas tanah dalam bukti-bukti lama tersebut
atau belum beralih ke atas nama orang lain, serta ada peta/surat ukurnya, maka
pembukuannya cukup dilakukan dengan memberi tanda cap/stampel pada alat bukti
tersebut dengan menuliskan jenis hak dan nomor hak yang dikonversi.
Lalu,
dijelaskan juga oleh Yamin Lubis et.al. (hlm. 220), setelah
berlakunya PP 24/1997, pelaksanaan konversi hak atas tanah tersebut oleh PP
24/1997 disebut dengan istilah pembuktian hak lama. Pasal 24 ayat (1)
PP 24/1997 mengatur bahwa:
Untuk
keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak
lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa
bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan/atau, pernyataan yang bersangkutan
yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara
sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara
sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak
lain yang membebaninya.
Dari
pengaturan PP 24/1997 tersebut, kiranya jelas sampai saat ini konversi tanah
eigendom masih dapat dilakukan melalui pendaftaran hak-hak lama, sehingga
statusnya berubah menjadi hak milik. (Sumber tulisan
ini dikutip dari Hukum Online.Com)
0 Comments