 |
Rustauli Aritonang, SH semasa masih aktif bertugas. (foto diambil dari akun fb pribadinya). @Majalahjurnalis.com
|
MAJALAHJURNALIS.Com (Medan) – Kasus saling lapor
yang terjadi di Polsek Lima Puluh dan Polres Batu Bara saat ini hangat
dibicarakan publik dan sudah menjadi buah bibir dikalangan Netizen dan juga
menjadi kejaran awak media didalam memburu berita yang akan diinformasikan
kepada publik.
Kita masih ingat berkas
perkara Laporan Polisi No. LP/117/XI/2019/SU/Res B. Bara/Sek L. Puluh tanggal 16
Nopember 2019 atas Nama Pelapor Doli Tua Sitompul yang terlapor adalah Nanda
Athasi dan telah di P-21 kan di Kejaksaan Negeri (Kajari) Batu Bara.
Sementara kasus Laporan
Nanda Nomor: STPL/23/II/2020/Batu Bara tentang Dugaan Pemalsuan Surat yang
diduga dilakukan Doli Tua Sitompul terkesan dikesampingkan di Polres Batu Bara.
Yang menarik dari kasus
ini, yakni setelah dinyatakan lengkap (P-21), pihak Kajari Batu Bara dengan Barang
Bukti (Kwitansi) palsu (red-Hasil gelar Perkara di Polda Sumut), bahwa masing-masing
pihak melakukan perdamaian didepan Notaris dan diumumkan melalui media You Tube.
Sehingga memicu polemik ditengah-tengah masyarakat yang paham tentang peraturan
dan hukum yang berlaku.
Menyikapi itu semua,
Majalahjurnalis.com dan Jurnalis (Majalah Cetak) mencoba menelusuri temuan
tersebut dan dikonfirmasikan kepada Rustauli Aritonang, SH mantan Kasi Pidum
Kejari Simalungun dan mantan Pemeriksa Keuangan dibidang Pengawasan Kejaksaan
Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu).
Rustauli Aritonang, SH
yang berhasil dihubungi Majalahjurnalis.com dan Jurnalis (Majalah Cetak), Senin
(25/10/2021) sore, mencoba menggali temuan tersebut menjadi informasi publik
agar masalah ini yang telah Booming di media sosial dapat terjawab dengan
informasi-informasi menarik untuk para pembaca setia Majalah Jurnalis.
Menurutnya, kasus
saling lapor di Polsek Lima Puluh dan Polres Batu Bara sangat menarik, sebab
seperti kasus laporan di Polsek Lima Puluh berkasnya sudah dinyatakan P-21 dan Pengaduan
timbal-balik di Polres Batu Bara terkesan dikesampingkan dan menariknya
masing-masing pihak telah berdamai didepan Notaris padahal kasusnya yang dilimpahkan
dari Polsek Lima Puluh telah di P-21 kan di Kajari Batu Bara seperti yang saya
baca dibeberapa media online.
Sebelumnya perlu
diketahui dulu, ucapnya dan dilanjutkannya kembali, bahwa sebelum berkasnya di
Kajari Batu Bara di P-21 kan, akan tetapi terlebihdahulu di P-19 kan dengan
artian berkas belum lengkap, maka diminta kepada pihak penyidik untuk
melengkapi berkas tersebut dan itulah yang dilakukan David Silitonga saat itu
masih menjabat Jaksa (JPU Peneliti) di Batu Bara.
Kalau Jaksa David
Silitonga dipindahtugaskan ke Kajari Medan, maka petunjuk (P-19) tersebut wajib
ditindaklanjuti oleh Jaksa baru yang menggantikannya, karena Jaksa itu adalah
satu dan tidak terpisah-pisahkan di Republik Indonesia ini.
Kalau Jaksa yang baru menyatakan
berkas Perkara atas laporan Doli Tua Sitompul Sudah Lengkap (P-21), berarti pihak penyidik telah memenuhi
seluruh petunjuk (P-19) Jaksa sebelumnya (red-David Silitonga)
Akan tetapi ini telah
menjadi perhatian publik, bahwa perkara ini adalah Hutang-Piutang (red-Ferari)
yang ada jaminannya yaitu mobil Avanza dan kemudian barang bukti kwitansi yang
dikemukan pelapor doli adalah palsu (red-hasil gelar perkara di Polda Sumut
tanggal 21 September 2021). Kenapa Dinyatakan Lengkap (P-21) oleh Jaksa yang
baru???
Yang menjadi
pertanyaan, Mengapa setelah di P-21- kan belum juga disidangkan di PN Batu
Bara? Jawabnya mungkin pihak penyidik belum menyerahkan Tersangka dan Barang
Bukti (TAHAP II) ke pihak Kajari Batu Bara, padahal terdakwanya adalah seorang PNS
di Pemkab Batu Bara seharusnya ini tidak sulit untuk menghadirkannya.
Jadi kasusnya saat ini
sudah Booming tentang perkara Penipuan dan Penggelapan di Polsek Lima Puluh sebesar
410 juta rupiah sesuai laporan Doli Tua Sitompul dengan barang bukti kwitansi
palsu. Sementara berdasarkan kwitansi aslinya, terdakwa hanya meminjam uang sebesar
110 juta rupiah kepada Tuti bukan kepada Doli Tua Sitompul. Apalagi pada
tanggal 21 September 2021 Kwitansi yang dijadikan Barang Bukti di Polsek Lima
Puluh sudah melewati proses Labfor di Polda Sumatera Utara yang menyatakan 410
juta itu adalah rekayasa yang sebenarnya adalah 110 juta rupiah, jadi ada indikasi
pemalsuan dan barang buktinya palsu.
Disini saya jelaskan,
ujar Rustauli Aritonang, bahwa P-21 TAHAP 1 masih penyerahan berkas Perkara
dalam bentuk surat-menyurat, setelah Jaksa menerima berkas tersebut dalam waktu
7 hari sudah menentukan sikap, apabila berkas perkara belum lengkap, sehingga
dalam waktu 14 hari sesuai KUHAP, maka berkas dapat dikembalikan ke pihak
penyidik dengan memberikan petunjuk-petunjuk (P-19) untuk dilengkapi oleh pihak
penyidik.
Jadi sebenarnya kasus
yang ditangani Kejaksaan Negeri Batu Bara tidak ada alasannya untuk tidak melimpahkan
Perkara ke Pengadilan untuk disidangkan, apabila pihak penyidik telah
menyerahkan tanggungjawab Terdakwa dan Barang Bukti (TAHAP II) ke pihak
Kejaksaan.
Diduga kemungkinan
kasusnya atas nama Nanda Athasi dan Indarti Mira Dinata belum memasuki pada TAHAP
II, padahal terdakwanya adalah seorang PNS, sebenarnya pihak penyidik tidak
sulit untuk menyerahkan berkas dan terdakwa agar dapat masuk menjadi TAHAP II
demi kasusnya dapat disidangkan sehingga tidak menjadi bahan pembicaraan
terhadap kinerja yang kurang baik dilihat oleh masyarakat terhadap penegakkan
hukum di Indonesia khususnya di Sumatera Utara.
Walaupun mereka telah
berdamai akan tetapi perdamaian itu tidak menutup kasusnya dan kasusnya tetap
berlanjut karena ini bukan perkara delik aduan, apalagi kasusnya telah P-21 di
Kajari Batu Bara, maka Kejaksaan Negeri Batu Bara wajib menyidangkan kasusnya di PN
Batu Bara.
Apabila perkara yang
sulit pembuktiannya, karena ini menyangkut hutang-piutang dan ada jaminannya sebaiknya
sebelum menyatakan P-21 dimohonkan diekspos (gelar perkara) di Kejati Sumatera
Utara, untuk menghindari ketidakpastian dan rasa keadilan terhadap kedua
belah-pihak yang bertikai.
Setelah saya cermati
didalam berita online mengenai perkara timbal-balik pelapornya adalah Nanda
Athasi mengenai perkara pemalsuan surat (Melanggar Pasal 263) perkara ini tidak
mungkin dihentikan oleh pihak penyidik kepolisian apabila mereka berdamai,
karena perbuatan Pemalsuan Surat
adalah tindakan kejahatan bukan delik aduan yang bisa dicabut disetiap tingkatan
penegakkan hukum.
“Apabila temuan ini tidak
diluruskan demi penegakkan hukum yang berkeadilan, maka ini bisa menjadi preseden
buruk kedepannya. Sehingga masyarakat pada
umumnya akan berusaha berdamai walaupun sudah P-21 agar perkaranya dapat selesai
tanpa proses sidang. Jadi untuk apa ada Pengadilan? Untuk apa ada Kejaksaan?
Toh semua bisa diselesaikan secara berdamai sehingga tidak ditindaklanjuti lagi,”
ujarnya mengakhiri. (TN)
0 Comments