Konglomerat Bangun Tanpa IMB di tanah Sengketa dan Setelah
Gusur Paksa Rakyat
Oleh : Fadli
Kaukibi SH, CN
Ketua Umum Laskar Janur Kuning Era 24

MAJALAHJURNALIS.Com
- Fenomena sosial dan ekonomi yang menjurus liberalisme dan monopoli penguasaan tanah serta sumber
daya alam, mineral maupun peluang kerja oleh etnis Tionghoa dalam negeri dan
Tionghoa dari RRC telah bukan lagi rumor, tapi sudah merebak ke seantaro
nusantara.
Konflik penguasaan
tanah di perkotaan dan di pedesaan baik di dataran tinggi sampai pesisir pantai
telah meminggirkan bumi putra.
Walau di lakukan dengan
kekerasan fisik dan menabrak mengangkangi UUPA, PP dan Permeneg Agraria namun
Pihak Instansi Terkait bukan saja tutup mata bahkan ikut serta menurunkan
aparat menggusuri rakyat dari tanah dan huniannya lalu setelah itu menyerahkan penguasaan pada Konglomerat
Tionghoa.
Liberalisasi Penguasaan Tanah di NKRI lebih liberal dari
Negara Liberal. Larangan monopoli penguasaan tanah yang sudah diatur dalam UU
Pokok Agraria Pasal 7, 10,17 serta UUD 1945 di mana hajat hidup orang banyak
seharusnya di kuasai negara kini tidak lagi. Konglomerat Tionghoa menguasai
ratusan ribu,puluhan ribu bahkan sudah ratusan ribu tanah di Nusantara. Dari
Pesisir Pantai sampai dataran tinggi pegunungan.
Kasus Di Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli
Serdang dimana rakyat digusur atas nama Demi Pembangunan ntah Pembangunan
siapa? Tapi setelah aparat Satpol PP Pemkab Deli Serdang yang di back-up TNI
menggusur rakyat lalu di bangun oleh Konglomerat Tionghoa dengan Badan Hukum
PT. CIPUTRA. Walau Kondisi sengketa di PN Lubuk Pakam dan adanya Surat Gubsu
pada Bupati Deli Serdang namun itu Tidak Di Indahkan Konglomerat. Macamnya
Negara ini sudah di kuasai di setir para Cukong.
Ketika Sidang lapangan Hakim PN.lubuk Pakam ke lokasi sungguh
sangat miris Nyeletuk Rakyat, Apa Indonesia ini masih ada?
Miris, artinya Cukong Tionghoa terus membangun tanpa IMB dan
Bupati Deli Serdang serta Camat Labuhan Deli tak berkutik.Padahal jika rakyat
kecil apalagi pribumi maka pastilah di ubrek ubrek Satpol PP.
Sebenarnya menurut UUPA, PP, Permeneg Agraria,PP 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah serta Hasil Keputusan Tim B Plus tahun 2000-2003
telah memberi ruang hukum, hak hukum pada Komunitas Anak Melayu, Warga
Masyarakat, Eks Karyawan serta Fasilitas Umum, Namun setelah 20 tahun tak
kunjung di serahkan, intimidasi fisik dan administrasi ternyata masih di
dilakukan, hukum telah memberi ruang bagi rakyat untuk mendapatkan hak atas
tanah dan huniannya namun bukan hak yang diberi, sangat tragis memilukan
justeru tanah dan hunian di begal dengan tidak memanusiakan manusia. Hegemoni
Tionghoa dalam negeri sungguh sangat meruntuhkan kehidupan bumi putera.
Bumi putra menghadapi ketidakadilan dalam memperoleh
kesempatan dalam menggunakan ,memperoleh milik atas bumi Indonesia sebagai Tanah Leluhurnya.
Nyata bahwa bumi putera harus terhimpit untuk memiliki tanah dan peluang kerja akibat
hegemoni Tionghoa dalam negeri maupun Tionghoa dari luar negeri RRC.
Apakah ini hanya sebatas kompetisi ekonomi dan pasti tidak
ada unsur politis maupun pasti tidak ada ancaman terhadap kelangsungan hidup
bangsa? Apa bisa dipastikan monopoli penguasaan tanah dan masuknya beribu ribu
Tionghoa dari RRC itu tidak ada ancaman
Hankamnas bagi bagi kelangsungan hidup rakyat dan NKRI?
Apakah salah kita sebagai rakyat melihat perbandingan dan
bercermin pada kondisi Tibet, Gibouty yang negerinya dikuasai Asing karena
Hutang menggunung dan Alamnya dikuasai Asing? Apakah BELA NEGARA itu hanya
milik TNI atau POLRI? Jumlah TNI hanya sekitar 800.000 personil untuk menjaga
83.000 Desa dan Kelurahan di RI yang artinya perdesa dan kelurahan hanya dijaga
9 s/d 16 personil TNI. Jika ada invasi, aneksasi Asing maka apakah cukup hanya
ngandalkan TNI tanpa Rakyat?
Sebagai Rakyat dan Jiwa Patriotisme dan Kewajiban Rakyat
terhadap Bela Negara serta sebagai Komunitas Anak Melayu Serdang-Serumpun dengan ini mengingatkan agar Presiden Jokowi
cq Panglima TNI, cq, Pangdam I BB, GUBSU dan terutama Bupati Deli Serdang Bapak
Azhari Tambunan, hendaklah bertindak adil dan memanusiakan anak negri.
Jangan karena rakyat kecil lalu di perlakukan secara
diskriminasi.
Pembegalan tanah dan hunian rakyat dengan rekomendasi
pada Konglomerat melampau ketentuan hukum serta tindakan satpol PP Pemkab Deli
Serdang tlah melukai perasaan hukum rakyat.@
0 Comments