Ticker

7/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Wawancara Eksklusif dengan Ketum Laskar Janur Kuning Era 24 tentang 'Adanya Pola Gengster ala Eksekutif dan Legislatif Diback-Up Polri terjadi di Desa Helvetia, Deli Serdang'

 

Foto diambil saat dilakukannya penggusuran yang dilakukan PTPN II terhadap rumah warga di Desa Helvetia. @Majalahjurnalis.com

MAJALAHJURNALIS.Com (Medan) – Situasi sudah memanas terkait perkembangan sengketa lahan 72 Hektar di Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara tepatnya di Jalan Pertempuran No. 58 Desa Helvetia antara warga dengan PTPN II bersama Pengembang (PT. Ciputra/CitraLand).
 
Majalahjurnalis.com mencoba mewawancarai Fadli Kaukibi, SH, CN Ketua Umum Laskar Janur Kuning Era 24 saat ditemui di Medan, Senin (22/8/2022) siang.
 
“Selamat Siang Ketua,” ucap wartawan Majalahjurnalis.com menyapa Fadli Kaukibi.
 
“Siang....Apa cerita? Kata Fadli balik bertanya kepada wartawan Majalahjurnalis.com.
 
“Baik, Ketua! Mau wawancara sebentar Ketua terkait persoalan yang semakin hangat di Desa Helvetia tanah seluas 72 Hektar yang diklaim PTPN II HGU 111 nyatanya dikuasai pihak pengembang kalau tidak salah dari PT. Ciputra atau CitraLand,” tanya Majalahjurnalis.com.
 
“Sebagai Warga Negara Indonesia malu saya mengatakan sejujurnya, tetapi kalau tak dikatakan inilah yang terjadi. Masyarakat terus dikadali dan ditipu-tipu dengan dalil dan kebijakan yang menyalah seperti pola-pola Gengster di Eksekutif dan Legislatif diback-up Polri seperti yang terjadi di Desa Helvetia. Jadi Gengster itu bukan saja ada di Jakarta saat ini menyangkut kasus Josua, tetapi ada juga didaerah seperti di Propinsi Sumatera Utara tepatnya di Kabupaten Deli Serdang,” ujar Fadli.
 
Dijabarkannya, ada beberapa poin yang berdasarkan catatan kami dari Laskar Janur Kuning Era 24, bahwa;

  1. PTPN II dan Pemkab Deli Serdang menggebuk menggusur rakyat dan cagar Budaya Melayu dengan menggunakan HGU 111 yang Aspal/Cacat Administratif tidak beracuan Pasal 1868 BW yo Peraturan Pelaksana PP Nomor 24 Tahun 1997.
  2. Dibalik itu dibawah meja Bupati Deli Serdang Azhari Tambunan merekom Izin Lokasi/Izin Peruntukan /Izin apalah hantu blau suka hatinyalah pada PT. CIPUTRA dengan judul Kota Deli Megapolitan melebihi luas yang menjadi kewenangannya yakni 400 hektar.
  3. Selajutnya walau sudah nyata sengketa di PN Lubuk Pakam dengan tidak memperdulikan tanah tersebut masih sengketa lalu Bupati Deli  Serdang Azhari Tambunan cq Penanaman Modal dengan Pelayanan Satu Atap memberikan Persetujuan Bangun Gedung (PBG) dengan kamuflase lagi atas nama TAUFIK HIDAYAT.
  4. Anehnya Gubernur Sumatera Utara ikutan melaunching Kota Deli Megapolitan.
  5. Pihak-pihak yang keritisi PBG dan teriak atas kritisi kegiatan Pembangunan diatas area karena masih sengketa di PN Lubuk Pakam ditangkapi pihak jajaran Polda Sumatera Utara.
  6. Sidang di PN Lubuk Pakan pihak Hakim mengaminkan sidang dengan lebih 20 kali sidang.
  7. Pihak Legislatif DPRD Deli Serdang dan DPRD Sumatera Utara bungkam atas kegiatan konglomerat dan pihak Eksekutif yang telah mengangkangi UU, Permeneg Agraria serta Keputusan Muspida Plus 2001-2003. 



Jadi sangat sempurna kolaborasi Eksekutif, Yudikatif dan Legislatif terhadap tindakan penguasaan Hunian Rakyat secara brutal dan mengangkangi UU, PP, Permeneg Agraria/Kepala BPN, menggusur rakyat pakai menggunakan HGU Cacat Administratif/Aspal juga mengatasnamakan Negara padahal realitanya untuk Konglomerat bukan  bangsa Indonesia asli melainkan untuk Konglomerat Tionghoa (Sino Tibeten)
 
Jadi jika ada Jenderal yang  berprilaku Gengster Judi  maka di Eksekutif dan Legislatif juga ada elit yang bertindak mengangkangi hukum untuk menguasai Sumber Daya Alam (SDA) dan atau Tanah Bumi Pertiwi dengan melanggar batas yang ditentukan oleh UU, PP, Permeneg serta dilakukan secara sadis dan Brutal.
 
“Wajar mulai ada pemeo Gengster Samboisme bukan hanya ada di Polri saja tapi di Eksekutif juga tak kalah sadis dan rakusnya,” kesal Fadli.
 
Warga yang bersengketa ada Bangsa Indonesia Asli/Pribumi menghadapi Konglomerat Tionghoa (Sino Tibetan) yang menggunakan tangan Penguasa, lalu akan menyampaikan ke BUMN yang Pimpinannya juga Tionghoa (Sino Tibetan).
 
Bangsa Indonesia Asli/Pribumi dibawah naungan catur Bangsa Tionghoa (Sino Tibetan) yang bisa jadi hanya Turunan WNI Tionghoa Naturalisasi, Bipatride.




Akankah BERDAULAT WNI Bangsa Indonesia Asli dibawah Pemerintah Jokowi? Akankah cara-cara Samboisme sudah menggurita diseluruh lembaga Tinggi Negara Kesatuan RI saat ini?
 
“Jika ini terus dilembagakan maka akan bisa saja nasibmu atau keluargamu kapan saja bisa lebih buruk dari KM 50, di-Josua-kan atau di Riziq-kan. Yach masih adakah TNI dan POLRI yang masih kuat memegang Saptamarganya? Kita lihat saja kasus saat ini. Yach silakan amati!!!” kata Fadli mengakhiri wawancaranya dengan Majalahjurnalis.com. (TN)

Post a Comment

0 Comments