MAJALAHJURNALIS.Com (Medan) - Ketua Exco Partai Buruh dan
elemen organisasi buruh Sumatera Utara, Willy Agus Utomo, Buruh mengapresiasi
penerbitan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022
tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023. Regulasi diteken Menaker
Ida Fauziyah pada 16 November 2022 dengan UMP 2023 ditetapkan naik 10 persen. Kendati
demikian, Willy berharap khusus kepada Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi
serta jajaran kepala daerah tingkat Kabupaten Kota di Sumutnantinya dalam menetapkan Upah Minimum
Provinsi dan Upah Minimum Kabupaten Kota (UMP dan UMK) dapat mengambil
kebijakan sendiri atau diskresi agar upah buruh di Sumut dan Kabupaten Kotanya
dapat naik diangka 13%. "Gubsu
dan Bupati/Walikota harus Diskresi upah, Karen sejak Tahun 2020 upah buruh
tidak mengalami kenaikan, jadi kalau Kanaikan hanya 10%, buruh Sumut masih
tetap belum naik gaji, hanya mengejar ketertinggalan upah," kata Willy
kepada Wartawan di Medan, Senin (21/11/22). Untuk
itu, pihaknya menuntut agar Gubsu menaikan UMP dan UMK se Sumut untuk tahun
2023 mendatang naik rata-rata diangka 13%, sebab kata Willy, jika kenaikan itu
dikabulkan upah buruh di Sumut pun belum tentu mengalami kenaikan yang
signifikan. Willy
mencontohkan, pada 2021 UMK Medan sebesar, Rp 3.329.867, sedang buruh kota
Medan sudah menerima upah saat ini diangka Rp 3.500.000 hingga Rp 3.600.000,
karena sebelum ada UU Cipta Kerja, upah buruh memakai hitungan Upah Minimum
Sektoral Kabupaten Kota (UMSK). Sedang dari tahun 2020 yang lalu hingga saat
ini, para buruh sudah tidak pernah mengalami kenaikan. "Kita
hitung saja jika hanya naik 10 % dari UMK Medan 3.329.867 adalah, maka kenaikan
upah buruh kota Medan hanya bertambah 332.000 an, maka menjadi 3.661.000 an
saja, sementara buruh kota Medan saat ini sudah bergaji rata rata 3.600.000
kenaikan belum signipikan bagi buruh," papar Willy. "Sedang
kalau kenaikan upah 13%, lanjut Willy maka buruh kota Medan dan kabupaten
lainnya di Sumut akan merasakan sedikit kenaikan upah, bekisar rata rata 160.000
an saja, saya kira pengusaha mampu, karena selama 3 tahun mereka sudah diberi
peluang upah rendah," sambung Willy yang juga sebagai Ketua Federasi
Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumut ini. Tidak
hanya kondisi itu saja lanjut Willy, beban biaya hidup buruh selama tiga tahun
tidak naik upah, kebutuhan hidup yang tinggi dengan naiknya harga kebutuhan
pokok, BBM juga sangat mempengaruhi kehidupan kaum buruh Sumut. "Intinya
sudah banyak buruh gali lobang tutup lobang atau numpuk hutang selama tiga
tahun ini, maka kalau hanya masih 10 persen itu sama saja dianggap belum naik
gaji buruh di Sumut," ungkap Willy. Lebih
lanjut, Willy menyampaikan pihaknya juga akan melakukan pengawalan usulan
kenaikan Upah Sumut di Dewan Pengupahan melalui perwakilan serikat pekerja
serikat buruh nantinya. "Kita
pastikan didalam rapat dewan pengupahan unsur serikat buruh akan bawa data
fakta dan aturan hukum agar Gubsu bisa tetap mengeluarkan kebijakan Diskresi
upah Sumut ini, semoga pak gubernur Edy punya empati untuk buruhnya,"
tutup Willy. (rel)
0 Komentar