![]() |
MAJALAHJURNALIS.Com (Jakarta) -
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang diajukan
oleh karyawan swasta Leonardo Siahaan.
"Mengabulkan
permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman saat
membacakan amar putusan Perkara Nomor 87/PUU-XX/2022, sebagaimana dipantau
melalui kanal YouTube Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Rabu (30/11/2022).
Permohonan
yang dikabulkan tersebut terkait dengan larangan mantan narapidana korupsi atau
koruptor untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif selama lima tahun
sejak ia dibebaskan atau keluar dari penjara.
Menurut
MK, norma Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilu yang mengatur hal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945
dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
Adapun
Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu itu menyebutkan, bakal calon anggota DPR,
DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia dan harus
memenuhi beberapa persyaratan.
Di
antaranya, tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka
dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
Dengan
diterimanya sebagian permohonan pemohon, MK mewajibkan negara untuk mengubah
ketentuan tersebut menjadi sebagai berikut. Bakal calon anggota DPR, DPRD
provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia dan harus
memenuhi beberapa persyaratan.
Satu,
tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana
yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam
pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum
positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan
rezim yang sedang berkuasa.
Dua,
bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah
mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau
terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan
terpidana. Lalu yang ketiga, mereka bukan sebagai pelaku kejahatan yang
berulang-ulang.
Menurut
MK, masa tunggu lima tahun setelah terpidana menjalankan masa pidana adalah
waktu yang cukup untuk melakukan introspeksi diri dan beradaptasi dengan
masyarakat lingkungannya bagi calon kepala daerah, termasuk calon anggota DPR,
DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Meskipun
begitu, MK tetap memperbolehkan mantan koruptor mencalonkan diri sebagai
anggota legislatif selama mereka telah melewati jangka waktu lima tahun setelah
masa hukuman.
Berikutnya,
mereka juga harus jujur atau terbuka mengumumkan kepada publik mengenai latar
belakang jati dirinya. Ketentuan tersebut ditujukan agar mantan narapidana
korupsi atau koruptor tidak kehilangan hak politik sebagai warga negara
Indonesia.
Sumber : Antara |
0 Comments