MAJALAHJURNALIS.Com (Jakarta) -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
menetapkan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur (Jatim) Sahat Tua P Simanjuntak sebagai
tersangka kasus dugaan suap dalam pengelolaan dana hibah provinsi Jatim. Selain Sahat, KPK juga menjerat tiga
tersangka lainnya, yakni Rusdi selaku Staf Ahli Sahat, Kepala Desa Jelgung
Kecamatan Robatal Kabupaten Sampang sekaligus selaku Koordinator Kelompok
Masyarakat (Pokmas) Abdul Hamid, dan Koordinator Lapangan Pokmas bernama Ilham
Wahyudi alias Eeng. Wakil Ketua KPK Johanis Tanak
menyebut, penetapan mereka sebagai tersangka sudah diawali dengan pengumpulan
berbagai informasi dan bahan keterangan terkait dugaan tindak pidana yang
mereka lakukan. "KPK kemudian melakukan
penyelidikan dalam upaya menemukan adanya peristiwa pidana sehingga ditemukan
adanya bukti permulaan yang cukup. Selanjutnya KPK meningkatkan status perkara
ini ke tahap penyidikan, berdasarkan hasil keterangan saksi dan bukti-bukti
yang cukup, maka penyidik menetapkan sebanyak empat orang sebagai
tersangka," ujar Johanis dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan,
Jumat (16/12/2022) dini hari. Mereka ditetapkan sebagai tersangka
usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) tim penindakan KPK. Johanis
menyebut, untuk tahun anggaran 2020 dan 2021 dalam APBD Pemprov Jatim merealisasikan
dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp 7,8 triliun kepada
badan, lembaga, hingga organisasi kemasyarakatan (ormas) yang ada di Pemprov
Jatim. Distribusi penyalurannya antara lain
melalui Kelompok Masyarakat (Pokmas) untuk proyek infrastruktur hingga sampai
tingkat pedesaan. Terkait pengusulan dana belanja hibah tersebut merupakan
penyampaian aspirasi dan usulan dari para anggota DPRD Jatim, salah satunya
adalah Sahat. Sahat menawarkan diri membantu dan
memperlancar pengusulan pemberian dana hibah tersebut dengan adanya kesepakatan
pemberian sejumlah uang sebagai uang muka alias ijon. Kemudian Abdul Hamid
menerima tawaran tersebut. Diduga Sahat mendapat bagian 20 persen
dari nilai penyaluran dana hibah yang akan disalurkan sedangkan Abdul Hamid
mendapatkan bagian 10 persen. Adapun besaran nilai dana hibah yaitu di tahun
2021 dan 2022 telah disalurkan masing-masing sebesar Rp 40 miliar. Agar alokasi dana hibah untuk tahun
2023 dan 2024 bisa kembali diperoleh Pokmas, Abdul Hamid kemudian kembali
menghubungi Sahat dan sepakat menyerahkan sejumlah uang sebagai ijon sebesar Rp
2 miliar. Realisasi uang ijon tersebut dilakukan
pada Rabu (13/12/2022) dimana Abdul Hamid melakukan penarikan tunai sebesar Rp
1 miliar dalam pecahan mata uang rupiah di
salah satu Bank di Sampang dan kemudian menyerahkannya pada Eeng untuk dibawa
ke Surabaya. Eeng pun menyerahkan uang Rp 1 miliar
tersebut pada Rusdi sebagai orang kepercayaan Sahat di salah satu mal di
Surabaya. Setelah uang diterima, Sahat memerintahkan Rusdi menukar uang Rp 1
miliar tersebut di salah satu money changer dalam bentuk pecahan mata uang SGD
dan USD. Rusdi kemudian menyerahkan uang
tersebut pada Sahat di salah satu ruangan yang ada di gedung DPRD Provinsi Jawa
Timur. Sedangkan sisa Rp 1 miliar yang dijanjikan Abdul Hamid akan diberikan
pada Jumat (16/12/2022). "Diduga dari pengurusan alokasi
dana hibah untuk Pokmas, Tersangka STPS (Sahat) telah menerima uang sekitar Rp
5 miliar," kata Johanis. Atas perbuatannya, Abdul Hamid dan
Eeng sebagai penyusp disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau
Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke
1 KUHP. Sementara Sahat dan Rusdi sebagai
penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b Jo Pasal 11 UU
Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Sumber : Merdeka.com
0 Komentar