Assalamu'alaikum Wr.Wb. الحَمْدُ
للهِ الّذِي لَهُ مَا فِي السمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ وَلَهُ الحَمْدُ فِي
الآخرَة الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ
مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وهو الرّحِيم
الغَفُوْر. . أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ
وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ الهَادِيْنَ لِلصَّوَابِ وَعَلَى
التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ اْلمَآبِ. اَمَّا
بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه
وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي
كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا
أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ Hadirin rohimakumulloh Waktu adalah sebuah anugerah.
Manusia menerima kesempatan di dunia untuk mencapai tujuan-tujuan akhirat.
Sebagaimana Islam ajarkan bahwa kehidupan dunia adalah ladang yang mesti
digarap serius untuk masa panen di akhirat kelak. Karena itu sifat waktu dunia
adalah sementara, sedangkan sifat waktu di akhirat adalah kekal abadi. Islam mengutamakan kehidupan
akhirat di atas kehidupan dunia. Dua kehidupan tersebut dikontraskan sebagai
dua jenis waktu yang sejati dan tidak sejati. Al-Qur’an melukiskan kehidupan
dunia dengan istilah “tempat permainan” belaka. وَمَا
هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ الدَّارَ
الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ “Dan tiadalah kehidupan dunia
ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang
sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS al-Ankabut: 64) Kalimat “kehidupan dunia ini
merupakan senda gurau dan main-main” bukan berarti kita dianjurkan untuk
berbuat seenaknya di dunia ini layaknya sebuah permainan. Redaksi tersebut
dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa kehidupan dunia ini tidak sejati, tidak
kekal, dan penuh dengan tipuan. Karena itu, maknanya justru seseorang harus
lebih banyak mencurahkan perhatian kepada kehidupan akhirat. Lantas apa yang harus
dilakukan agar kesempatan hidup di dunia berkualitas? Al-Qur’an telah
memberikan garis bahwa tujuan diciptakannya manusia adalah untuk mengabdi
secara total kepada Allah. وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ “Dan aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS Adz-Dzariyat: 56) Allah tidak menciptakan jin
dan manusia untuk suatu manfaat yang kembali kepada Allah. Mereka diciptakan
untuk beribadah kepada-Nya. Dan ibadah itu sangat bermanfaat untuk diri mereka
sendiri. Pengertian ibadah itu pun sangat luas, tak sekadar ritual kepada Allah
(seperti shalat, puasa, haji, atau sejenisnya) melainkan meliputi pula
kebaikan-kebaikan yang membawa kemaslahatan bagi orang lain. Memanfaatkan umur di dunia ini
menjadi sangat penting karena waktu terus berjalan, dan tak akan bisa terulang
kembali. Manusia dituntut untuk memaksimalkan waktu atau kesempatan yang
diberikan untuk perbuatan-perbuatan bermutu, sehingga tak menyesal di kehidupan
kelak. Orang-orang yang menyesal di akhirat digambarkan oleh Al-Qur’an
merengek-rengek minta kembali agar bisa memperbaiki perilakunya. حَتَّىٰ
إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ ، لَعَلِّي أَعْمَلُ
صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّا ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا ۖ وَمِنْ
وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ “(Demikianlah keadaan
orang-orang yang durhaka itu) hingga apabila datang kematian kepada seseorang
dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar
aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali
tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan
mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan.” (QS.Al-Mu’minun: 99-100) Hadirin rohimakumulloh Imam Al-Ghazali mengatakan,
ketika seseorang disibukkan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat dalam
kehidupannya di dunia, maka sesungguhnya ia sedang menghampiri suatu kerugian
yang besar. Sebagaimana yang ia nyatakan dengan mengutip hadits dalam kitab
Ayyuhal Walad: عَلاَمَةُ
اِعْرَاضِ اللهِ تَعَالَى عَنِ الْعَبْدِ، اشْتِغَالُهُ بِمَا لاَ يَعْنِيهِ، وَ
اَنﱠ امْرَأً ذَهَبَتْ سَاعَةٌ مَنْ عُمُرِهِ، في غَيرِ مَا خُلِقَ لَهُ مِنَ
الْعِبَادَةِ، لَجَدِيرٌ اَنْ تَطُولَ عَلَيْهِ حَسْرَتُهُ "Pertanda bahwa Allah
ta'ala sedang berpaling dari hamba adalah disibukkannya hamba tersebut dengan
hal-hal yang tak berfaedah. Dan satu saat saja yang seseorang menghabiskannya
tanpa ibadah, maka sudah pantas ia menerima kerugian berkepanjangan.” Dari penjelasan ini, kita
patut memikirkan ulang tentang hakikat kebahagiaan dunia yang semestinya
diarahkan kepada rasa syukur terhadap masih tersisanya usia. Sisa usia itu
merupakan kesempatan untuk menambal kekurangan, memperbaiki yang belum
sempurna, dari perilaku hidup kita di dunia. Dengan kebahagiaan dunia lebih
tepat menjadi momen muhasabah (introspeksi) dan ishlah (perbaikan). Sebuah kata-kata Syekh Ahmad
ibn Atha'illah as-Sakandari dalam al-Hikam ini patut menjadi renungan: رُبَّ
عُمُرٍ اتَّسَعَتْ آمادُهُ وَقَلَّتْ أمْدادُهُ، وَرُبَّ عُمُرٍ قَليلَةٌ آمادُهُ
كَثيرَةٌ أمْدادُهُ. "Kadang umur berlangsung
panjang namun manfaat kurang. Kadang pula umur berlangsung pendek namun manfaat
melimpah." Semoga kita menjadi pribadi
orang-orang yang mampu menunaikan sisa usia kita dengan sebijak-bijaknya, dan
terhindar dari perbuatan dan perkataan yang sia-sia. Amiin. Wallahu a’lam
bisshawâb. (Penulis adalah Penyuluh Agama Islam Kecamatan Bojong Genteng Kementerian
Agama Kabupaten Sukabumi)
0 Comments