MAJALAHJURNALIS.Com
(Jakarta)
- Kemenko PMK pada 24 Juli 2023
mengumumkan adanya penurunan kemiskinan ekstrem. Kemiskinan ekstrem turun dari
1,74 persen pada September 2022 menjadi 1,12 persen pada Maret 2023. Hal ini tentu saja menjadi kabar gembira terutama dalam momen
Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-78. Upaya mewujudkan nol persen
kemiskinan ekstrem menyisakan 1,12 persen atau sekitar 3 juta penduduk miskin
ekstrem. Mampukah target ini dapat tercapai dalam hitungan bulan? Kesenjangan Antar Provinsi Penduduk miskin ekstrem didefinisikan sebagai penduduk yang
memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari tidak lebih dari USD
1,9 PPP (Purchasing Power Parity) atau setara dengan Rp 11.571,21 per kapita
per hari atau Rp 351.957,4 per kapita per bulan. Batasan kemiskinan ekstrem tersebut mengacu pada standar yang
telah ditetapkan oleh World Bank dan berlaku sama untuk semua negara. Di Indonesia sendiri, meskipun secara nasional kemiskinan
ekstrem tercatat sudah cukup rendah, capaian antarprovinsi menunjukkan gambaran
sebaliknya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2022
persentase penduduk miskin ekstrem tertinggi masih terkonsentrasi di wilayah
timur Indonesia. Kemiskinan ekstrem di Provinsi Papua, Papua Barat, dan Nusa
Tenggara Timur secara berturut-turut mencapai 10,92 persen, 8,35 persen, dan
6,56 persen; jauh di atas angka nasional. Di sisi lain, kemiskinan ekstrem di provinsi seperti Bali dan
DKI Jakarta sudah hampir mendekati target, yaitu 0,54 persen dan 0,89 persen. Data tersebut menegaskan adanya jurang kesenjangan miskin
ekstrem yang sangat tinggi antarprovinsi di Indonesia. Dengan tenggat waktu yang relatif singkat, tentu saja
diperlukan upaya luar biasa mengingat pada beberapa provinsi kondisi kemiskinan
ekstrem masih sangat tinggi. Strategi Pengentasan Pemerintah telah menetapkan tiga prasyarat utama program
percepatan pengentasan kemiskinan ekstrem. Ketiga prasyarat tersebut meliputi peningkatan kualitas
pelaksanaan program, mengembangkan dan memutakhirkan basis data untuk
pensasaran program, serta konvergensi program antar K/L dengan program daerah
maupun non pemerintah. Tentunya, ketiga prasyarat utama tersebut akan menghasilkan
output optimal jika didukung basis data berkualitas. Sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Koordinator
Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nomor 30 Tahun 2022, basis data yang
digunakan sebagai rujukan adalah Data Pensasaran Percepatan Penghapusan
Kemiskinan Ekstrem (P3KE) yang bersumber dari Pendataan Keluarga (PK) BKKBN
2021. Untuk meningkatkan akurasi pensasaran program, basis data
tersebut perlu dimutakhirkan secara berkala untuk menangkap perubahan-perubahan
dinamis yang terjadi di lapangan. Kegiatan pemutakhiran data tentunya akan menyerap anggaran
yang luar biasa besar mengingat cakupan PK adalah seluruh keluarga di republik
ini. Sementara, anggaran yang besar akan lebih efektif jika
difokuskan untuk program pengentasan. Oleh karenanya diperlukan upaya mendesak
lainnya dalam rangka meningkatkan kualitas basis data tersebut. Salah satu strategi peningkatan akurasi data P3KE dapat
dilakukan melalui sinkronisasi data. Selama ini data sasaran program
perlindungan sosial masih tersebar di banyak K/L bahkan di beberapa pemerintah
daerah memiliki basis data sendiri untuk pensasaran program. Oleh sebab itu, sinkronisasi data secara komprehensif menjadi
kunci efektif untuk program yang lebih tepat sasaran. Isu yang selalu mengemuka hingga kini adalah ketidaktepatan
sasaran program perlindungan sosial sebagai penyebab lambannya upaya
pengentasan kemiskinan. Belum semua kelompok penduduk pendapatan bawah (Desil 1 -
Desil 5) menikmati bantuan sosial yang seharusnya menyasar mereka. Pada 2022,
hanya 64,36 persen penduduk kelompok bawah tersentuh program sembako/BPNT.
Dengan kata lain, jenis bantuan sosial ini nyatanya juga dinikmati 35,64 persen
penduduk kelompok menengah ke atas (Desil 6 - Desil 10). Oleh karenanya, sinkronisasi data tetap menjadi hal mendesak
yang harus disegerakan implementasinya. Basis data perlindungan sosial yang
beragam harus segera disinkronkan. Data P3KE, Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Data
Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) maupun data lainnya akan menjadi basis
data luar biasa menuju SATU DATA program perlindungan sosial dan pemberdayaan
masyarakat. Dengan data yang berkualitas, akurasi pensasaran
program akan lebih dapat ditingkatkan. Apalagi tantangan terbesar saat ini adalah mengurai
kemiskinan ekstrem di provinsi-provinsi wilayah timur yang tingkat kemiskinan
ekstrem jauh di atas rata-rata nasional. Data mikro miskin ekstrem yang
berkualitas harus dipercepat realisasinya dalam rangka mempertajam sasaran
kebijakan. Dengan waktu yang tersisa, kolaborasi dan sinergitas antar
seluruh elemen bangsa mutlak diperlukan. Ego sektoral antar K/L harus dikesampingkan. Bahkan dengan
pemekaran provinsi yang terjadi di Papua dan Papua Barat diharapkan
antarpemerintah daerah provinsi induk dan daerah pemekaran dapat terjalin
sinergitas; melanjutkan apa yang sudah diupayakan tanpa harus mereset kebijakan
dari angka nol.
Terakhir, sinkronisasi basis data yang berkualitas akan
meningkatkan akurasi pensasaran program sehingga mempercepat turunnya
kemiskinan ekstrem. Semuanya diupayakan demi tercapainya nol persen kemiskinan
ekstrem di tahun depan. Sumber : detiknews
0 Comments