Wamendagri Bima Arya di Padang.@dok. Jeka
Kampai/detikSumut
MAJALAHJURNALIS.Com
(Padang) - Wakil
Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya merespons keputusan Mahkamah
Konstitusi (MK) yang memerintahkan pemerintah daerah menggratiskan pendidikan
wajib belajar sembilan tahun (SD-SMP) sekolah negeri dan swasta. Ia menyebut,
pemerintah daerah akan berhitung kembali soal perencanaan, karena keputusan itu
berkaitan erat dengan kemampuan fiskal daerah. "Keputusan MK itu final dan mengikat. Tentu
kita akan sesuaikan dengan perencanaan dan kapasitas fiskal," kata Bima
kepada wartawan, usai Peluncuran dan Dialog Percepatan Kopdes Merah Putih di
Padang, Kamis (29/5/2025). Ia menyebut, saat ini di daerah sudah masuk
proses pembahasan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) untuk lima
tahun ke depan, atau periode 2025-2029. Dengan begitu, tentu perlu ada
penyesuaian terkait kemampuan fiskal dan pelayanan standar minimal. "Ini kan sudah masuk proses RPJMD, dan pasti
akan ada penyesuaian-penyesuaian dari perencanaan itu dikaitkan dengan
pelayanan standar minimal itu seperti apa. Lalu kapasitas fiskal bagaimana. Itu
akan dihitung lagi," katanya. Eks Wali Kota Bogor itu mengatakan, dalam waktu
dekat pihaknya akan membahas persoalan tersebut bersama semua kepala daerah. "Dan pasti kami dalam waktu dekat ini
bersama kepala daerah, terutama Bappeda (akan membahas) dan meminta masukan
dari kementerian (dikdasmen) dalam hal ini," katanya lagi. MK sendiri mengabulkan gugatan uji materi
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam
putusannya, MK memerintahkan pemerintah daerah menggratiskan pendidikan wajib
belajar sembilan tahun di sekolah swasta. Putusan itu diketok hakim MK pada sidang di
Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (27/5/2025). Diketahui, permohonan dengan
nomor 3/PUU-XXIII/2025 itu diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia
bersama tiga pemohon individu, yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris
Risma Anjiningrum. "Mengabulkan permohonan para pemohon untuk
sebagian. Menyatakan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'Pemerintah dan Pemerintah
Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan
dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang
diselenggarakan oleh masyarakat," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan
amar putusan dikutip dari detikNews. Sumber : detiksumut
0 Komentar