Titi Gantung Medan. (Muthi' Nur Hanifah/detikSumut)
Jembatan bergaya klasik ini dulunya merupakan tempat favorit pejabat Belanda untuk bersantai dan menikmati pemandangan Kota Medan
MAJALAHJURNALIS.Com (Medan) - Berada di pusat kota Medan, Titi Gantung
dibangun pada tahun 1885 bersamaan dengan pembangunan stasiun kereta api Medan.
Jembatan ini diresmikan pada tahun 1920 bersamaan dengan peresmian kantor Pusat Deli Spoorweg
Maatschappij (DSM).
Seorang ahli
Antropologi USU, Fikarwin Zuska menjelaskan tentang asal-usul mengapa
jembatan ini disebut Titi Gantung. Titi sendiri bermakna jembatan. Nama Titi
Gantung diberikan karena berbeda dengan jembatan biasanya, yang dibangun diatas
air, namun Titi Gantung dibangun diatas jalan.
"Karena pada
masa itu belum banyak jenis-jenis titi, biasanya kalau ada titi ada air, ini
justru tidak ada airnya. Nah, jadi dalam bentuknya begitu, disebut disini orang
sini Titi Gantung. masyarakatlah yang membuat Titi Gantung itu," tuturnya
saat diwawancarai di Medan, Rabu (22/11/2023).
Titi Gantung
sendiri sudah menjadi cagar budaya tingkat Kota Medan dengan nomor registrasi
01/03/S. Untuk itu Fikarwin menyebut Titi Gantung mengandung nilai sejarah
tentang peradaban sehingga sesuai untuk dijadikan cagar.
"Nah kenapa
jadi cagar? Karena dia mengandung nilai-nilai sejarah tentang peradaban. Nah
jadi dia dilestarikan dengan ditetapkan dia sebagai cagar. Tapi sekarang itu
masih setahu saya ya, masih ditingkat kota Medan," ungkapnya.
Secara fungsi,
Jembatan Titi Gantung diperuntukan sebagai jalan lintas dan penyeberangan
pejalan kaki, calon penumpang kereta api, dan para pengunjung serta penonton
dari berbagai kegiatan yang ada dilapangan merdeka.
Jembatan Titi
gantung terletak di Jalan Stasiun Kereta Api, Kesawan, Kecamatan Medan Barat,
Kota Medan, Sumatera Utara. Jembatan ini juga diperuntukkan untuk pejalan kaki
yang menghubungkan dua jalan yaitu Jalan Stasiun Kereta Api dan Jalan Irian
Barat yang lokasinya berada di kedua sisi rel kereta api.
Jembatan Titi
Gantung memiliki panjang sekitar 45 meter dengan ditopang oleh tembok dengan
ketinggian 6-7 meter. Meski dibangun pada abad ke-18, jembatan ini sudah
memperhatikan hak bagi pejalan kaki yang terbukti dengan adanya tangga khusus
di kedua sisi pintu keluar masuk pada jembatan tersebut.
Jembatan bergaya
klasik ini dulunya merupakan tempat favorit pejabat Belanda untuk bersantai dan
menikmati pemandangan Kota Medan. Setelah masa kolonial Belanda berakhir,
Jembatan Titi Gantung beralih fungsi.
Dulunya tempat jualan buku bekas
Dulunya sebelum Kota Medan ditata, Titi Gantung
kemudian dipenuhi penjual buku bekas yang mulai mengisi setiap sudut dengan
lapak dan barang dagangan mereka. Dijembatan inilah tempat berburu buku bekas
di Kota Medan yang termurah dan terlengkap pada masanya.
Untuk itu Fikarwin
menyebut sekitar tahun 1980-an, Titi Gantung menjadi tempat favorit mahasiswa
untuk mencari buku bekas dengan harga yang terjangkau.
"Gini, saya
baru persis tahu itu kan tahun 1980-an. Tapi sebelum-sebelum itu juga sudah ada
sih jual buku di situ. Jadi itu penjualan buku bekas terutama. Jadi orang-orang
yang misalnya tidak menggunakan buku lagi itu dikirim ke situ lalu disitu
dijual kembali dengan harga murah," ungkapnya.
"Jadi kami
waktu itu tahun 80 mahasiswa, kalau tidak ada duit, tidak cukup duit beli buku
baru, ya kesitu nyarinya. Jadi memang kualitas bukunya selain buku bekas, Nah
belakangan misalnya dipenghujung 1980-an itu sudah mulai ada fotokopi. Jadi
banyak juga dibuat palsu. Jadi buku-buku bajakan itu banyak di situ juga.
Harganya miring, murah. Jadi mahasiswa suka lah," lanjutnya.
Namun, pada tahun
2013 sejumlah pedagang buku bekas direlokasikan dari Titi Gantung. Sehingga
kini fungsi jembatan tersebut telah kembali seperti awalnya sebagai tempat
nongkrong dan wisata.
Salah seorang
penjual buku yang masih berjualan di sekitar Titi Gantung bernama Badar
menyebut bahwa kini sudah jarang orang yang mencari buku bekas di Titi Gantung.
Menurutnya hal itu bisa karena kemajuan teknologi dan buku buku online.
"Ya berarti
online. bisa itulah yang buat sepi gak rame lagi," ungkapnya, Rabu (22/10/2023) bulan lalu.
Badar juga
menyebut dulunya jalur penyeberangan dari Jalan Kesawan ke Jalan Jawa dulunya
bisa dilewati kereta. Namun kini hanya bisa dilewati pejalan kaki.
"Tujuannya
untuk penyeberangan dari Kesawan sampai ke Jalan Jawa untuk pejalan kaki. Kalau
sekarang udah ditutup gak bisa lewat kereta apalagi naik, pejalan kaki aja
bisa. Kalau dulu kan bisa kereta naik. Udah delapan tahun lah," tuturnya.
Pada saat
pembangunan Jembatan Titi Gantung terjadi kesepakatan yang dijalin antara
Pemerintah Kota Medan dan PT Kereta Api Indonesia (Persero). Pembangunan
jembatan di bagian luar stasiun menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Medan.
Sementara pembangunan di wilayah stasiun menjadi tanggung jawab PT KAI.
Kini, desain Titi
Gantung yang unik sekaligus fungsional itu mewarnai kehidupan masyarakat di
Kota Medan. Selain untuk penyeberangan, jembatan ini sering kali digunakan
sebagai tempat piknik menikmati suasana stasiun kereta api. Pada waktu sore
hari, banyak keluarga yang membawa anak-anak melihat-lihat kereta api di
stasiun dari jembatan tersebut.
Sumber : detiksumut
0 Comments