MAJALAHJURNALIS.Com -Belum
usai dari pandangan kita, sebelumnya Insan Pers terkesan terkotak-kotakan oleh
system yang dilakukan oknum-oknum mengatasnamakan negara, namun system tersebut
sangat bertentangan dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Yang membuat Insan Pers menjadi berkubu-kubu terpecah (dikotak-kotakan)
dari keyakinan yang diatur didalam payung hukum UU Pers, adanya isu yang
dikembangkan, bahwa perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Perseroan
Terbatas (PT), jika tidak maka Perushaan Pers tersebut dinyatakan abal-abal tak
perlu dilayani dan adalagi yang melanggar UU Persyakni jika belum UKW, maka wartawan tersebut
belum layak melaksanakan fungsi kewartawanan untuk melakukan berkompermasi di
instansi tertentu. Ini adalah pembodohan yang disebarkan oleh oknum-oknum
mengatasnamakan organisasi yang memiliki legalitas resmi padahal ini sangat
melukai insan pers lainnya karena tidak sesuai dengan payung hukum yang diatur
didalam UU Pers No.40 Tahun 1999. Dan akhirnya Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu angkat bicara menyebutkan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pada waktu lahir tidak mengenal pendaftaran
bagi Perusahaan Pers. “Setiap
orang dapat mendirikan Perusahaan Pers dan menjalankan tugas Jurnalistik tanpa
harus mendaftar ke lembaga mana pun, termasuk ke Dewan Pers,” ujar Ninik dalam
keterangan resminya, Kamis (4/4/2024). Setiap
Perusahaan Pers, lanjut dia, sepanjang memenuhi syarat berbadan hukum Indonesia
dan menjalankan tugas Jurnalistik secara teratur, dapat disebut sebagai
Perusahaan Pers meski belum terdata di Dewan Pers, Sabtu (20/4/2024). Hal ini
diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Sementara
itu, dalam Pasal 15 ayat 2 (huruf g) Undang-Undang Pers, Tugas Dewan Pers adalah
mendata Perusahaan Pers, bukan sebaliknya mengintervensi Perusahaan Pers. Begitupun
Uji Kompetensi Wartawan (UKW) bukanlah syarat bagi seseorang untuk menjadi Wartawan
di Indonesia. UKW bukanlah perintah dan atau amanat dari Undang-Undang Pokok
Pers. UKW adalah Peraturan Dewan Pers”, terang Kamsul Hasan, Ahli Pers Dewan
Pers dan Ketua Bidang Kompetensi Wartawan di Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
Pusat. Dengan kata
lain, masih sangat banyak wartawan yang belum mengikuti dan belum lulus UKW,
yang melaksanakan tugas-tugas Jurnalistik di Indonesia. Sekali lagi
UKW bukanlah syarat bagi seseorang untuk menjadi Wartawan di Indonesia,
Pertanyaannya, lanjut Kamsul, apakah para Wartawan yang sudah lulus UKW menjadi
jaminan bagi kualitas produk Jurnalistik yang mereka hasilkan? Secara
blak-blakkan, Kamsul Hasan yang dua periode menjadi Ketua PWI Jaya, 2004-2009
dan 2009-2014, menyatakan, lulus UKW bukan jaminan. “Masih
banyak Wartawan yang sudah lulus UKW, tapi kualitas produk Jurnalistik mereka,
rendah. Sebaliknya, cukup banyak Wartawan yang belum ikut UKW, tapi produk Jurnalistik
mereka benar-benar berkualitas,” ungkap Kamsul Hasan, Sarjana Ilmu Jurnalistik
dari Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, Sarjana Hukum dan
Magister Hukum dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jakarta.
Kamsul Hasan menduga, kebijakan sejumlah lembaga pemerintah yang menolak bekerjasama
dengan Wartawan yang belum UKW, semata-mata hanya karena mereka ingin membatasi
jumlah Wartawan yang terlibat di kegiatan mereka. Dari uraian
diatas yang dikutip dari pemberitaan nasional, bahwa sudah terungkap Dewan Pers
tidak lagi mempersoalkan tentang segala sesuatu yang diperintahkannya kepada
Insan Pers, termasuk Pendaftaran Perusahaan Pers dan UKW. Lho, mengapa
koq muncul lagi wacana yang menggoyang Insan Pers melalui Undang-Undang
Penyiaran yang melarang menayangkan produk Jurnalistik yang dilakukan
berdasarkan hasil Investigasi? Selain
berfungsi Sosial Kontrol melalui Pemberitaan, media juga melakukan investigasi
melalui rekaman (video), pemberitaan dan dapat disiarkan langsung ke publik
dengan mengedepankan praduga, dan itu adalah pekerjaan Insan Pers diatur
didalam UU Pers. Masak koq
dilemahkan melalui Revisi Undang-Undang Penyiaran dan tentunya ini akan melemahkan
fungsi sosial kontrol Insan Pers (Jurnalis) terhadap Perkembangan Pembangunan,
Penyaluran Dana ini Dana Itu maupun hal-hal yang bersifat urgent menyangkut
kepentingan negara dan masyarakat luas. Lalu fungsi media
sebagai corong untuk memberitakan tentang hasil-hasilnya saja yang
terlebihdahulu sudah disensor!!! Lalu memendam
hasil investigasi yang faktanya adalah kebenaran yang bakal disajikan ke publik
harus di mati surikan? Dimana Kebebasan Pers sesuai UU PERS. Ini namanya membelenggu
karya-karya Jurnalistik, dan bakal dipasung oleh Wakil Rakyat dan Pemerintah. Bukankah
kita tak menyadari, peran penting media didalam Kemerdekaan Bangsa Indonesia?
Media sangat berperan penting, RRI pertama kali mengudara menyampaikan Kemerdekaan
Bangsa Indonesia, sehingga rakyat Indonesia dari sabang sampai marauke mendengar
begitu juga negara internasional. Itu tidak bisa dipungkiri. Jika ini
terlaksana, maka rakyat hanya akan menonton produk sandiwara pejabat-pejabat
kita, padahal dari produk tersebut banyak terjadi kisah miring yang tak boleh
dipertontonkan ke publik dengan dalil melanggar UU Hak Penyiaran. Coba kita
lihat Pasal-Pasal yang menjadi kelemahan bagi Dunia Pers, diantaranya adalah : Pasal 50 B
ayat 2 huruf (C) yang melarang media massa menayangkan produk Jurnalistik
Investigasi, kemudian Pasal 42 ayat 2 yang mengatur penyelesaian sengketa pers
di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Serta Pasal
51 huruf E terkait penyelesaian sengketa jurnalistik di pengadilan. Dari isi
pasal diatas bukan hanya menggembosi peran dan fungsi Jurnalis. Namun juga
bertentangan dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang PERS. “Kita belum
selesai dengan pasal-pasal karet Undang-undang ITE. Ini justru diperparah
dengan pasal-pasal pada draf RUU Penyiaran. Semua pihak harus bergandengan
tangan menolak niat dari tangan-tangan tertentu yang ingin merusak dunia Jurnalistik
di Indonesia !!". Mari
sama-sama kita bergandeng tangan menegakkan kebenaran dan jangan melemahkan
fungsi sosial yang sudah ada, demi anak cucu kita kedepannya, bukan demi
golongan sesaat. Terimakasih.
(Penulis adalah Pemimpin Umum / Pemimpin Redaksi
majalahjurnalis.com & MAJUR TV serta penulis juga pernah menjadi Sekretaris
PWI Reformasi Kabupaten Deli Serdang)
0 Comments