MAJALAHJURNALIS.Com (Banda
Aceh) - Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA)
mencatat, sepanjang 2024, kasus korupsi di Aceh didominasi di sektor Dana Desa. Koordinator MaTA, Alfian (foto),
mengungkapkan, terdapat 16 kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan
pengelolaan dana desa, menjadikannya sebagai sektor dengan jumlah kasus korupsi
tertinggi dibanding sektor lainnya. Selain itu, tambah dia, sebanyak 51,61
persen kasus korupsi yang ditangani oleh Aparat Penegak Hukum (APH) pada tahun
2024 terjadi di tingkat Pemerintahan Gampong (Desa). Hal ini berbeda dari tahun
2023, di mana kasus korupsi lebih banyak ditemukan di level Pemerintah
Kabupaten/Kota. Alfian menjelaskan, modus korupsi yang
sering terjadi di Pemerintahan Desa meliputi penyalahgunaan anggaran dengan 10
kasus, penggelapan 4 kasus, penyalahgunaan wewenang 1 kasus, serta laporan
fiktif 1 kasus. “Modus ini bukanlah sesuatu yang tidak
disadari oleh pelaku. Banyak dari kasus ini memang direncanakan sejak awal
untuk menyimpang dan memperkaya diri sendiri atau orang lain,” jelas Alfian,
Rabu (8/1/2025). Lebih lanjut, berdasarkan data yang
dihimpun oleh MaTA, kasus korupsi yang ditangani oleh aparat pada tahun 2024
berhasil mengungkapkan sebanyak total 31 kasus korupsi dengan jumlah kerugian
negara mencapai Rp56,8 miliar. Dimana, lanjut Alfian, sebanyak 64
orang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu terdiri dari 62 laki-laki dan 2
perempuan. Ia juga menyebutkan bahwa para pelaku berasal dari berbagai latar
belakang, seperti Aparatur Sipil Negara (ASN), Pemerintah Desa, pihak swasta,
dan anggota DPRK. Sementara itu, jika ditinjau
berdasarkan modus, secara umum tindak pidana korupsi tersebut terjadi
didominasi karena penyalahgunaan anggaran, yakni mencapai 15 kasus. Lalu
diikuti oleh penggelapan 5 kasus, laporan atau kegiatan fiktif 4 kasus,
penyalahgunaan wewenang 3 kasus, mark-up 2 kasus, serta suap dan pemotongan
anggaran masing-masing 1 kasus. "Dari segi kerugian negara, modus
laporan atau kegiatan fiktif menjadi modus yang paling merugikan negara dengan
nilai mencapai Rp24,2 miliar, disusul penyalahgunaan wewenang Rp15,3 miliar,
dan penyalahgunaan anggaran Rp9,3 miliar," ujar Alfian. Melihat tingginya angka korupsi di
sektor Dana Desa, MaTA merekomendasikan sejumlah langkah strategis. Diantaranya, mendorong Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong (DPMG) di Kabupaten/Kota
untuk lebih proaktif melaporkan indikasi korupsi di Pemerintahan Gampong kepada
APH. Selain itu, kata Alfian, pengawasan
terhadap penggunaan Dana Desa perlu diperkuat dengan melibatkan partisipasi aktif
masyarakat. "Pemerintah Gampong juga
diharuskan menjalankan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik untuk
mendorong transparansi," kata Alfian. MaTA juga menyarankan kebijakan tegas
untuk mencegah penyimpangan, seperti melarang kegiatan studi banding ke luar
daerah yang sering kali menjadi celah korupsi. "Dengan langkah-langkah ini, kita
harap tata kelola keuangan desa di Aceh dapat lebih baik di masa mendatang,"
tutup Alfian. Sumber : InfoPublik
0 Comments