Diskusi
bertema Smart Mining dan Green Energy pada ajang Energi Mineral Festival 2025
di Hutan Kota by Plataran, Senayan, Jakarta, Rabu 30 Juli 2025.@Beritasatu.com/Addin
Anugrah.
MAJALAHJURNALIS.Com (Jakarta) - Penerapan teknologi canggih seperti artificial
intelligence (AI), Internet of Things (IoT), dan big data di sektor
pertambangan Indonesia masih sangat terbatas.
Pemerintah mencatat, baru sekitar 10% pemegang izin usaha pertambangan
(IUP) yang benar-benar telah mengadopsi teknologi ini secara signifikan.
“Sebagian
besar IUP kita masih kelas kecil. Yang sudah pakai AI dan big data baru sekitar
10%,” ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Sesditjen
Minerba) Siti Sumilah Rita Susilawati dalam diskusi bertema Smart Mining dan
Green Energy pada ajang Energi Mineral Festival 2025, Rabu (30/7/2025).
Rita
menjelaskan, beberapa perusahaan besar seperti, Freeport, Vale, Bukit Asam,
hingga Petrosea telah mulai memanfaatkan teknologi digital guna meningkatkan
efisiensi dan keselamatan kerja.
Namun,
mayoritas pelaku industri tambang masih menghadapi berbagai hambatan dalam
transformasi digital.
“Yang sudah
maju memang mulai menerapkan IoT, big data, dan AI, tetapi itu masih sebagian
kecil. Sisanya perlu waktu dan dorongan kuat untuk bisa mengejar
ketertinggalan,” ungkapnya.
Ia
menambahkan, keterbatasan modal, sumber daya manusia, dan infrastruktur menjadi
tantangan utama bagi banyak perusahaan tambang, terutama yang beroperasi di
daerah terpencil. Oleh karena itu, transformasi digital perlu didukung penuh
oleh semua pihak.
“Transformasi
digital itu bukan tren lagi, tetapi sudah kebutuhan. Kerja di sektor tambang ke
depan tidak hanya harus keras, tapi juga smart,” tegas Rita.
Pemerintah,
lanjutnya, terus mendorong percepatan transformasi digital di sektor ini
melalui dukungan regulasi, pemberian insentif, serta pembangunan infrastruktur
digital yang memadai di lokasi tambang.
Sumber :
Beritasatu.com
0 Komentar