Markas ormas diduga digerebek soal pabrik ekstasi.@Finta
Rahyuni/detikSumut
MAJALAHJURNALIS.Com (Medan) - Kepala Lingkungan IX Kelurahan Hamdan, Kecamatan
Medan Maimun, Erwin Surbakti menyebut markas Organisasi Kemasyarakatan (Ormas)
AMPI yang dijadikan pabrik ekstasi rumahan itu dibangun sekitar 6 bulan lalu.
Sebelumnya, di lokasi itu ada bangunan kios-kios warga. "Pos
(markas ormas) sudah ada 6 bulan terakhir, (dulu) ada bangunan kios, dirobohkan
diganti sama pos ini," kata Erwin saat diwawancarai di lokasi kejadian,
Senin (28/7/2025). Erwin menyebut
tersangka SS merupakan warganya, sedangkan dua tersangka lainnya, yakni FA dan
M bukan warganya. Dia mengaku tidak mengetahui bahwa markas itu dijadikan
pabrik ekstasi. "Nggak
tahu, iya (baru tahu setelah penggerebekan)," jelasnya. Dia menyebut
tidak ada aktivitas mencurigakan di markas itu jika dilihat dari luar. Erwin
mengatakan pintu markas itu juga dibuka begitu saja pada siang hari. Bahkan, di
samping markas itu juga ada kios ponsel dan tempat pencucian kendaraan milik
SS. "(Pintu)
dibuka, tapi kalau malam kan nggak tahu kita aktivitasnya, kalau siang buka,
nggak (ada aktivitas aneh-aneh) di sampingnya juga ada doorsmeer sama jual
pulsa. Sesama orang itu juga di situ, warga nggak mau tahu juga," ujarnya. Erwin
mengatakan bahwa SS setiap harinya memang beraktivitas di sekitar markas itu.
Dia menyebut bahwa SS juga adalah pengawas parkir. "Dia uang
masuknya dari parkir, pengawas parkir, nggak tahu (legal atau ilegal),"
pungkasnya. Sebelumnya
diberitakan, markas AMPI di Jalan Kantil itu digerebek Ditresnarkoba Polda
Sumut pada Jumat (25/7/2025). Dalam peristiwa itu, pelaku SS melarikan diri dan
melompat ke sungai. Pada Sabtu (26/7/2025), SS ditemukan mengapung tak jauh
dari lokasinya melompat. SS merupakan
Ketua Sub Rayon AMPI Kelurahan Hamdan. Bahan baku pembuatan ekstasi itu diambil
dari sisa-sisa pakai. Dirresnarkoba
Polda Sumut Kombes Jean Calvijn Simanjuntak mengatakan ada tiga tersangka yang
terlibat dalam kasus ini, yakni SS, FA dan M. SS sendiri tewas usai melompat ke
sungai saat proses penggerebekan. "Ketiga
tersangka ini memiliki peran yang berbeda," kata Calvijn saat pra
rekonstruksi di lokasi penggerebekan. Calvijn
mengatakan pelaku M bertugas mencari cairan sabu-sabu sisa pakai. Sabu-sabu ini
menjadi salah satu bahan baku pembuatan ekstasi itu. "Tersangka
M tugasnya diperintahkan tersangka SS mencari di sekeliling sini cairan sabu
sisa pakai, itu juga salah satu kandungan yang dimasukkan dalam proses
pembuatan ekstasi home industry ini. Kemudian mencari sabu-sabu paket yang
nantinya akan dicampur juga di situ," jelasnya. Sementara
tersangka FA membantu SS mencetak ekstasi itu dengan mencampurkan sabu-sabu
sisa pakai, memberikannya pewarna dan mencetaknya. Lalu, untuk tersangka SS
berperan untuk mengkoordinir pabrik ekstasi itu. "Peran
tersangka SS secara keseluruhan, dia yang memerintahkan tersangka 1 dan 2 dan
dia juga yang mengadakan alat cetak kikir, paracetamol, air sabu untuk
mencampurkan, pengeras, pewarna dan sampai dengan mengeringkan, sehingga jadi
94 butir itu," ujarnya. Untung Rp 90 Ribu Per Butir Perwira
menengah polri itu menjelaskan bahwa dari keterangan dua tersangka yang
ditangkap, setiap satu butir ekstasi itu mendapatkan keuntungan sekitar Rp 90
ribu. Sementara kedua pelaku mendapatkan upah sekitar Rp 3 ribu per butir. "Keuntungannya
Rp 90 ribu per butir. (Dijual berapa) nanti kita dalami. Tetapi untuk yang dua
orang ini membantu untuk satu butir itu sekitar Rp 3 ribu. Tidak menutup
kemungkinan ada tersangka baru dan DPO baru dan jaringan lainnya,"
ujarnya. Sumber: detiksumut
0 Komentar