Ticker

7/recent/ticker-posts

HIPAKAD 63 Sumut dan Anak Melayu Serdang Desak BPN Letakkan Batas-Batas Tanah Rakyat dengan Tanah Negara

 

HIPAKAD 63 Sumut dan Anak Melayu Serdang Desak BPN Letakkan Batas-Batas Tanah Rakyat dengan Tanah Negara


GEMAPATAS di Sumut, menghindar untuk meletakkan batas-batas tanah rakyat dan hak ulayat dengan batas-batas tanah negara maka jelas itu merugikan


MAJALAHJURNALIS.Com (Deliserdang) - Ketua HIPAKAD 63 Sumatera Utara Edi Susanto dan Ketua Ikatan Keluarga Anak Melayu Serdang Ir. Abdullah Umar  sepakat mendatangi dan mengirim surat ke Kementerian ATR/Agraria dan jajarannya diwilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk mendesak instansi pertanahan tersebut agar diletakkannya batas-batas Tanah Rakyat dengan Tanah Negara, juga mempertanyakan tentang penghormatan Hak Ulayat serta meminta informasi dan kejelasan atas klaim atas dasar sertifikat HGU (Hak Guna Usaha) yang diberikan staf PTPN 2/1 pada warga.
 
Kedua tokoh masyarakat tersebut pada majalahjurnalis.com, Rabu (26/11/2025) saat dijumpai di Tembung Percut Sei Tuan, Deli Serdang, mendesak Kementerian ATR/Agraria harus benar-benar merealisasikan UUPA pada masyarakat.
 
GEMAPATAS (Gerakan Masyarakat Pemasangan Batas) adalah langkah awal untuk Kementrian ATR/Agraria  mewujudkan menjadikan tanah untuk Kemakmuran dan Kesejahteraan Rakyat dan Ketahanan Negara.
 
Diterangkan Edi Susanto, menyatakan kinerja jajaran Kementerian ATR/Agraria sudah jauh menyimpang dari UUPA diantaranya;
  1. UUPA tegas sudah menghapuskan ketentuan Domein  Verklaring (segala tanah yang tidak bisa dibuktikan adalah milik negara)  produk Belanda namun masih saja ada perampasan tanah dan hunian rakyat yang sudah puluhan tahun atas klaim itu Tanah Negara tanpa menunjukkan atau menjelaskan Klaim Sertifikat Tanah Milik Negara yang sebenarnya juga harus dimiliki aparat /instansi yang mengklaim Tanah Milik Negara
  2. Pengabaian Memori Penjelasan UUPA  diantaranyaMenjadikan tanah fungsi sosial ,menjunjung persamaan derajat, mengakui Eksistensi Hak Ulayat, penghapusan Domein Verklaring, melaksanakan Rerforma hubungan antar manusia (Indonesia) dengan tanah (BAR/Bumi Air Ruang Angkasa) yang menimbulkan ketimpangan sosial dan telah alat penindasan jauh yang nyata jauh dari prinsip nasionalitas dimana orang asing atau orang-orang yang memiliki dua kewarganegaraan tidak dibenarkan memiliki tanah (BAR) apalagi memonopoli penguasaan tanah (BAR).
Masih menurut Edi Susanto, bahwa masyarakat masih mengalami hambatan dalam mendaftarkan tanahnya. Kementerian ATR/Agraria beserta jajarannya juga masih belum melaksanakan, merealisasikan azas dan tujuan pendaftaran tanah diantaranya ;
Azas sederhana, terjangkau dan terbuka (transparan), tidak memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi masyarakat serta tidak mau melayani/enggan memberikan informasi, penjelasan bagi masyarakat yang berkepentingan bahkan sengaja menutupi informasi dan menolak, permintaan masyarakat untuk meletakkan batas-batas tanah rakyat dengan batas-batas tanah negara sesuai amanat  ketentuan PP Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah beserta Peraturan Pelaksanaannya yakni Permeneg Agraria nomor 3 tahun 1997.
 
Ditambahkan Abdullah Umar, akibat arogansi, ketidakterbukaan jajaran Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Sumatera Utara dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota di Deli Serdang, Binjai, Langkat akhirnya puluhan tahun rakyat walau memiliki alas hak dengan sangat mudah ditindas, diintimidasi, digebuki bahkan dikeroyok oleh Pemkab/Kota Deli Serdang, Binjai, Langkat bahkan melibatkan aparat Polri dan TNI serta preman dalam merampok merampas menghancurkan tanah, sawah/ladang berikut huniannya..Istilah mereka Okupasi padahal itu Jenis Persekusi karena Tanpa sosialisasi dan Alas Hak Atas Tanah atau Gunakan Alas Hak Yang tidak Otentik sementara alas hak atas tanah rakyat sama sekali Tidak Diperhatikan atau Tidak Diperdulikan.
 
Jajaran Kantor Wilayah Pertanahan Sumut dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota di Deli Serdang, Binjai ,Langkat juga melakukan perilaku diskriminasi yakni
  • Enggan menerima permohonan rakyat yang memiliki alas hak dan atau sudah menghuni puluhan tahun atas tanahnya untuk meminta meletakkan batas-batas tanah dengan alasan-alasan sesuka hatinya seperti harus bayar SPS, pelepasan aset, uang nominatif, bayar hak ke perdataan, PPH, BPHTB, uang ukur, uang peta bidang macamlah, sementara hasil investigasi Hipakat 63 dan Ikatan Keluarga Anak Melayu Serdang bahwa PTPN 2/1 memakai tanah puluhan ribu hektar dengan Sertifikat HGU Aspal/Cacat Administratif dan tidak diklasifikasikan sebagai sebuah Akta Otentik,  tanpa bayar Uang Pemasukan ke Kas Negara dan atau tanpa Rekomendasi dari Kementerian Agraria terlihat di halaman 2 huruf d sertifikat HGU.
  • Apakah ini suatu pembiaran yang sengaja atau sudah atas Izin Restu Presiden Cq Kementerian Agraria yang sengaja bermain mata dengan jajaran Kantor Wilayah Pertanahan Sumut dan Kantor Pertanahan di Kabupaten/Kota Deli Serdang, Binjai, Langkat ,dan juga bersama-sama elite-elit daerah?

Kembali dikatakan Edi Susanto yang sangat vokal, jika Kementerian ATR/Agraria dan jajarannya Kanwil Pertanahan Sumut serta Kantor Pertanahan di Kabupaten/Kota Deli Serdang, Binjai, Langkat serta Kabupaten/Kota lainnya enggan merealisasikan 

GEMAPATAS di Sumut, menghindar untuk meletakkan batas-batas tanah rakyat dan hak ulayat dengan batas-batas tanah negara maka jelas itu merugikan yakni :
 
  1. Negara, karena pihak Perusahaan Perkebunan Negara dan atau Swasta sangat mungkin menggunakan Tanah Negara ribuan bahkan puluhan ribu hektar tanpa sertifikat HGU tanpa rekomendasi Menteri ATR/ Agraria dan tanpa membayar Uang Pemasukan ke Kas Negara bahkan tanpa membayar PBB dan bisa saja meng- K.S.O /Menyewa nyewakan bahkan melego pada Pihak Lain dengan secara gelap yang bisa merugikan negara puluhan atau ratusan milyar bahkan trilyunan.
  2. Oleh karenanya Kantor Pertanahan Wilayah Propinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota harusnya transparan , terbuka atas penggunaan tanah oleh Perusahaan Perkebunan Negara atau Swasta yang menggunakan tanah dengan TIDAK MEMBAYAR UANG PEMASUKAN ke KAS NEGARA. Selanjutnya pastilah merugikan Rakyat karena rakyat mudah dieksploitasi, dijadikan korban perampasan oleh pihak Perusahaan Perkebunan Negara atau Swasta bersama elit-elit Daerah dengan dalih ada sertifikat HGU walaupun aspal/cacat atau nyata-nyata di luar HGU/tak ada HGU dengan dalih kepentingan negara, pada hal Rakyat sudah memiliki alas hak atau sudah menghuni puluhan tahun tapi tetap saja dengan mudah dikeroyok dirampas tanahnya oleh pihak perkebunan negara yang berkolaborasi dengan Aparat Polri dan TNI serta elit-edit daerah dan saat menuntut ya diperas bayar SPS, Uang Nominatif, Hak Keperdataan, Uang Ukur, Uang Peta Bidang.(Sudah dirampok lalu diperas lagi).
 
Apakah kantor Wilayah Pertanahan di Sumut dan Kantor Pertanahan di Kab/Kota benar-benar melaksanakan program GEMAPATAS oleh Kementerian ATR/Agraria?
 
Kami tidak akan berhenti memperjuangkan tanah rakyat dan Hak Ulayat karena tanah adalah sebagai ruang hidup turun temurun kami dan sebagai faktor produksi/alat pemenuhan kebutuhan untuk kelangsungan kehidupan keluarga, ditambah Umar.
 
“Kita lihat dan amati, apakah masih ada nurani dan Kemanusiaan elit-elit pusat pada rakyat didaerah atau elit-elit daerahkah yang sudah menjadikan rakyatnya objek kekuasaan”, hal itu ditegaskan Edi mengakhiri komentarnya. (TN)

Posting Komentar

0 Komentar