Ticker

7/recent/ticker-posts

Kebijakan Presiden Cq Meneg ATR/BPN tentang Pertanahan Cenderung Memiskinkan Rakyat Bahkan Melenyapkan Nyawa Rakyatnya

 

Kebijakan Presiden Cq Meneg ATR/BPN tentang Pertanahan  Cenderung Memiskinkan Rakyat Bahkan Melenyapkan Nyawa Rakyatnya

Fakta foto Pemerintah Pusat ,Kebijakan Kementrian Pertanahan dan Kehutanan yang merusak dan melenyapkan bukan saja harta benda tapi juga nyawa rakyat melayang pascabanjir bandang di Aceh Tamiang, pada Kamis 4 Desember 2025.@doc.Antara


MAJALAHJURNALIS.Com (Medan) -  Sejumlah bangunan rusak pascabanjir bandang di Aceh Tamiang, pada Kamis 4 Desember 2025. Berdasarkan data Posko Komando Tanggap  Darurat Bencana Hidrometeprologi Aceh pada hari Selasa 2 Desember 2025 sebanyak1.452.185 jiwa terdampak bencana Hidrometeprologi yang melanda 3.310 desa di 18 Kabupaten/Kota di Provinsi  Aceh.
 
Kutipan berdasarkan peristiwa bencana banjir dan longsor yang terjadi di 3 Provinsi Aceh, Sumut Sumbar baru-baru ini, Edi Susanto  Ketua Hipakad 63 Sumatera Utara pada majalahjurnalis.com, Kamis (11/12/2025) siang menguraikan peristiwa yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara terkait persoalan tanah yang tak kunjung selesai antara warga dengan BPN (Badan Pertanahan Nasional) terkait terbitnya HGU diduga Aspal.
 
Dijelaskannya, Presiden Cq Menteri ATR/BPN hendaknya tidak mengedepankan kepentingan pengusaha/perusahaan dalam penyelesaian permasalahan tanah di Sumatera Utara maupun daerah lainnya.
 
Hal ini mengakibatkan: Penindasan, pembantaian dan penggusuran rakyat diberbagai daerah (masyarakat adat dan rakyat yang memiliki alas Hak atas tanah), Rakyat kehilangan tanah sawah, ladang, hunian, bahkan nyawa melayang, Tanah menjadi barang langka dan mahal di Perkotaan maupun di Pedesaan, Rakyat jatuh miskin dan fakir karena tidak ada tempat mata pencaharian dan hunian yang dirampas oleh pengusaha yang berkolaborasi dengan aparat dan elit daerah atas dasar kekuatan dan hegemoni penguasa pusat yaitu Presiden Cq Meneg ATR/BPN.


Hal ini terjadi karena: Presiden Cq Meneg ATR/BPN serta jajarannya Kanwil Pertanahan dan Provinsi dan kantor pertanahan Kabupaten/Kota;
  1. Mengangkangi larangan monopoli penguasaan tanah (Pasal 7. 10, 17 UUPA).
  2. Mengenyampingkan dan menyingkirkan klaim rakyat yang sudah turun-temurun atau yang beralas hak otentik, dikalahkan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah pengadilan dan upaya hukum di kepolisian dengan klaim perusahaan negara/swasta yang beralaskan hak atas tanah dibawah tangan/aspal/cacat administratif bahkan tak memiliki alas hak atas tanah atas kegiatan usahanya (contoh surat bawah tangan/cacat HGU 109 Kebun Sei Semayang dijadikan alat menggusur rakyat)
  3. Mempersulit, menghambat dan mematahkan upaya rakyat melakukan pendaftaran tanah (intimidasi administratif) yang akhirnya sangat mudah diintimidasi, dirampok, dirampas, diperas atas tanah-tanah rakyat yang nyata sudah beralaskan Hak atas tanah.
  4. Tidak memberi kesempatan pada rakyat untuk memperoleh, menggunakan, memanfaatkan dan memiliki tanah.
 
Tindakan Kekerasan Langsung Aparat Negara (PTPN 2/1 Kebun Sei Semayang).@MJ/TN

Berbekal Surat Bawah Tangan/Aspal/Cacat Administrasi yakni HGU 109 menghancurkan dan merampok tanah rakyat di Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang.
 
Disebut Edi, Kondisi kebijakan pertanahan saat ini lebih buruk dari masa penjajahan Belanda dan dalam sejarah NKRI, maka inilah kondisi sangat pedih yang dialami rakyat, dimana-mana rakyat diusir dari tanah leluhurnya sudah puluhan tahun dan ratusan tahun walaupun beralaskan hak atas tanah disapu bersih demi untuk kepentingan perusahaan/pengusaha, ini terjadi bukan hanya di perkotaaan saja tapi di pedesaan, pinggir hutan, bahkan di pantai (pinggir lautan maupun di lautan).
 

Ketua Hipakad 63 Sumut Edi Susanto (Nomor 2 dari kiri) turun ke Desa Muliorejo melihat rakyat korban kekerasan PTPN 2/1 Kebun Sei Semayang


Hipakad 63 akan terus berjuang dan nampaknya harus turun kejalan karena kondisi kebijakan pertanahan sudah bukan saja memiskinkan rakyat miskin jadi fakir tapi sudah menghancurkan tanah sawah ladang dan hunian bahkan melenyapkan ribuan nyawa rakyat melayang.
 
Rakyat kini sudah jadi objek dan bukan subjek dimata penguasa dan pengusaha NKRI.
 
Walau faktanya rakyat sudah sangat tidak di anggap bangsa dan manusia Indonesia saat ini namun kami masih berjuang untuk memulihkan hak-hak rakyat (Reclaiming Action) melalui jalur musyawarah mufakat dengan PTPN 2/1 dan Kantor Wilayah Pertanahan Propinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, dan terus akan berupaya melalui jalur hukum yakni Hukum Administrasi Negara, melalui Pengadilan Tata Usaha Negara sampai akan menempuh jalur Hukum Perdata maupun Pidana.
 
Mudah-mudahan masih ada Aparat dan Perangkat Institusi Negara ini yang punya kemanusian dan tidak menganggap rakyat ini tak lain budak yang wajib mengikuti apapun kemauan tuan-tuan penguasa
”, tutup Edi. (TN)

Posting Komentar

0 Komentar