Rektor Universitas Al Azhar Indonesia,
Asep Saefuddin. (Foto: Istimewa)
|
MAJALAHJURNALIS.Com (Jakarta)- Pagebluk Covid-19 berdampak luas ke semua sektor termasuk dunia pendidikan. Tidak hanya di kota-kota bahkan sampai ke pelosok daerah pun mengalami hal serupa. Adanya wabah Covid-19 ini pasti disadari akan menghambat kegiatan belajar mengajar (KBM).
Kondisi yang sebelumnya berlangsung secara konvensional atau tatap muka kini harus dilaksanakan di rumah secara jarak jauh. Meskipun demikian, pandemi ini sebenarnya mampu mengakselerasi pendidikan. Sistem pembelajaran dilakukan jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Pagebluk Covid-19 ini justru menjadi katalis hebat yang memacu dunia pendidikan kian maju. Seperti mendorong lebih banyak pemanfaatan teknologi informasi dalam aktivitas pembelajaran jarak jauh. Sementara, kompetensi guru belajar dari rumah (BDR) sudah berjalan 1,5 tahun lebih. Selama itu pula, para murid dari berbagai tingkat pendidikan menjalani belajar dalam jaringan (daring) dan luar jaringan (luring), yang diatur di surat edaran (SE) Mendikbud 4/2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kembali menerbitkan SE 15/2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar dari Rumah Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19.
Dalam surat edaran ini disebutkan tujuan dari pelaksanaan BDR adalah memastikan pemenuhan hak peserta didik untuk mendapatkan layanan pendidikan selama darurat Covid-19. Profesionalisme guru sangat diperlukan dalam bidang pendidikan di masa pandemi karena di tangan merekalah pembelajaran dan hasil belajar siswa dipertaruhkan demi mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk menjadi guru profesional pada era pandemi ini, mau tidak mau harus mampu bisa menggunakan perangkat elektronik yang terhubung dengan internet. Sehingga bisa tetap melakukan kegiatan belajar mengajar kapanpun dan di manapun.
Kondisi seperti ini menjadikan guru dan siswa dalam sebuah dilema yang harus dihadapi. Era baru dalam kenormalan yang mengharuskan para guru dan siswa tetap belajar, meski harus tetap di rumah saja. Home schooling atau belajar dari rumah dan menggunakan fasilitas elektronik yang terhubung dengan sambungan internet, menjadi jalan untuk dapat mewujudkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) ini.
Berbagai masalah awal yang dihadapi dalam kenormalan baru ini. Antara lain adalah tidak semua guru memiliki kompetensi yang memadai dalam menjalankan tugasnya untuk melaksanakan PJJ. Terutama bagi mereka yang terbiasa mengajar konvensional dan yang belum terbiasa berhubungan dengan internet. Selain itu, kesiapan para siswa dalam menerima pembelajaran dengan menggunakan perangkat canggih juga menjadi hambatan, seperti di remote area.
Di HUT Ke-76 RI tentunya tantangan dunia pendidikan semakin beragam apalagi di tengah pandemi yang tak bisa diprediksi kapan berakhir. Guru harus mampu melakukan alih fungsi pembelajaran konvensional ke tataran teknologi. Merdeka dari pandemi tentu menuntut kreativitas guru dalam mengisi ruang-ruang belajar dengan penerapan teknologi.
Momentum Akselerasi Pendidikan Masuk Era Digital
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), yang juga rektor Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Asep Saefuddin mengatakan, Covid-19 memaksa pendidikan berubah. Kebiasaan lama akan menjadi usang digantikan dengan kebiasaan baru berbasis digital.
“Awalnya memang akan terjadi kekagetan dan kaku, lama lama menjadi biasa, walaupun terpaksa. Tidak ada pilihan teknologi digital menjadi alat paling dibutuhkan,” kata Asep saat dihubungi Beritasatu.com, Selasa (17/8/2021).
Dalam normal baru akan terjadi setidaknya 3 pola dalam proses pembelajaran. Pertama, suatu pembelajaran campuran yang sering disebut hybrid atau blended learning. Yakni suatu pola campuran tatap muka luar jaringan (luring) dan dalam jaringan (daring).
“Pola daring biasanya disiapkan teknologi digital Learning Management System (LMS). Semuanya terjadwal dengan sistematis untuk tatap muka luring dan daring,” ucapnya.
Kedua, pola penuh digital yang dikenal pembelajaran jarak jauh (PJJ). Pendekatan ini ada tatap muka maya secara terjadwal. PJJ lebih digital daripada blended/hybrid learning. Semuanya dilakukan dengan teknologi digital, tapi unsur sistematis masih terasa dan LMS masih menjadi andalan.
Ketiga, pendidikan berbasis budaya digital. Pendidikan ini betul-betul menuntut kebiasaan digital secara individu tanpa arahan-arahan secara sistematis. Pendidikan digital ini dilakukan oleh siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Tidak ada waktu yang secara spesifik ditentukan.
Siswa dan mahasiswa bukan peserta didik yang dicatat kehadirannya, bahkan ada bobot persentasenya. Tetapi mereka adalah pembelajar yang mencari ilmu, teknologi, dan keterampilan tanpa ada yang mengawasi
Asep menyebutkan, para pembelajar itu bisa saja terdaftar di sebuah lembaga pendidikan, utamanya universitas, tetapi mereka meracik sendiri mata kuliahnya. Mereka juga bisa mengambil mata kuliah di kampus-kampus besar dunia secara resmi atau tidak. Atau mereka ambil kelas-kelas tertentu dari coursera atau MOOCs yang saat ini bertepatan di dunia maya cloud.
Ketika peserta didik atau mahasiswa memerlukan lembar sertifikat mata kuliah tertentu, mereka baru mendaftar ujian secara daring. Sudah barang tentu sertifikat itu ada nama mata kuliah dan nilai yang ditandatangani resmi oleh dosen pengampu. Para pembelajar yang sungguh-sungguh tidak akan membuang-buang kesempatan ini dengan ujian asal lulus. Mereka berusaha sekuat tenaga agar nilai yang tertera di sertifikat itu memuaskan
Karena itu, para dosen sebagai pengampu mata kuliah harus mau mengubah pikirannya. “Jangan terlalu kaku, adaptif terhadap perubahan, terbuka dan mengakui mata kuliah yang diambil pembelajar di kampus lain, baik di dalam atau pun di luar negeri,” ujarnya.
Selain itu, dosen tersebut bisa saja mengajar pembelajar dari kampus lain. “Di sinilah dosen dituntut untuk menyiapkan bahan dan menyampaikannya dengan baik. Tidak tertutup dosen itu mempunyai mahasiswa dari berbagai penjuru dunia. Bisa ribuan atau bahkan jutaan,” ucapnya.
Dosen pola lama atau petahana akan digantikan oleh dosen pendatang baru yang lebih menarik, menyenangkan, kreatif, dan bekerja penuh passion. Bukan sekadar dosen pemburu honor berbasis jumlah satuan kredit semester (SKS).
Menurut Asep, harus dipahami bahwa pembelajaran dan kuliah tatap muka dengan tatap layar itu berbeda. Dalam hal ini, perlu ada upaya dosen agar pemahaman mahasiswa terhadap suatu bidang ilmu itu bisa diperoleh. “Perlu ada beberapa strategi pemanfaatan sumber daya belajar dari berbagai media,” kata Asep
Dengan menggunakan skema daring ini dosen harus berkreasi dalam penyampaiannya tidak monoton. Ada jeda-jeda diskusi dengan mahasiswa. Selain itu, ada tugas kerja kelompok dengan 3-4 orang/kelompok untuk membahas kasus nyata di lapangan, analisis data, dan presentasi hasil analisis.
Kampus dapat menggundang praktisi-praktisi untuk menerangkan situasi dan kondisi sesuai dengan bidang kerjanya. Kemudian, menerapkan problem base learning (PBL) yang diberi bobot penilaian.
“Ada tugas webinar yang dikelola mahasiswa dengan nara sumber di luar universitasnya, bisa dosen atau praktisi. Bahkan wajibkan satu dari nara sumber harus dari luar negeri, misalnya, para diaspora,” ucapnya.
Menurut Asep, upaya percepatan penguasaan teknologi itu dilakukan melalui lokakarya dari internal dosen yang menguasai dan dari dosen kampus lain, seperti penggunaan LMS yakni upaya melakukan administrasi dan proses pembelajaran, pengajaran jarak jauh, pembelajaran mandiri dan lain yang umumnya dilakukan secara digital.
“Para dosen juga banyak kreasi agar mahasiswa tetap antusias belajar dengan pendekatan studi kasus dan PBL," kata Asep.
Saat ini juga untuk membantu guru SD dan SMP, ada program Kampus Mengajar dengan menurunkan para mahasiswa yang terpilih ke SD/SMP. Mahasiswa tersebut sebelum turun ke SD/SMP dilatih dulu tentang seluk beluk pembelajaran tingkat dasar. Program ini dikordinasikan oleh Ditjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemdikbudristek.
Diharapkan, dengan adanya perubahan paradigma konvensional menuju kreativitas pembelajaran berbasis teknologi akan mengakselerasi pemajuan pendidikan nasional. Pagebluk ini bisa menjadi katalis hebat di pendidikan nasional.
(Sumber: BeritaSatu.com)
0 Comments