MAJALAHJURNALIS.Com (Medan) – Menyikapi Laporan
Polisi No. LP/117/XI/2019/SU/Res B. Bara/Sek L. Puluh tanggal 16 Nopember 2019
atas Nama Pelapor Doli Tua Sitompul yang sudah Booming dan Viral di Media
Sosial maupun pemberitaan di Media Online terkait adanya saling lapor antara
Doli dengan Nanda di Polsek Lima Puluh dan Polres Batu Bara, Sumatera Utara
sejak 2019 sudah terjadi saling sikut melalui jalur hukum.
Menyikapi prihal
tersebut yang semakin hari semakin memanas, Lili Arianto, SH, MH selaku Praktisi
Hukum Kabupaten Asahan menyikapi persoalan ini dengan seksama.
Diujung telpon Lili
Arianto, SH, MH, Selasa (26/10/2021) pagi mengatakan, bahwa saat ini kasusnya sudah
menjadi santapan publik (Booming) untuk itu saya menilai dan menyikapinya dari
kacamata hukum atau praktisi hukum tentang realita yang ada, karena ini sudah
menjadi buah bibir dikalangan masyarakat maupun Nitizen dan para awak media
lainnya.
Dijelaskannya, pada
awalnya sepengetahuan saya, Nanda ini berhutang sama Bu Tuti dan tak pernah
hutang sama si Doli Tua Sitompul dan si Nanda pun tak kenal siapa itu si Doli
dan jumlah hutangnya cuma Rp. 110 juta bukan Rp.410 juta.
Mencuatnya perkara ini,
karena sempat di P19 karena tidak memenuhi 87 item syarat memenuhi P21.
Apakah itu sudah
dipenuhi semuanya oleh pihak kepolisian atau tidak. Kalau memang perkara itu
sudah memenuhi 2 alat bukti, maka perkara itu sudah dapat dinyatakan P21.
Yang menjadi pertanyaan
yakni dengan kuitansi yang tertulis Rp.410 juta itukan diduga palsu, seharusnya
pihak kepolisian melampirkan Lakrin maksudnya melampirkan kuitansi diduga palsu
itu.
Dengan dilampirkan
kuitansi palsu maka perkara itu seharusnya tidak P21. Herannya mengapa kasus
itu bisa menjadi P21 di Kejaksaan Negeri (Kajari) Batu Bara. Apakah 87 item itu
telah terpenuhi?
Menurut saya 2 alat
bukti itu belum terpenuhi seperti dari Lakrin dan dari para saksi yang
menyatakan bahwasanya si Nanda hanya berhutang sama si Tuti bukan sama di Doli dan
penandatangan itupun dilakukan diruangan gedung DPRD Batu Bara. Dan istrinya
Nanda (red-Indarti Mira Dinata) tidak tau menau soal itu. Istrinya hanya
didatangi ke rumahnya untuk menandatanganinya saja.
Yang menjadi problem
disini seharusnya perkara itu tidak bisa P21 di Kajari Batu Bara kalau menurut
kacamata hukum karena 2 alat bukti itu tak terpenuhi seperti kuitansi dan
saksi. Sementara saksi itu hanya mengetahui Nanda berhutang sama si Tuti bukan
si Doli.
Jadi P21-nya terkesan
dipaksakan dan baru saya dengar ada pula P21-A seperti yang saya baca
dipemberitaan sebelumnya, saya eggak tau itu. Saya tau hanya P21 aja.
Kalau berkasnya sudah
P21 maka itu sudah dinyatakan lengkap.
Akan tetapi dengan
adanya istilah P21-A dan apabila berkas itu dikembalikan, maka pihak kepolisian
dapat membuka kembali kasusnya dengan ketentuan memenuhi 87 item sebagai syarat
melengkapi berkasnya. Dan apabila tidak terpenuhi 87 item itu, maka pihak
Kejaksaan Negeri Batu Bara menghentikan kasusnya, maka harus meng-SP3-kan perkara
tersebut atau diberhentikan.
Begitu di SP3-kan
perkara itu, maka status si Nanda tidak lagi tersangka dan tentunya nama
baiknya menjadi taruhannya. Itu semua dikembalikan kepada si Nanda, apakah ia
mau melakukan gugatan terhadap pencemaran nama baiknya atau tidak.
Menyinggung soal
perdamaiannya antara Nanda dengan Doli, kalau misalnya mereka sudah berdamai
artinya mereka sudah menyelesaikan masalah itu. Inikan delik aduan. Pertanyaannya,
‘Apakah bisa berhenti perkara itu kalau sudah P21-kan? Tentunya tidak.
Perdamaian itu tidak
menghambat proses perkara hanya meringankan saja. Inikan sudah tahap kedua,
artinya kalau sudah tahap kedua, berarti berkas dan barang buktinya sudah
lengkap. Kalau mereka berdamai itu urusan lain, karena perdamaian itu tidak
menghapus tindakan pidana, ujarnya.
Saat ditanya awak media
tentang adanya informasi saksi pelapor inisial EC diduga fiktif
(direkayasakan)?
Lili Arianto menjawab, “Saya
tak mengetahui itu! Jikalau memang saksi itu direkayasa, inilah yang nantinya akan
menjadi problem besar didalam perkara ini,” ujar Lili Arianto. (TN)
0 Comments