Ticker

7/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Apakah Hukum Ketenagakerjaan Kita Baik-Baik Saja ???

 Oleh : Awaluddin Pane


MAJALAHJURNALIS.Com Dalam karya tulis ini, saya mencoba membedah kasus-kasus yang terjadi terhadap pekerja maupun terhadap intimidasi kepada Buruh.
 
Kita masih ingat tentang saudara kita yang mengalami musibah kecelakaan kerja di Tanjung Balai – Asahan, Provinsi Sumatera Utara.
 
Yang mana suaminya berkerja disalah satu perusahaan meninggal dunia, namun uang PHK-nya belum kunjung diberikan pihak perusahaan kepada pihak keluarga yang ditinggalkan, sehingga keluarga binggung mau mengadu kemana? Karena pesangonnya belum juga diberikan.
 
Begitu juga yang terjadi di Perusahaan Air Minum, soal lembur kerja. Sampai-sampai para pekerjanya demo menuntut hak lemburnya.
 
Sejak tahun 2016 sampai 2022 begitu cukup lama, namun belum tak ada realisasinya, pihak Perusahaan Air Minum tutup mata dan telinga begitu juga dengan Departemen Tenaga Kerja (Depnaker)-nya.
 
Begitu juga terjadi dialami beberapa pekerja dari Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI).
 
Pelanggaran Ketenagakerjaan yang dilakukan Perusahan dan dilaporkan ke Depnaker. Tetapi hasilnya masih tanda kuitp ‘bisa baik’ dan ‘bisa juga tidak’. Kenapa?
 
Hal ini bisa sedemikian rupa karena Hukum Ketenagakerjaan itu tergantung pada Perusahan apakah mau menerima anjuran dari Dinas Tenaga Kerja atau tidak.
 
Yang sangat menyedihkan lagi, ketika hak buruh sedang diperjuangkan, nasib Pengurus Serikat Pekerjanya yang turut memperjuangkan menggalami Intimidasi atau di PHK sepihak tempat pengurus buruh itu bekerja. Koq bisa?
 
Padahal sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan, Buruh bebas berserikat (berorganisasi) untuk memperjuangkan hak-haknya. Namun pihak perusahaan selalu mencari-cari celah untuk mem-PHK buruh yang menuntut haknya.
 
Sementera peran pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja tumpul ketika buruh berteriak minta perlindungan hak.
 
Lalu Buruh harus bagaimana? Buruh juga punya tanggungjawab terhadap kelangsungan hidup keluarganya.
 
Buruh selalu dijadikan kambing hitam disaat-saat dunia usaha melemah dan juga disaat-saat buruh menuntut hak-hak normatif serta perlindungan dalam pekerjaaannya.
 
Apakah benar Undang-Undang Ketenagakerjaan itu murni melindungi Buruh?
 
Terlalu banyak peraturan, terlalu banyak Undang-Undang, tetapi selalu saja menguntungkan pihak perusahaan seperti merujuk pada UU Nomor 13 Tahun 2003 atau UU Ketenagakerjaan, outsourcing adalah penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain (subkon)
 
Jadi kami harus bagaimana, jika hal ini terjadi? Haruskah kami diam, sementara hak-hak buruh terinjak-ijak oleh pengusaha dan penguasa.
 
Kami pekerja bukan berarti kami dijadikan budak pengusaha.
 
Pilihan itu ada pada Pekerja dan Buruh itu sendiri. Apakah mau berjuang atau diam di tempat. Mari kita bersatu menentang kedzoliman ini. 


(Penulis adalah Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga di Dewan Pimpinan Wilayah Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia Sumatera Utara-DPW PPMI Sumut)

Post a Comment

0 Comments