Ketua
KPK Firli Bahuri. @DW
MAJALAHJURNALIS.Com (Jakarta) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Firli Bahuri angkat bicara terkait penggeledahan dilakukan tim penyidik KPK di
ruang kerja Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indra Parawansa dan
Wakil Gubernur Emil Elistianto Dardak. Firli menyebut, tim penyidik KPK bekerja
profesional dalam mengusut suatu kasus.
Penggeledahan ruang kerja Khofifah dan Emil Dardak
diketahui berkaitan kasus dugaan suap terkait pengelolaan dana hibah Pemerintah
Provinsi Jawa Timur (Pemrov Jatim).
"KPK bekerja profesional sesuai
asas pelaksanaan tugas pokok KPK dan tidak terpengaruh kepada kekuasaan mana
pun," ujar Firli dalam keterangannya, Jumat (23/12/2022).
Firli menyebut sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019,
KPK merupakan Lembaga Negara dalam rumpun eksekutif yang dalam pelaksanaan tugas
dan wewenangnya tidak terpengaruh kepada kekuasaan mana pun. Firli mengatakan,
KPK bekerja tidak pandang bulu.
"Karena itu adalah prinsip kerja KPK. Namun harus
diingat bahwa KPK tidak akan mentersangkakan seseorang kecuali karena
perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai
pelaku tindak pidana," kata dia.
Penggeledahan Ruang Kerja
Khofifah dan Emil Dardak
Tim penyidik Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) menemukan bukti baru kasus dugaan suap terkait pengelolaan dana
hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim).
Bukti baru ditemukan usai tim penyidik menggeledah ruang
kerja Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa, ruang kerja Wakil
Gubernur Jatim Emil Elistianto Dardak, ruang Sektretaris Daerah Adhy Karyono,
Gedung Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), serta Gedung Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jatim.
Dalam penggeledahan yang dilakukan Rabu, 21 Desember
2022, tim penyidik menemukan beberapa dokumen yang akan dijadikan barang bukti
dalam perkara ini.
"Dari kegiatan penggeledahan tersebut ditemukan dan
diamankan antara lain berbagai dokumen penyusunan anggaran APBD dan juga bukti
elektronik yang diduga memiliki kaitan erat dengan perkara," ujar Kabag
Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (22/12/2022).
Ali mengatakan barang-barang tersebut akan ditelaah lebih
lanjut oleh tim penyidik. "Analisa dan penyitaan segera akan dilakukan
untuk mendukung proses pembuktian perkara ini," kata Ali.
Penyidik
KPK Bawa Tiga Koper
Diketahui, tim penyidik membawa tiga
koper usai menggeledah ruang kerja Khofifah, Emil Dardak, dan Adhy Karyono.
Tiga koper itu dibawa tim penyidik dengan menggunakan tiga mobil MPV.
Sebelumnya, KPK menyita sejumlah uang dan dokumen usai
menggeledah Gedung DPRD Jawa Timur. Penggeledahan berkaitan dengan kasus dugaan
suap terkait pengelolaan dana hibah Pemerintah Provinsi (Pemrov) Jatim.
Penggeledahan dilakukan pada Senin, 19 Desember 2022.
Selain Gedung DPRD Jatim, tim penyidik juga menyasar kediaman pihak yang
terkait dengan kasus ini.
"Ada dua lokasi yang digeledah, yaitu Gedung DPRD
Jawa Timur meliputi ruang kerja Ketua DPRD, ruang kerja Wakil Ketua dan ruang
kerja beberapa komisi, serta rumah kediaman dari pihak yang terkait," ujar
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannta, Selasa (20/12/2022).
Konstruksi
Perkara
Diketahui, pimpinan DPRD Jatim terdiri
dari satu ketua dan empat wakil ketua. Posisi Ketua DPRD Jatim ditempati oleh
Kusnadi dari PDIP,
sementara empat Wakil Ketua DPRD Jatim yakni, Anik Maslachah dari PKB, Anwar
Sadad fraksi Gerindra,
Ahmad Iskandar dari Demokrat, dan Sahat Tua P Simanjuntak (STPS) fraksi Golkar.
"Dari lokasi tersebut ditemukan dan diamankan antara
lain berbagai dokumen, barang bukti elektronik dan sejumlah uang. Analisa dan
penyitaan segera dilakukan untuk melengkapi berkas perkara penyidikan Tersangka
STPS dan lainnya," kata Ali.
KPK menetapkan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur (Jatim) Sahat
Tua P Simandjuntak (STPS) sebagai tersangka kasus dugaan suap dalam pengelolaan
dana hibah provinsi Jatim.
Selain Sahat, KPK juga menjerat tiga tersangka lainnya,
yakni Rusdi selaku Staf Ahli Sahat, Kepala Desa Jelgung Kecamatan Robatal
Kabupaten Sampang sekaligus selaku Koordinator Kelompok Masyarakat (Pokmas)
Abdul Hamid, dan Koordinator Lapangan Pokmas bernama Ilham Wahyudi alias Eeng.
KPK menyebut, untuk tahun anggaran 2020 dan 2021 dalam
APBD Pemprov Jatim merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya
sekitar Rp 7,8 triliun kepada badan, lembaga, hingga organisasi kemasyarakatan
(ormas) yang ada di Pemprov Jatim.
Distribusi penyalurannya antara lain melalui Kelompok
Masyarakat (Pokmas) untuk proyek infrastruktur hingga sampai tingkat pedesaan.
Terkait pengusulan dana belanja hibah tersebut merupakan penyampaian aspirasi
dan usulan dari para anggota DPRD Jatim, salah satunya adalah Sahat.
Sahat menawarkan diri membantu dan memperlancar
pengusulan pemberian dana hibah tersebut dengan adanya kesepakatan pemberian
sejumlah uang sebagai uang muka alias ijon. Kemudian Abdul Hamid menerima
tawaran tersebut.
Diduga Sahat mendapat bagian 20 persen dari nilai
penyaluran dana hibah yang akan disalurkan sedangkan Abdul Hamid mendapatkan
bagian 10 persen. Adapun besaran nilai dana hibah yaitu di tahun 2021 dan 2022
telah disalurkan masing-masing sebesar Rp 40 miliar.
Agar alokasi dana hibah untuk tahun 2023 dan 2024 bisa
kembali diperoleh Pokmas, Abdul Hamid kemudian kembali menghubungi Sahat dan
sepakat menyerahkan sejumlah uang sebagai ijon sebesar Rp 2 miliar.
Realisasi uang ijon tersebut dilakukan pada Rabu
(13/12/2022) dimana Abdul Hamid melakukan penarikan tunai sebesar Rp 1 miliar
dalam pecahan mata uang rupiah di
salah satu Bank di Sampang dan kemudian menyerahkannya pada Eeng untuk dibawa
ke Surabaya.
Eeng pun menyerahkan uang Rp 1 miliar tersebut pada Rusdi
sebagai orang kepercayaan Sahat di salah satu mal di Surabaya. Setelah uang
diterima, Sahat memerintahkan Rusdi menukar uang Rp 1 miliar tersebut di salah
satu money changer dalam bentuk pecahan mata uang SGD dan USD.
Rusdi kemudian menyerahkan uang tersebut pada Sahat di
salah satu ruangan yang ada di gedung DPRD Provinsi Jawa Timur. Sedangkan sisa
Rp 1 miliar yang dijanjikan Abdul Hamid akan diberikan pada Jumat (16/12/2022).
Diduga dari pengurusan alokasi dana hibah untuk Pokmas, Sahat telah menerima
uang sekitar Rp 5 miliar.
Atas perbuatannya, Abdul Hamid dan Eeng sebagai penyusp
disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31
Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara Sahat dan Rusdi sebagai penerima disangka
melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b Jo Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun
1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sumber : Merdeka.com
0 Komentar