MAJALAHJURNALIS.Com (Jakarta) -Menteri
Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md
menyambut baik putusan etik Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Mantan hakim MK
ini menaruh hormat ke pendahulunya, yakni Jimly Asshiddiqie, yang kini menjadi Ketua
MKMK. "Dalam
beberapa tahun terakhir ini saya sedih dan malu pernah menjadi hakim dan Ketua
MK. Tapi hari ini, setelah MKMK mengeluarkan putusan tentang pelanggaran Etik
Hakim Konstitusi, saya bangga lagi dengan MK sebagai 'guardian of constitution'.
Salam hormat kepada Pak Jimly, Pak Bintan, Pak Wahiduddin," tulis Mahfud
di akun X @mohmahfudmd, Selasa (7/11/2023). MKMK terdiri
atas Jimly sebagai ketua, Wahiduddin Adams, dan Bintan R Saragih. Jimly dulu
merupakan Ketua MK pertama pendahulu Mahfud, ahli hukum bergelar profesor
tersebut. Sebagaimana
diketahui, perkara yang diputus MKMK itu adalah mengenai dugaan pelanggaran
etik dalam putusan soal usia capres-cawapres yang dibacakan MK pada 16 Oktober
2023. Masalah etik yang disoal adalah berkutat pada Anwar Usman, Ketua MK yang
juga ipar dari Presiden Jokowi, ayah dari salah satu tokoh potensial cawapres,
Gibran Rakabuming Raka. MKMK membacakan
putusan nomor 2/MKMK/L/11/2023. Putusan itu terkait dugaan pelanggaran etik
hakim Mahkamah Konstitusi dengan terlapor Ketua MK Anwar Usman. "Hakim
terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat," kata Ketua MKMK Jimly
Asshiddiqie membacakan putusannya. "Sanksi
pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim
terlapor," sambungnya. Putusan ini
terkait laporan dari Denny Indrayana, PEREKAT Nusantara, TPDI, TAPP,
Perhimpunan Pemuda Madani, PBHI, Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, LBH
Barisan Relawan Jalan Perubahan, para guru besar dan pengajar hukum yang
tergabung dalam Constitutional Administrative Law Society (CALS), Advokat
Pengawal Konstitusi, LBH Yusuf, Zico Leonardo Djagardo Simanjuntak, KIPP,
Tumpak Nainggolan, BEM Unusia, Alamsyah Hanafiah, serta PADI. Selain itu,
sembilan hakim lain dinyatakan kena sanksi lisan karena terbukti tidak dapat
menjaga informasi rahasia dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang bersifat
tertutup. "Hakim
terlapor secara bersama-sama bersama hakim lainnya terbukti melakukan
pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta
Karsa Hutama. Prinsip kepantasan dan kesopanan sepanjang menyangkut kebocoran
informasi rahasia rapat pemusyawaratan hakim dan pembiaran praktik benturan
kepentingan para hakim konstitusi dalam penangan perkara," kata Jimly
membacakan putusannya. Sumber :
detiknews
0 Comments