Prabowo Terima Uang Kuno Ditandatangani
Ayahnya.©Istimewa
MAJALAHJURNALIS.Com (Jakarta)
- Presiden Prabowo Subianto melakukan reshuffle kabinet
perdana Menteri dan kepala badan di Istana Negara Jakarta, Rabu (19/2/2025)
kemarin. Salah satu Menteri yang dicopot adalah Menteri Pendidikan Tinggi,
Sains dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro.
Posisi Satryo pun digantikan Brian
Yuliarto yang merupakan Guru Besar Fakultas Teknologi Industri dari Institut
Teknologi Bandung (ITB). Penggantian Satryo tertuang dalam Keppres nomor 26P
Tahun 2025.
Perombakan kabinet ini bisa menjadi
reshuffle tercepat dalam sejarah pemerintahan di Indonesia. Prabowo mengganti
Menteri hanya dalam 122 hari kerja.
"Ini bisa jadi reshuffle menteri
yang tercepat," kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR)
Iwan Setiawan dihubungi merdeka.com, Kamis (20/2/2025).
Lebih
Cepat dari Era Jokowi
Bahkan, reshuffle kabinet ini lebih
cepat dibandingkan perombakan perdana kabinet yang dilakukan di era Presiden
Jokowi. Sebagai perbandingan, Jokowi merombak kabinetnya untuk pertama kali
setelah menjabat selama 296 hari. Tepatnya pada 12 Agustus 2015.
Pada saat itu, Jokowi merombak 7
Menteri sekaligus. Mereka adalah Luhut Binsar Pandjaitan diangkat sebagai Menko
Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam), menggantikan Tedjo Edhy
Purdijatno; Thomas Lembong diangkat sebagai Menteri Perdagangan, menggantikan
Rachmat Gobel.
Darmin Nasution yang diangkat sebagai
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, menggantikan Sofyan Djalil.
Kemudian, Sofyan Djalil diangkat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, menggantikan Andrinof Chaniago.
Berikutnya, Rizal Ramli diangkat
sebagai Menko Bidang Kemaritiman, menggantikan Indroyono Susilo. Pramono Anung
diangkat sebagai Sekretaris Kabinet, menggantikan Andi Widjajanto; serta Teten
Masduki diangkat sebagai Kepala Staf Kepresidenan, menggantikan Luhut Binsar
Pandjaitan.
Pemicu
Satryo Dicopot
Meski demikian, Iwan menilai terlalu
dini Prabowo melakukan pergantian menteri dalam 122 hari kerja. Menurut dia,
tidak cukup menilai kinerja seorang Menteri hanya dalam 3 bulan lebih.
"Menurut saya, waktu yang paling
obyektif untuk melakukan reshuffle kabinet adalah 6 bulan masa kerja. Karena,
kalau pada moment 100 hari ini dilakukan reshuffle menurut saya terlalu dini
dan belum cukup untuk menilai kinerja para menteri secara obyektif," kata
Iwan.
Pencopotan Satryo, kata Iwan,
kemungkinan terkait dengan gelombang protes baik di internal Kemendiktisaintek
dan masyarakat. Terbaru, Satryo didemo mahasiswa yang mengangkat tema
'Indonesia Gelap'. Protes ini menyusul ucapan Satryo yang mewacanakan kenaikan
uang kuliah dan UKT perguruan tinggi karena terimbas efisiensi anggaran.
"Satryo Brodjonegoro inilah yang
mengeluarkan Statement saat Raker di DPR RI, bahwa Imbas Efisiensi akan bisa
menaikkan biaya kuliah atau UKT di perguruan tinggi," ujar Iwan.
Padahal, menurut Iwan, semangat dari
efisiensi anggaran kementerian itu seharusnya tidak menyasar bantuan-bantuan
pemerintah kepada masyarakat seperti KIP-Kuliah. Untuk itu, dia meyakini
Prabowo marah ke Satryo karena tidak bisa menerjemahkan perintahnya dengan
baik.
Belum lagi Mendikti Saintek juga
membuat gaduh setelah didemo oleh pegawai Kemendiktisaintek karena dianggap
semena-mena memecat mereka.
"Menurut saya, Prabowo pasti
marah karena harusnya pesan efisiensi itu bisa disampaikan dengan baik oleh
para menterinya seperti dana-dana yang terkait perjalanan dinas, ATK, FGD dan
lain-lain dan tidak terkait dengan biaya kuliah atau belanja pegawai,"
papar Iwan.
Reshuffle
Kabinet Hal Mendesak?
Iwan sebenarnya tidak kaget dengan
reshuffle cepat yang dilakukan Prabowo. Sebab, lanjut dia, Prabowo telah
memberikan sinyal untuk mengganti anak buahnya yang tidak becus kerja demi
kepentingan rakyat.
Sinyal tersebut sempat Prabowo
sampaikan saat puncak Hari Lahir Nahdlatul Ulama ke-102 di Istora Senayan,
Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2025) malam. Prabowo mengajak para menteri di Kabinet
Merah Putih untuk mengoreksi diri.
"Saya kira itu merupakan kode
keras atau sinyal kuat bahwa akan dilakukan reshuffle, mengingat memang ada
beberapa menteri yang sejak awal terlihat membuat polemik dan kinerjanya yang
dianggap tidak pro rakyat," papar dia.
Untuk itu, Iwan memahami keputusan
Prabowo mencopot Satryo sebagai sesuatu yang mendesak terlepas reshuffle
kabinet pada 122 hari kerja terlalu dini. Hal yang mendasari pencopotan Satryo
lantaran sering membuat gaduh dan tidak bisa menjalankan perintah Presiden.
"Karena harusnya belum saatnya
untuk dilakukan reshuffle, karena masih 100 hari," tutup Iwan.
Reshuffle
Pejabat Lain
Selain Satryo, Prabowo juga reshuffle
sejumlah pejabat di antaranya Kepala BSSN Hinsa Siburian digantikan Nugroho
Sulistyo Budi, Wakil Kepala BSSN A Rachmad Widodo digantikan Pratama Dahlian
Persadha.
Kemudian, Prabowo juga bakal melantik
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjadi kepala
BPS. Lalu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh menjadi kepala
BPKP.
"Bahwa saya akan setia kepada
undang-undang dasar 1945 serta akan menjalankan segala peraturan
perundang-undangnya dengan seluruhnya demi darma bakti saya kepada bangsa dan
negara," kata Prabowo membacakan sumpah jabatan.
"Bahwa saya dalam menjalanlan
tugas dan jabatan akan menjunjung tinggi etika jabatan, bekerja dengan sebaik
baiknnya dengan penuh rasa tanggung jawab," sambungnya.
Satryo
Buka-Bukaan usai Dicopot
Mantan Menteri Pendidikan Tinggi,
Sains, dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro blak-blakan dirinya bukan
diberhentikan melainkan mengundurkan diri.
"Jadi saya itu, baru saja, ke
setneg menyerahkan surat pengunduran diri saya sebagai mendiktisaintek"
kata Satryo, kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (19/2/2025).
Dia menjelaskan, alasan dirinya
mengundurkan diri lantaran sudah bekerja keras. Namun, hasil kinerjanya
dianggap tidak sesuai dengan pemerintah. Sehingga, Satryo akhirnya memutuskan
untuk mengundurkan diri ketimbang diberhentikan oleh Presiden Prabowo.
"Alasan utamanya karena saya
sudah bekerja keras selama empat bulan ini. Namun karena mungkin tidak sesuai
dengan harapan dari pemerintah. Ya saya lebih baik mundur daripada
diberhentikan," jelasnya.
Lebih lanjut, Satryo menyebut, surat
tersebut dibuat sehari sebelum dia mengajukan pengunduran diri. Kemudian,
diserahkan kepada Sekretariat Negara.
"Ya. Surat itu saya buat tadi
malam jam 12 malam. Saya buat tadi malam, lalu saya serahkan ke setneg
disampaikan ke persiden," ungkap Satryo.
Dia mengaku, sudab legowo atas
keputusannya untuk mundur sebagai Mendiktisaintek.
"Harus legowo kerja itu. kita
kerja baik, maksimal sudah, tidak ada pamrih, tulus saya kerja. Oke? Kalau
enggak cocok ya sudah saya mundur saja," imbuhnya.
Sumber : Merdeka.com
0 Comments