Kantor
Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta.@Liputan6.com/Angga Yuniar. ©@ 2024
merdeka.com
MAJALAHJURNALIS.Com (Jakarta)
- Guru Besar Universitas Pertahanan (UNHAN),
Kolonel Sus Prof Dr Drs Mhd. Halkis MH mengajukan uji materi ke Mahkamah
Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 (UU TNI).
"Uji materi UU TNI diajukan
karena dianggap bertentangan dengan konstitusi dan mengekang hak prajurit
sebagai warga negara," kata Mhd Halkis, dilansir dari Antara, Minggu (16/3/2025).
Mhd Halkis mengajukan uji materi UU
TNI itu disampaikan kuasa hukumnya Izmi Waldani dan Bagas Al Kautsar, dengan
Nomor Registrasi 41/PAN.ONLINE/2025.
Menurut Halkis yang juga perwira aktif
itu, bahwa dalam Pasal 2 huruf d UU TNI, mendefinisikan tentara profesional
sebagai prajurit yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak
berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya.
Definisi ini justru tidak tepat secara
logika karena menggunakan pendekatan negatif, tidak menjelaskan apa definisi
tentara profesional secara positif, melainkan hanya menyebutkan apa yang tidak
boleh dilakukan, sehingga ada kesalahpahaman dalam memahami profesionalisme
militer.
"Tentara profesional harus
dimaknai sebagai prajurit yang menjalankan tugas negara secara netral, berbasis
kompetensi, dan memiliki hak dalam aspek ekonomi serta jabatan publik,"
katanya.
Berikutnya dalam Pasal 39 ayat (3) UU
TNI melarang prajurit untuk berbisnis, aturan ini bertentangan dengan Pasal 27
ayat (2) UUD 1945, yang menjamin hak setiap warga negara untuk mendapatkan
pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Di Amerika Serikat dan Jerman,
katanya, prajurit justru boleh memiliki usaha dengan mekanisme pengawasan yang
jelas. Dia mempertanyakan mengapa di Indonesia dilarang, sementara jaminan
kesejahteraan bagi prajurit tidak memadai.
"Prajurit juga mengalami
ketimpangan ekonomi akibat larangan ini, terutama pascapensiun. Jika larangan
tetap berlaku, negara wajib memberikan jaminan ekonomi yang layak bagi prajurit
selama bertugas dan setelah purna tugas," katanya.
Pasal
Prajurit Aktif Dibatasi Masuk Jabatan Sipil
Selain itu, kata Halkis, pada Pasal 47
ayat (2) UU TNI, yang membatasi jabatan sipil bagi prajurit aktif hanya pada
tujuh instansi, seperti Kemenko Polhukam, BIN, Lemhannas, dan BNN.
Aturan ini dinilai tidak sejalan
dengan prinsip meritokrasi dan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945,
yang menjamin hak warga negara atas kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
"Banyak jabatan sipil yang
memerlukan keahlian teknokratis dari prajurit TNI, seperti di Kementerian Pendidikan
atau Kementerian Luar Negeri, namun aturan ini membatasi kesempatan bagi mereka
yang memiliki kompetensi di luar tujuh instansi tersebut," katanya.
Karena itu jika MK mengabulkan
permohonan ini, lanjut dia, beberapa perubahan besar dapat terjadi, konsep
profesionalisme militer akan lebih jelas dan berbasis prinsip konstitusi serta
keadilan.
Hak ekonomi prajurit lebih fleksibel,
diberlakukan sistem pengawasan ketat, atau negara wajib memberikan
kesejahteraan yang lebih baik.Prajurit TNI bahkan memperoleh kesempatan karier
yang lebih luas, prajurit dapat menduduki jabatan sipil berdasarkan kompetensi.
"Reformasi UU TNI melalui
keputusan MK diyakini dapat menjadi dasar untuk merevisi UU TNI agar lebih
sesuai dengan tuntutan zaman, sekaligus menjadi preseden penting bagi reformasi
ketatanegaraan di Indonesia," kata Halkis.
Sumber
: Merdeka.com
0 Comments