Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin (Foto: dok. Antara Foto) |
MAJALAHJURNALIS.Com (Jakarta) - Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Dia diduga terlibat korupsi pengadaan barang dan jasa infrastruktur.
Dodi ialah putra Alex Noerdin, mantan Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel). Ditangkapnya Dodi menambah panjang deret bapak dan anak yang terjerat kasus dugaan korupsi.
Fenomena anak-bapak terjerat kasus korupsi ini bukan pertama terjadi. Sebelumnya, selain dari eksekutif, kasus anak-bapak terjerat korupsi melibatkan anggota legislatif.
Berikut kasus yang terjadi sebelumnya:
1. Bupati Bandung Barat Nonaktif dan Anaknya
Bupati Bandung Barat nonaktif Aa Umbara Sutisna terjerat kasus dugaan suap pengadaan barang bantuan sosial (bansos) COVID-19.
Aa Umbara diduga menerima suap Rp 1 miliar terkait kasus ini. Sedangkan anaknya, Andri Wibawa, selaku swasta diduga menerima keuntungan Rp 2,7 miliar.
"Dari kegiatan pengadaan yang dikerjakan oleh MTG tersebut, AUS diduga telah menerima uang sejumlah sekitar Rp 1 miliar, yang sumbernya disisihkan oleh MTG dari nilai harga per paket sembako yang ditempeli stiker bergambar AUS untuk dibagikan kepada masyarakat Kabupaten Bandung Barat," kata Deputi Penindakan KPK Karyoto dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (9/4/2021).
Kasus ini berawal pada Maret 2020 setelah munculnya pandemi COVID-19. Saat itu, Pemkab Bandung Barat menganggarkan sejumlah dana untuk penanggulangan pandemi COVID-19 dengan melakukan refocusing APBD 2020 pada belanja tidak terduga (BTT).
Selain dalam kasus dugaan korupsi pengadaan bansos COVID-19 ini, KPK menetapkan Aa Umbara Sutisna, Andri Wibawa, dan M Totoh Gunawan sebagai tersangka.
Dengan menggunakan bendera CV Jayakusuma Cipta Mandiri (JCM) dan CV Satria Jakatamilung (SJ), Andri mendapatkan paket pekerjaan dengan total senilai Rp 36 miliar untuk pengadaan paket bahan pangan Bantuan Sosial Jaring Pengaman Sosial (Bansos JPS).
Sementara itu, M Totoh, dengan menggunakan PT JDG dan CV SSGCL, mendapatkan paket pekerjaan dengan total senilai Rp 15,8 miliar untuk pengadaan bahan pangan Bansos JPS dan Bantuan Sosial terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (Bansos PSBB).
Dari kegiatan pengadaan tersebut, Aa Umbara diduga telah menerima uang sekitar Rp 1 miliar, yang sumbernya disisihkan oleh M Totoh dari nilai harga per paket sembako yang ditempeli stiker bergambar Aa Umbara untuk dibagikan kepada masyarakat Kabupaten Bandung Barat.
Sementara itu, M Totoh diduga telah menerima keuntungan sekitar Rp 2 miliar dan Andri juga diduga menerima keuntungan sekitar Rp 2,7 miliar.
Selain itu, Aa Umbara diduga menerima gratifikasi dari berbagai dinas di Pemkab Bandung Barat dan pihak swasta yang mengerjakan berbagai proyek di Kabupaten Bandung Barat sekitar Rp 1 miliar dan fakta ini masih terus akan didalami oleh tim penyidik KPK.
2. Eks Wali Kota Kendari Adriatma-Ayahnya
Pada 2018, mantan Wali Kota Kendari yang juga calon Gubernur Sulawesi Tenggara, Asrun, divonis 5 tahun 6 bulan dan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan. Anak Asrun, yang juga Wali Kota Kendari nonaktif saat itu, Adriatma Dwi Putra, juga dihukum sama dengan ayahnya.
Asrun dan Adriatma terbukti bersalah menerima suap Rp 6,8 miliar dari kantong mantan Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah. Uang suap dimaksud agar Asrun memenangkan proyek lelang perusahaan Hamzah.
Proyek yang rencana dikerjakan Hasmun adalah pembangunan gedung DPRD Kota Kendari, Tambat Labuh Zona III TWT, dan Ujung Kendari Beach. Selain itu, Adriatma diminta memenangkan proyek pembangunan Jalan Bungkutoko Kendari New Port.
Melalui orang kepercayaannya bernama Fatmawati, Asrun dan Adriatma mengumpulkan dana kampanye dari rekanan pengusaha. Dana kampanye itu untuk Asrun di Pilgub Sultra.
Hasmun disebut memberikan uang Rp 4 miliar untuk Asrun melalui Fatmawati atas permintaan commitment fee proyek yang dikerjakan. Sedangkan Adriatma menerima uang Rp 2,8 miliar dari Hasmun. Uang itu untuk membantu biaya kampanye ayahnya.
Asrun dan Adriatma melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
3. Eks Anggota DPR Amin Santono dan Anak
Anggota Komisi IX DPR RI Amin Santono divonis hukuman penjara 8 tahun terkait kasus suap dana perimbangan daerah. Anak Amin Santono juga terjerat dalam kasus ini.
Dalam pusaran korupsi ini, KPK lebih dulu menangkap dan menahan anggota Komisi XI DPR RI Amin Santono, Eka Kamaluddin (perantara), eks pejabat Kemenkeu Yaya Purnomo, Ahmad Ghiast (kontraktor), anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2014-2019 Sukiman, Pelaksana Tugas dan Pj Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua, Natan Pasomba, hingga Budi Budiman.
Pada pengembangan kasus, KPK kembali menetapkan Khairuddin Syah alias Buyung dan mantan Wakil Bendahara Umum PPP Puji Suhartono sebagai tersangka dalam pusaran kasus korupsi ini. Khairuddin menjadi terdakwa penyuap Yaya Purnomo.
Sehari berselang saat itu, KPK juga telah menetapkan mantan anggota DPR Fraksi PPP Irgan Chairul Mahfiz dan Kepala Badan Pengelola Pendapatan Daerah Kabupaten Labura Agusman Sinaga sebagai tersangka. Keduanya ditetapkan menjadi tersangka berdasarkan pengembangan kasus.
4. Gratifikasi Kasus Eks Bupati Kutai Kartanegara
Eks Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari divonis 10 tahun penjara. Selain hukuman bui, Rita diwajibkan membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Rita terbukti menerima uang gratifikasi sebesar Rp 110.720.440.000 terkait perizinan proyek pada dinas Pemkab Kukar. Selain itu, hak politik Rita dicabut hakim selama 5 tahun.
Rita melakukan perbuatan korupsi bersama Khairudin, yang divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Peran Khairudin adalah sebagai Komisaris PT Media Bangun Bersama (MBB) serta anggota Tim 11 pemenangan Bupati Rita itu sebagai pihak yang ikut menerima gratifikasi.
Khairudin awalnya menjabat anggota DPRD Kukar saat Rita Widyasari mencalonkan diri sebagai Bupati Kukar periode 2010-2015.
Selain itu, Rita terbukti menerima uang suap Rp 6 miliar terkait pemberian izin lokasi perkebunan sawit. Uang suap itu diterima dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun alias Abun.
Rita mengikuti jejak sang ayah, Syaukani Hasan Rais, yang juga pernah menjabat Bupati Kukar. Dia dinyatakan bersalah menyalahgunakan dana perangsang pungutan sumber daya alam (migas), dana studi kelayakan Bandara Kutai, dana pembangunan Bandara Kutai, dan penyalahgunaan dana pos anggaran kesejahteraan masyarakat. Sepanjang 2001-2005, dana perangsang yang disalahgunakan itu berjumlah Rp 93,204 miliar.
Syaukani divonis 6 tahun penjara. Dia juga diwajibkan membayar denda Rp 250 juta subsider 6 bulan penjara.
5. Kasus Korupsi Al-Qur'an Zulkarnaen Djabar-Anaknya
Zulkarnaen Djabar dan anaknya Dendy Prasetya terjerat kasus korupsi proyek pengadaan laboratorium dan pengadaan Al-Qur'an di Kementerian Agama pada 2011-2012. Zulkarnaen, yang kala itu anggota DPR dari Fraksi Golkar, mengintervensi pejabat Kementerian Agama untuk memenangkan sejumlah tender proyek.
Pengadaannya meliputi laboratorium komputer MTs tahun anggaran 2011 dan tender proyek pengadaan Al-Qur'an tahun anggaran 2011-2012. Zulkarnaen menerima sejumlah uang dari proyek itu. Patgulipat ini terendus KPK dan mereka diproses secara hukum.
Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 15 tahun kepada Zulkarnaen. Sementara itu, Dendy divonis 8 tahun penjara. Zulkarnaen dan Dendy diwajibkan mengganti uang negara yang mereka korupsi masing-masing Rp 5,7 miliar.
6. Eks Wali Kota Cilegon Tubagus Imam Ariyadi dan Ayahnya
Eks Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi terjerat kasus korupsi terkait perizinan kawasan industri di salah satu kota di Banten pada Jumat (22/9/2017).
"Diindikasikan ada transaksi terkait dengan proses perizinan kawasan industri di salah satu kabupaten/kota di Banten," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Sabtu (23/9/2017).
Dalam OTT ini, Tubagus diamankan bersama sembilan orang lainnya. KPK juga mengamankan barang bukti uang ratusan juta rupiah dalam OTT ini.
Iman dinyatakan terbukti menerima suap Rp 1,5 miliar terkait izin amdal kawasan industri. Dia dihukum 4 tahun berdasarkan putusan peninjauan kembali Mahkamah Agung.
Sementara itu, Aat pernah menjadi terpidana dalam kasus dugaan korupsi pembangunan trestle dermaga pelabuhan di Kubangsari, Cilegon, Banten. Aat sempat ditahan di Rutan Cipinang oleh KPK pada 2010.
Kala itu Aat selaku Wali Kota Cilegon periode 2005-2010 telah menyalahgunakan kewenangan dan memperkaya diri serta orang lain atau korporasi. KPK menemukan kerugian keuangan negara sekitar Rp 11 miliar dalam proyek yang dikerjakan oleh PT Galih Medan Perkasa (GMP) tersebut. Informasi yang dihimpun, anggaran proyek pembangunan pelabuhan Kubangsari senilai Rp 50 miliar dialokasikan dari APBD Cilegon pada 2010. Sebagian anggaran proyek itu mencaplok anggaran untuk pendidikan senilai Rp 20 miliar.
Dalam kasus Aat, KPK memanggil sejumlah pihak. Setelah berkasnya lengkap, Aat disidangkan di Pengadilan Negeri Serang. Saat itu ia divonis bersalah dan dihukum penjara 3,5 tahun karena terbukti melanggar Pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi.
Dalam vonis yang dibacakan majelis Pengadilan Negeri Serang, pada Kamis (7/3/2013), Aat diharuskan membayar denda Rp 400 juta. Ia juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 7,5 miliar.
Pembayaran uang pengganti memang tidak dilakukan sekaligus, melainkan tiga tahap. Yang pertama, pada 28 Maret 2013 sebesar Rp 3 miliar, dan pada 1 April 2013 dengan jumlah yang sama. Sisanya baru dibayarkan pada Selasa (2/4/2013) saat itu.
Sumber : detik.com
0 Comments