Ticker

7/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Warga Sengketa dengan PTPN II di PN Lubuk Pakam, Konglomerat PT. Ciputra Kuasai Area... Masih Adakah Kedaulatan Rakyat Bumiputra Atas Tanah Tumpah Darahnya ???

 

Situs Rumah Adat Anak Melayu yang di hancurkan di eksekusi tanpa  Putusan Pengadilan. @Majalahjurnalis.com


MAJALAHJURNALIS.Com (Medan) - Sehubungan adanya sengketa di area 7,2 Hektar di Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang antara Warga dengan PTPN II yang bersengketa sudah beberapa kali sidang di PN Lubuk Pakam.
 
Menindaklanjuti persoalan tersebut, Majalahjurnalis.com mewawancarai Sekretaris Umum Laskar Janur Kuning Era 24 yang juga Anggota Hipakad 63, Edi Susanto, Amd, Selasa (2/8/2022) di Medan, Sumatera Utara.
 
Dalam wawancara Eksklusif tersebut diterangkan Edi Susanto, yakni agak terasa aneh karena Warga Gugat di Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Pakam  sementara area yang disengketakan dikuasai pihak ke 3 yakni PT. CIPUTRA dan telah melakukan kegiatan diarea dengan memagar, menggunakan, memanfaatkan tanah memulai membuat tapak pondasi perumahan bahkan sudah terlihat iklan memasarkan property diatas area..
 
Mengapa bisa terjadi seperti itu? Gusur paksa rakyat, dozer paksa, gebuki, usir tendang lalu ribak sude pagar bangun. Ha...ha...ha, begitukah Kewenangan yang diberikan hukum? Tanya wartawan Majalahjurnalis.com.



Ini bukti tanah yang diklaim PTPN II HGU 111 yang saat ini bersengketa dengan warga di Desa Helvetia, telah dikuasai pihak pengembang.



Mari kita lihat pakai parameter ketentuan Izin Lokasi, terang Edi.
 
Bahwa dari dulu sampai detik ini yang namanya Pemberian izin lokasi/izin peruntukan /sukalah apa sebutannya itu BUKAN merupakan pemberian HAK ATAS TANAH..bahasa pasarnya ya.. boleh dikawasan yang dimohon  buat usaha (properti, industri, tambak, perkebunan).
 
Mengenai tanahnya ya... belilah, ganti rugilah klaim diatas atau relokasilah sampai selesai  dengan cara tanpa paksaan bukan main gebuk-gebuk, tendang, dozer paksa.. Itulah essensi IZIN LOKASI/PERUNTUKAN..
 
Jadi yang di Desa Helvetia itu main gebuk-gebuk, turun eksavator, Satpol PP Pemkab Deli Serdang  dengan puluhan Satpam bahkan TNI itu gimana...? Tanya Wartawan kembali.
 
Tanya BUPATI Deli Serdang lah Azhari Tambunan..Coba Tanya koq bisa Ikutan Satpol PP Deli Serdang merubuhi rumah warga dan Cagar Budaya Melayu di area tersebut???
 
Mungkin Beliau penganut TEORI KEDAULATAN KEKUASAAN atau TEORI KEDAULATAN TUHAN , ya... Penguasa BEBAS lakukan apapun karena wakil Tuhan.
 
Jadi macam tak perlu Permeneg Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN No 17 Tahun 2019 Tentang Izin Lokasi..Macam tak pakai acuan hukum dan pertimbangan sosial serta Sishankamnas saat Bupati merekom area tersebut.
 
Juga macam tak perduli ada Sengketa di PN atau ada yang jerit-jerit atas penggusuran itu, ya... dihajar terus..seraaam.
 
Pihak PT. Ciputra ya maju terus pagar, bangun, iklankan ada sengketa ya... itu belakangan.
 
Mungkin karena ada dengar pidato Presiden Jokowi, jangan banyak kali peraturan, hal itu bisa mengekang dan memperlambat kerja dan pembangunan..Kerja untuk siapa, pembangunan untuk siapa, kita rakyat planga-plongo mentafsirkannya, ha... ha... gawat, terang Edi sembari tertawa kecil.
 
Lanjutnya lagi, jangan banyak peraturan tapi implementasinya, tuh... rakyat susahloh, naik kereta api pakai barcot vaksin, sekolah daring, dulu mudik diblokade, dagang dibatas, terakhir digusuri..Mpir senget aku lihat model bernegara gini..Inkonsisten antara bicara pidato statemen dengan fakta yang dirasakan.
 
Ha ha ha.....Oke Bang Media, kita lanjutkan ya..Kita tela’ah menurut Permeneg Agraria No 17 Tahun 2019 tentang Izin Lokasi.
 
Izin Lokasi untuk Perumahan untuk Kawasan Propinsi hanya 400 hektar dan Seluruh Indonesia 4000 hektar...
 
Jadi berapa hektar  Rekom Dukungan/Izin Petuntukan/Izin lokasi yang menurut Permeneg Agraria & Tata Ruang..? Rekom ntah apalah namanya..
 
Dibenarkankah oleh Hukum merekom 700 hektar...?? Coba tanya Pak Bupat Deli Serdang  lah..
 
Adapun untuk usaha Perkebunan untuk Propinsi 60.000 hektar dan Seluruh Indonesia 150.000 hektar..(Pasal 5 Permeneg Agraria dan Tata Ruang/Kepala Nomor 17 Tahun 2019).



Ini bukti bahwa ada perundingan dengan pihak PTPN II dan PT.Ciputra dengan Pihak Yang bersengketa disalah satu Hotel di Medan membahas lahan yang terletak di Desa Helvetia.




 
Jadi koq bisa ya... ada HGU Perkebunan ratusan ribu hektar ya..? Apa itu tidak mengangkangi Permeneg Agraria? Tanya Wartawan kembali.
 
Hah.... yang ini kau tanya pada Pak Presiden Cq Meneg Agraria lah.. ujar Edi kembali bertanya kepada awak media.
 
“Okey kita lanjut Bang Media”, kata Edi kembali, “soal Pemegang Izin Lokasi baru boleh melakukan kegiatan menggunakan memanfaatkan area setelah menyelesaikan kepentingan persoalan/klaim pihak lain diatas area dan harus menghormati kepentingan pihak lain ( Pasal 21 Ayat 3, 4)”.
 
Tanya Wartawan kembali, tapi koq bisa ya... bangun pagar lalu mulai kegiatan properti bahkan ada pakai iklan lounching sementara masih sengketa di PN Lubuk Pakam.. Tak dihiraukan ketentuan tentang Izin lokasi..
 
Itulah...., jawab Edi Susanto sembari menunjukkan jari telunjuk tangan kanannya kedepan, “Npa ya... Bupati Deli Serdang Pak Azhari Tambunan tutup mata, pihak PT bangun Tak Pakai IMB lah..Mungkin Karena Konglomerat atau Camat Labuhan Deli tak lapor..??”.
 
Pemegang Izin Lokasi juga TIDAK DIBENARKAN merusak akses kepentingan umum,  jalan, sarana Pendidikan dan Rumah Ibadah (juga di pasal 21 Ayat 4).
 
Ouuuh mungkin Konglomerat sudah beli HGU??? Haa.... ha..... ha.... Apa bisa terbit HGU di Perkotaan? Emangnya UU Tata Ruang sudah tak berlaku?
 
UU Pokok Agraria pasal 7, 10, 17 sudah memerintahkan LARANGAN MONOPOLI PENGUASAAN TANAH, tapi faktanya konglomerat direkom ratusan hektar, lalu ribuan hektar bahkan ratusan ribu hektar...
 
Tanya Presiden Jokowi dan Menteri Negara Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, jika konglomerat sudah memonopoli penguasaan tanah maka rakyat di kota apa disuruh ngontrak-ngontrak seumur hidup??? Lalu di Pedesaan tu petaninya apa di suruh jadi buruh tani sisen..? Tegas Edi.
 
Jadi kalau begitu Mafia tanah itu yang bagaimana Pak? Rakyat yang nguasai sepetak korek api atau yang kolaborasi birokrat dengan konglomerat yang direkom ribuan hektar bahkan ratusan ribu hektar? Tanya wartawan Majalahjurnalis.com lagi.


Surat larangan penerbitan Sertifikat SHM (Surat Hak Milik) dari Kanwil BPN Sumut ke BPN Deli Serdang. 



“Oalah Mas... Anak Melayu dan Juga Turunan Sultan ada lebih 250 tuh.... Bisa susun gembung tinggal di Istana Maimun... Koq bersatu dengan NKRI lemaghe di kek ike konglomerat Taipan Mas.. Dadi Opo Anak Melayu dan Suku Serumpun Mas..??? Kota Deli Megapolitan iku entuk sopo?” Jawab Edi sembari dengan logat Jawanya.
 
Pertanyaannya, “Masih Berdaulatkah rakyat PRIBUMI atas Bumi Nusantara ini? Tanya Edi kepada Wartawan Majalahjurnalis.com.
 
Kita diajarkan Wawasan Nusantara sebagai cara pandang untuk menjaga Ketahanan Nasional dan Pisau Bedah untuk menela’ah tentang Ketahanan Nasional dan Kelangsungan Hidup Bangsa adalah Konsep Astragatra...

Apakah TNI sudah melunturkan sifat dan ciri Ketahanan Nasional yakni Mandiri dan Manunggalnya TNI dan Rakyat...???
 
Yach.... mari kita waspada karena Bela Negara adalah hak  dan sekaligus Kewajiban kita sebagai WNI ASLI.. dan terpaksa kita harus lebih teliti dan waspada, waspada terhadap buaian mimpi-mimpi Indah elit-elit Jakarta, ujar Edi Susanto selaku Sekretaris Umum Laskar Janur Kuning Era 24 mengakhiri wawancara Eksklusif-nya dengan Majalahjurnalis.com. (TN)

Post a Comment

0 Comments