MAJALAHJURNALIS.Com (Jakarta) - Pengamat ketenagakerjaan Tadjuddin Noer
Effendi mengapresiasi Keputusan Pemerintah dalam penetapan upah minimum 2023
karena persentase kenaikan yang lebih tinggi dari inflasi dapat membantu
menjaga nilai upah buruh. "Untuk yang 2023 menurut hemat saya
ada kemajuan. Karena apa, kenaikan upah minimum dua kali inflasi," kata
pengamat dari Universitas Gadjah Mada (UGM) itu ketika dihubungi ANTARA dari
Jakarta, Senin (26/12/2022). Sebelumnya, pemerintah menetapkan Upah
Minimum Provinsi (UMP) serta Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2023 dilakukan
melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 tahun 2022
tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023. Hal itu berbeda dengan penetapan UMP dan
UMK 2022 yang menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang
Pengupahan yang merupakan turunan Undang-Undang Cipta Kerja. Dalam Permenaker No.18 Tahun 2022 terdapat
ketentuan bahwa kenaikan nilai upah minimum tidak boleh melebihi 10 persen.
Jumlah tersebut masih berada di atas inflasi Indonesia yang tercatat pada
November 2022 mencapai 5,42 persen. Seluruh 34 provinsi di Indonesia telah
melakukan penetapan UMP dan UMK sampai dengan batas akhir yaitu 28 November
2022 untuk UMP dan 7 Desember 2022 untuk UMK. Dari penetapan kenaikan UMP di 34 provinsi
terdapat rata-rata peningkatan upah sebesar 7,35 persen. Jumlah kenaikan upah minimum yang berada di
atas inflasi pada akhirnya dapat membantu mempertahankan daya beli masyarakat. "Daya beli masyarakat terjaga. Upah
itu tidak tergerus nilainya. Kalau 2022 itu tergerus karena upahnya di bawah
inflasi, kalau sekarang dua kali inflasi," jelasnya.
Menurut aturan penetapan upah minimum 2023, ketetapan kepala daerah terkait UMP
dan UMK untuk tahun depan akan mulai berlaku pada 1 Januari 2023. Sumber
: Antara
0 Comments