Ticker

7/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mengapa Setiap Kampaye Pemilu Selalu Rakyat Kecil Jadi Perbincangan?

 Oleh : Thamrin BA


MAJALAHJURNALIS.Com - Pemilihan Umum (Pemilu) digelar di Indonesia 5 tahun sekali, setelah Reformasi bergulir Pemilu di Indonesia memiliki kategori yakni ada Pemilihan Legislatif (Pileg), Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
 
Semua sepakat didalam Pemilu ini disebut dengan pesta rakyat, sebab rakyatlah yang menentukan wakil-wakilnya di Gedung Dewan yang lebih kita kenal Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), begitu juga dengan Pilkada yang memilih Gubernur dan Bupati serta Walikota seperangkat dengan Wakilnya. Hal yang sama juga rakyat memilih Presiden dan Wakil Presiden.
 
Untuk memilih masing-masing calon yang dijagokan rakyat harus datang ke TPS seperti pada tanggal 14 Februari 2024 nanti. Dibilik tersebutlah para pemilih menentukan pilihan hatinya kepada masing-masing kandidat yang nantinya mewakilinya di gedung rakyat maupun menjadi Kepala Daerah dan Presiden sesuai aspirasinya.
 
Sebelum menentukan pilihan di TPS (Tempat Pemugutan Suara), masing-masing kandidat dari kategori Pileg, Pilkada dan Pilpres, terlebihdahulu melewati masa kampaye yaitu menyampaikan Visi dan Misi serta program kerja untuk 5 tahun mendatang.
 
Didalam masa kampaye, disinilah para masing-masing kandidat berusaha mengambil simpati dan hati para pemilih, sehingga terkadang banyak janji-janji manis terucap, bahkan sampai-sampai ada yang melakukan Money Politik guna menghalalkan segala cara untuk mengambil simpati dan hati rakyat dan memilihnya kelak.
 
Penulis simpulkan dari berbagai sumber para caleg dan para peserta Pilkada maupun Pilpres menjadi kontestan dalam ajang pesta rakyat untuk 5 tahun sekali, bahwa Visi dan Misi serta Program Kerja jika terpilih, kebanyakan selalu memberikan angin segar kepada Rakyat Kecil maupun Rakyat Pinggiran dan juga untuk Rakyat Perkotaan dengan berbagai macam produk unggulan yang katanya untuk mendongkrak Kemiskinan dan membuka lapangan pekerjaan serta menata negara lebih baik kedepannya.
 
Janji itu selalu diucapkan para kontestan setiap 5 tahun sekali, nyatanya sejak Pemilu pertama kali digelar di Indonesia pada tanggal 29 September 1955 sampai pada zaman reformasi lengsernya Soeharto Presiden Republik Indonesia yang kedua pada tanggal 21 Mei 1998 dan Pemilu pertama kali sejak runtuhnya ORDE BARU tahun 1999 pasca reformasi sampai pada Pemilu 2024.
 
Selalu yang digembar-gemborkan adalah untuk meningkatkan taraf hidup rakyat kecil atau rakyat yang hidup dibawah garis kemiskinan.



Lalu menjadi pertanyaan penulis, mengapa hal itu selalu menjadi objek dalam mengambil hati rakyat? Jawab penulis sangat sederhana, hanya masalah itu ke itulah yang selalu menjadi problem didalam kehidupan berbangsa di negara kita dan yang sangat indah untuk diangkat kepermukaan.
 
Nyatanya, setelah terpilih, nyayian sedih dan pilu yang mendapat simpati dari masyarakat pemilih guna mengentaskan kemiskinan. Tinggallah sebuah cerita atau sudah menjadi dongeng didalam kehidupan masa lalunya, sebab kebanyakan janji hanya tinggal janji ibarat lagu Koes Endang.
 
Gaji buruh nyatanya dibawah rata-rata kehidupan manusia yang layak disebut manusia, lapangan pekerjaan hanya tinggal janji, Program gratis yang dikucurkan pemerintah, nyatanya hanya dinikmati segelintir orang saja yang dekat dengan pajabat dilingkungan maupun ditingkat atas.
 
Pemerataan pembangunan agar tak terkesan kumuh dan menjadi daerah tertinggal, nyatanya rakyat yang memiliki hanya setapak rumah harus tergusur dengan ganti rugi yang memiskinkan. Pilih kasihnya penerima bantuan kepada rakyat miskin serta program pembangunan yang tidak merata walaupun sudah ada ADD (Alokasi Dana Desa) yang nyatanya banyak disalahgunakan hal itu terkuak didalam pemberitaan dimedia-media. Lalu dimana Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia?
 
Tentunya jawabnya ada pada tulisan didalam Falsafah Bangsa Indonesia, bukan kepada rakyat Indonesia yang nyata.
 
Istilahnya kebanyakan para caleg-caleg berbagi-bagi bingkisan berupa sembako dan uang transport, akan tetapi itu hanya siasat untuk mengikat para pemilih. Lalu dimana peran BAWASLU? Selaku Badan Pengawas Pemilu yang Independen? Cukup kita hanya mengeluskan dada saja, sebab sepertinya kita berada didunia hayalan.
 
Incaran-incaran para kontestan Pemilu adalah orang-orang kecil, sebab katanya orang kecil itu tidak rumit untuk diajak berdiskusi. Pahami keadaannya, lalu mereka kepengen ada perubahan. Dan itulah celah kelemahannya. Lalu untuk kemajuan negeri terutama taraf hidup masyarakat luas, Bagaimana? Yach...mungkin saja perubahan atau untuk kemajuan itu, hanya untuk orang yang dipilih tetapi belum tentu untuk rakyat kecil yang penuh harapan adanya perubahan yang sebenarnya mengacu Sila Kelima didalam butir Pancasila.
 
Walaupun begitu, rakyat tak pernah putus asa dan dendam kepada wakilnya digedung dewan yang hanya umbar janji saja. Rakyat tetap berjuang dan ingin selalu diperhatikan tanpa adanya perbedaan. (Penulis adalah Sekretaris Umum DPW PPMI Sumut).

Post a Comment

0 Comments