|
Warga Dusun Sungai Telang,
Kecamatan Batin III Ulu, Kabupaten Bungo, Jambi geram dengan aktivitas
penambangan emas ilegal lantaran telah mencemari Sungai Sebiang yang menjadi
sumber air masyarakat setempat. Ilustrasi (AP/M. Taufan)
FK-PHBM sudah melaporkan ini ke KLHK karena lokasi tambang liar ini berada kawasan hutan desa dan berjarak 200 meter dari Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS)
|
MAJALAHJURNALIS.Com (Jambi) - Warga Dusun Sungai
Telang, Kecamatan Batin III Ulu, Kabupaten Bungo, Jambi geram dengan
aktivitas penambangan emas ilegal lantaran telah mencemari Sungai Sebiang
yang menjadi sumber air masyarakat setempat.
Zulfikri, salah satu pemuda Desa Sungai Talang, mengatakan warga terpaksa menggunakan air sungai yang tercemar. Sedangkan sebagian warga yang tergolong mampu, terpaksa membeli air galon.
"Sungai mengalami kerusakan. Warga masih gunakan airnya, padahal kayak berwarna gitu. Banjir di Bungo juga karena sungai di sini rusak. Terjadi banjir bandang sampai ke rumah masyarakat," kata Zulfikri kepada CNNIndonesia.com, Kamis (8/2/2024).
Fikiri mengatakan tambang emas ilegal masuk ke wilayahnya sejak pertengahan 2022 lalu. Menurutnya, pemerintah sudah memberikan peringatan. Bahkan, aparat penegak hukum sudah menangkap penambang emas liar di sana.
"Sudah berkali-kali masyarakat demo, tapi PETI (penambangan emas tanpa izin) masih ada. Pelaku kebanyakan orang luar," ujarnya.
Fikri mengatakan para pemuda dan mahasiswa yang berasal dari berbagai kampus, akan kembali melakukan audiensi, disusul dengan aksi unjuk rasa.
Selain itu, Forum Komunikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Bukit Panjang Rantau Bayur Bukit Panjang Rantau Bayur (FK-PHBM) sudah melaporkan ini ke KLHK karena lokasi tambang liar ini berada kawasan hutan desa dan berjarak 200 meter dari Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
"Kita berharap Gakkum KLHK segera menurunkan tim untuk memeriksa lokasi ini. Jangan lama-lama, nanti terjadi deforestasi lebih lanjut," kata Stakeholder Engagement Specialis KKI Warsi, Agus Sumarli.
Sejak adanya PETI itu, kata Agus, air sungai di sana berwarna cokelat. Menurutnya, masyarakat biasa menggunakan air sungai untuk mandi dan mencuci.
"Kami sudah melaporkan ke Balai TNKS, karena belum masuk, mereka tidak bisa bertindak. Tapi, kalau sudah masuk wilayah TNKS, tidak perlu Gakkum KLHK, balai bisa bertindak. Tapi, ini bisa berlanjut ke deforestasi," ujar Agus.
Sumber : CNN Indonesia
0 Comments