Gambar. @Antara |
MAJALAHJURNALIS.Com (Jakarta) - Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, diharapkan segera mengambil tindakan terhadap kasus korupsi Payment Gateway di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), yang telah memasuki tahap penyidikan selama.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf menekankan pentingnya kejelasan mengenai kasus tersebut.
Mengingat mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Ia menyatakan bahwa proses hukum harus segera dilanjutkan, apakah melalui penghentian dengan SP3 atau penuntutan.
“Sudah ada tersangkanya, jadi harus ada kejelasan mengenai proses hukum yang akan diambil. Ini penting untuk ketertiban umum dan transparansi,” ungkap Hudi dalam pernyataannya pada Minggu (27/10/2024).
Hudi juga meminta agar Presiden Prabowo menegur jajaran pembantunya, mengingat telah hampir satu dekade sejak Denny Indrayana ditetapkan sebagai tersangka, namun belum ada tindakan nyata untuk menangkapnya.
“Ini adalah tugas presiden untuk memastikan tidak ada lagi kasus-kasus yang menggantung. Kasus korupsi seperti ini membutuhkan perhatian serius dari kepemimpinan saat ini,” tegasnya.
Lebih lanjut, Hudi menekankan bahwa kasus korupsi Payment Gateway telah merugikan bangsa dan harus diusut tuntas.
Ia berharap Presiden Prabowo dapat memperhatikan dan menyelesaikan kasus-kasus korupsi yang masih menggantung, demi keadilan dan kebaikan masyarakat.
“Setiap kasus yang dimulai harus diakhiri. Ini adalah kasus pidana khusus yang merugikan seluruh bangsa, dan semua yang terlibat dalam korupsi harus diusut tuntas,” pungkas Hudi.
Sebelumnya, Pengamat hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, berharap Presiden Prabowo Subianto dapat menuntaskan kasus korupsi Payment Gateway Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang telah mangkrak selama 10 tahun.
Fickar merujuk pada pidato perdana Prabowo setelah dilantik pada 20 Oktober 2024, yang menekankan pemberantasan korupsi.
Ia menyatakan bahwa penuntasan kasus ini menjadi bukti komitmen presiden terhadap upaya pemberantasan korupsi.
“Yang penting adalah implementasi dalam program-program kerja pemerintahan. Jika ada indikasi korupsi, harus segera diproses secara pidana,” kata Fickar pada 26 Oktober 2024.
Ia menekankan bahwa siapa pun yang terbukti melakukan korupsi atau memiliki indikasi kuat harus diproses hukum, terutama untuk menghindari dan mengembalikan kerugian negara terkait penyalahgunaan jabatan.
Kasus Payment Gateway Kemenkumham kembali mencuat setelah eks Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, menyebut di situsnya bahwa status tersangkanya akan genap 10 tahun pada Februari 2025.
Pada Maret 2023, Andi Syamsul Bahri, pelapor dugaan korupsi, mengeluhkan perkembangan kasus yang stagnan, dan hingga kini belum ada tanda-tanda kelanjutan penanganan perkara tersebut.
Fickar menyarankan pihak yang tidak puas dengan kondisi ini untuk mengajukan gugatan praperadilan agar kasus ini dapat dilanjutkan.
“Bagi yang berkepentingan dan tidak puas, silakan ajukan upaya hukum praperadilan,” ujarnya.
Seperti diketahui, Denny Indrayana ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri pada 2015 dalam kasus dugaan korupsi Payment Gateway.
Kasus ini ditangani pada era Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. Denny diduga menginstruksikan rujukan kepada dua vendor proyek Payment Gateway, serta memfasilitasi operasional sistem tersebut.
Dua vendor yang dimaksud adalah PT Nusa Inti Artha (Doku) dan PT Finnet Indonesia.
“Satu rekening dibuka atas nama kedua vendor. Uang disetorkan ke rekening itu, kemudian baru disetorkan ke Bendahara Negara. Ini melanggar aturan, seharusnya langsung ke Bendahara Negara,” ujar Kepala Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Anton Charliyan pada 25 Maret 2015.
Penyidik memperkirakan kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp32.093.692.000 (sekitar Rp32,09 miliar), dengan dugaan pungutan tidak sah sebesar Rp605 juta.
Anton menambahkan bahwa Denny diduga menyalahgunakan wewenangnya sebagai Wakil Menkumham dalam program sistem pembayaran pembuatan paspor secara elektronik.
Denny, menurut Anton, tetap bersikukuh melanjutkan program tersebut meski mendapat penolakan dari orang-orang di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.
Kejaksaan Agung juga telah memberikan pernyataan terkait kasus dugaan korupsi Payment Gateway.
Meskipun kasus ini mangkrak sejak 2015, masih ada kendala di tim penyidik Bareskrim Polri.
“Saya belum mendapat informasi tentang penghentian kasus Payment Gateway,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, pada 13 Juni 2023.
Namun, pernyataan ini dibantah oleh pelapor Andi Syamsul Bahri mengklaim bahwa berdasarkan informasi yang diterimanya, berkas perkara telah lengkap atau P-21, dan ia heran mengapa kasus ini belum masuk tahap persidangan.
“Perkara ini telah selesai diperiksa Bareskrim dan dianggap P-21 oleh Kejaksaan Agung,” tulis Andi dalam surat permohonannya ke Kejaksaan Agung pada 8 Juni 2023.
Sumber : Wartakotalive.com
|
0 Comments