Logo
KPK (Ari Saputra/detikcom)
MAJALAHJURNALIS.Com
(Jakarta) - Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron
menyambut positif putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menekankan kewenangan
KPK dalam mengusut kasus korupsi yang melibatkan anggota militer bersama warga
sipil. Ghufron mengatakan putusan itu menegaskan wewenang KPK dalam mengusut
kasus korupsi di Indonesia dengan subjek pelaku dari latar belakang mana pun.
"KPK
mengapresiasi putusan MK atas permohonan uji materi Pasal 42 UU KPK
tersebut," kata Ghufron kepada wartawan, Jumat (29/11/2024).
Ghufron
mengatakan, dalam gugatan itu, KPK menjadi pihak terkait. KPK juga mendukung
penuh gugatan yang menyinggung substansi penerapan Pasal 42 UU KPK tersebut.
"KPK
dalam uji materi tersebut bertindak dan menjadi pihak terkait, yang mendukung
dan memberikan fakta kendala penegakan hukum terhadap perkara korupsi yang
melibatkan subjek hukum sipil bersama subjek hukum anggota TNI," kata
Ghufron.
Menurut
Ghufron, wewenang KPK dalam mengusut kasus korupsi yang melibatkan militer dan
sipil memang telah tercantum dalam Pasal 42 UU KPK. Dalam aturan itu ada,
ketentuan di mana pihak militer akan disidangkan melalui peradilan militer.
KPK
menilai hal itu kerap menimbulkan disparitas hingga proses persidangan kasus
menjadi tidak efektif.
"Yang
selama ini, walaupun telah ada Pasal 42 UU KPK tersebut, tetapi dalam
pelaksanaan, jika subjek hukum terdiri dari sipil dan TNI, perkaranya di-split.
Yang sipil ditangani oleh KPK yang TNI disidang dalam peradilan militer.
Kondisi ini mengakibatkan potensi disparitas bisa terjadi. Juga peradilan tidak
efektif dan efisien," katanya.
Ghufron
mengatakan putusan MK hari ini semakin menegaskan wewenang KPK dalam mengusut
korupsi yang melibatkan pihak militer dengan sipil. KPK segera berkoordinasi
dengan Menteri Pertahanan dan TNI dalam membahas lebih lanjut putusan tersebut.
"Putusan
MK ini telah menguatkan dan menegaskan kewenangan KPK untuk melakukan proses
hukum terhadap perkara koneksitas yang dari awal pengungkapannya dilakukan oleh
KPK. KPK dengan adanya putusan MK akan melakukan koordinasi dengan Menhan, juga
Panglima TNI, untuk menindaklanjuti secara lebih teknis pengaturan pelaksanaannya,"
terang Ghufron.
Putusan MK
Mahkamah
Konstitusi mengabulkan gugatan yang diajukan advokat bernama Gugum Ridho Putra
terhadap UU KPK dan KUHAP. MK mengubah pasal yang mengatur kewenangan KPK dalam
koordinasi dan mengendalikan pengusutan kasus korupsi yang melibatkan militer bersama-sama
pihak sipil.
Putusan
perkara nomor 87/PUU-XXI/2023 itu dibacakan dalam sidang di gedung MK, Jakarta
Pusat, Jumat (29/11/2024). Dalam permohonannya, Gugum menggugat pasal 42 UU KPK
yang berbunyi:
Komisi
Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan
bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum
Dalam
permohonannya, Gugum meminta agar MK mengubah pasal itu menjadi:
Kewajiban
bagi KPK RI untuk mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan,
dan penuntutan korupsi koneksitas sesuai ketentuan Pasal 89, Pasal 90, Pasal
91, Pasal 92, Pasal 93, dan Pasal 94 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana dan Ketentuan Pasal 198, Pasal 199, Pasal 200, Pasal 201,
Pasal 202 dan Pasal 203 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan
Militer.
Dalam
pertimbangannya, MK mengatakan pasal tersebut harus diberi penegasan. Menurut
MK, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan atas
dugaan korupsi yang dilakukan secara bersama-sama orang yang tunduk pada
peradilan militer dengan peradilan umum sepanjang kasus itu memang diusut KPK
sejak awal.
"Sebaliknya,
terhadap perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh orang yang tunduk
pada peradilan militer yang ditemukan dan dimulai penanganannya oleh lembaga
penegak hukum selain KPK, maka tidak ada kewajiban bagi lembaga hukum lain
tersebut untuk melimpahkannya kepada KPK," ujar MK.
Hal
sebaliknya juga berlaku bagi KPK. MK menyatakan KPK tidak punya kewajiban
menyerahkan penanganan kasus korupsi yang ditanganinya sejak awal kepada oditurat
dan peradilan militer.
"Dengan
mendasarkan pada ketentuan Pasal 42 UU 30/2002, pada dasarnya tidak ada syarat
apa pun yang melekat pada ketentuan dimaksud, yang mengurangi kewenangan KPK
dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh
orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum, sepanjang perkara
dimaksud proses penegakan hukumnya sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh KPK.
Oleh karena itu, terhadap hal demikian tidak terdapat kewajiban bagi KPK untuk
menyerahkan perkara tindak pidana korupsi tersebut kepada oditurat dan
peradilan militer," ujar MK.
MK
juga menegaskan Pasal 42 UU KPK tidak menghambat hukum acara yang berlaku untuk
peradilan koneksitas, terutama yang diatur dalam KUHAP. MK menegaskan KPK tak
boleh ragu dalam menangani kasus dugaan korupsi yang melibatkan bersama-sama
pihak militer dan sipil.
"Dengan
penegasan demikian, sudah seharusnya tidak ada lagi keraguan bagi KPK untuk
menjalankan kewenanganannya jika menangani perkara tindak pidana korupsi yang
dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan
peradilan umum berdasarkan ketentuan Pasal 42 UU 30/2002 dimaksud, sepanjang
proses penegakan hukumnya sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh KPK,"
ujar MK.
Berikut amar putusan
MK:
- Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian
- Menyatakan pasal 42 UU nomor 30/2002 tentang KPK yang menyatakan 'Komisi
Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan
bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum'
bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang tidak dimaknai 'Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang
mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada
peradilan militer dan peradilan umum, sepanjang perkara dimaksud proses
penegakan hukumnya ditangani sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi'
- Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya
- Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya.
Sumber
: detiknews
- Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian
- Menyatakan pasal 42 UU nomor 30/2002 tentang KPK yang menyatakan 'Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum, sepanjang perkara dimaksud proses penegakan hukumnya ditangani sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi'
- Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya
- Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya.
0 Comments