Ketua Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur.@Beritasatu.com/Juan
Ardya Guardiola.
MAJALAHJURNALIS.Com (Jakarta) - Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
(YLBHI), Muhammad Isnur, menyuarakan kritik keras terhadap Rancangan
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang tengah dibahas di DPR.
Ia menilai
substansi dalam draf revisi KUHAP 2025 jauh dari upaya memperkuat keadilan dan
justru mengabaikan perlindungan terhadap korban serta pengawasan terhadap
aparat penegak hukum.
Menurutnya,
revisi KUHAP seharusnya menjadi kesempatan emas untuk memperkuat prinsip
keadilan prosedural, mengurangi penyalahgunaan wewenang, dan memastikan adanya
kontrol terhadap aparat hukum.
Tidak Ada Mekanisme Evaluasi terhadap Penyidik
Bermasalah
Salah satu
poin krusial yang disorot YLBHI adalah ketiadaan aturan yang memungkinkan
evaluasi atau sanksi bagi aparat yang menyalahgunakan kekuasaan.
Isnur
mengingatkan, praktik kekerasan oleh penyidik, intimidasi terhadap saksi,
hingga rekayasa kasus masih menjadi kenyataan pahit yang kerap dialami
masyarakat.
"Masyarakat
lagi-lagi menjadi korban dari aparat. Korban kesewenang-wenangan, korban
penganiayaan, korban kekerasan, bahkan korban penyiksaan," ucapn Isnur
saat dihubungi Beritasatu.com, Jumat (11/7/2025).
Selama ini,
praktik pelanggaran HAM oleh aparat sering kali luput dari pertanggungjawaban
hukum. Ketidakhadiran mekanisme evaluasi hanya akan memperbesar ruang
impunitas.
Revisi KUHAP Justru Berpotensi Memperkuat
Kriminalisasi
Lebih lanjut,
Isnur menyebutkan sejumlah pasal dalam draf revisi KUHAP 2025 berpotensi
memperkuat kewenangan represif aparat negara, yang pada akhirnya bisa digunakan
untuk membungkam kebebasan sipil dan hak asasi manusia.
Jika draf ini
disahkan tanpa perbaikan mendalam, menurutnya, masyarakat akan semakin rentan
menjadi korban kekerasan struktural yang dilegalkan oleh negara.
Minim Partisipasi Publik
Kritik YLBHI
juga mengarah pada proses pembahasan RUU KUHAP yang dinilai sangat
terburu-buru.
Isnur
mempertanyakan niat baik dari para pembuat undang-undang yang hanya membahas
ribuan pasal dalam waktu yang sangat singkat.
"Bagaimana
mungkin ribuan pasal hanya dibahas dalam waktu 2 hari? Ini benar-benar
menjijikkan. Dalam proses membuat undang-undang, semua dilewati, hak rakyat
dilewati," tegas Isnur.
Ia menegaskan
bahwa revisi KUHAP seharusnya dilakukan secara transparan, partisipatif, dan
melibatkan kelompok masyarakat terdampak, mulai dari korban kekerasan hingga
kelompok marginal.
Sumber : Beritasatu.com
0 Komentar