Ticker

7/recent/ticker-posts

Menggunakan Sepatu Berbahan Kulit Babi bagi Muslim Haram. Ini Hukumnya...

 

Menggunakan Sepatu Berbahan Kulit Babi bagi Muslim Haram. Ini Hukumnya...
Ilustrasi sepatu kulit.@Pexels/Terje Sollie.


MAJALAHJURNALIS.Com (Jakarta) - Babi adalah hewan yang secara tegas dinyatakan haram dalam ajaran Islam. Namun, persoalan mengenai penggunaannya tidak hanya terbatas pada dagingnya.
 
Salah satu yang sering dipertanyakan adalah hukum memakai sepatu dari kulit babi bagi seorang muslim. Artikel ini akan membahas secara lengkap pandangan ulama, mazhab, hingga fatwa MUI mengenai hal tersebut.
 
Dalam ajaran Islam, babi termasuk hewan yang jelas statusnya haram, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat (173):
 
اِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ بِهٖ لِغَيْرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
 
Artinya: "Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Akan tetapi, siapa yang terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS Al-Baqarah: 173).
 
Ayat ini menegaskan larangan mengonsumsi daging babi, darah, bangkai, serta hewan yang disembelih bukan atas nama Allah. Namun, muncul pertanyaan lain di tengah masyarakat: bagaimana hukum menggunakan sepatu kulit babi bagi muslim, apakah haram?
 
Pertanyaan ini bukan hal sepele, sebab di pasaran ada sejumlah produk sepatu yang menggunakan bahan kulit babi. Hal ini memunculkan perdebatan mengenai keabsahan penggunaannya dalam perspektif fikih.
 
Pandangan Umum Fikih tentang Kulit Hewan
Para ulama sepakat bahwa kulit hewan yang mati tanpa disembelih secara syariat termasuk najis.
 
Meski begitu, ada perbedaan pendapat mengenai apakah kulit hewan bisa menjadi suci setelah melalui proses penyamakan.
 
Untuk hewan yang halal dikonsumsi, mayoritas ulama menganggap kulitnya bisa menjadi suci setelah disamak. Namun, persoalan muncul saat membicarakan hewan yang tergolong najis berat seperti anjing dan babi.
 
Pandangan Mazhab Hanafi dan Maliki
Dalam mazhab Hanafi, kulit hewan najis dapat menjadi suci jika disamak, termasuk kulit anjing. Mazhab ini menilai anjing tidak termasuk najis ain, sehingga setelah penyamakan, kulitnya bisa digunakan.
 
Mazhab Maliki bahkan lebih longgar. Ulama Maliki, seperti Sahnun bin Abdul Hakam, berpendapat seluruh jenis kulit hewan, baik hewan halal maupun haram akan menjadi suci setelah melalui proses penyamakan.
 
Dengan begitu, dalam pandangan Maliki, penggunaan sepatu dari kulit babi diperbolehkan selama kulit tersebut telah disamak.
 
Pandangan Mazhab Syafi’i
Berbeda dengan dua mazhab di atas, mazhab Syafi’i memiliki pandangan tegas. Menurut ulama Syafi’iyah, anjing dan babi adalah hewan dengan kenajisan mughallazhah atau kenajisan berat. Artinya, meskipun kulitnya telah disamak, statusnya tetap najis dan tidak boleh digunakan.
 
Pandangan ini menjadi acuan utama di Indonesia, mengingat mayoritas muslim di Tanah Air mengikuti mazhab Syafi’i. Karenanya, masyarakat Indonesia umumnya menilai penggunaan sepatu kulit babi tetap najis meski telah melalui proses penyamakan.
 
Penegasan dari MUI
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) juga memberikan penegasan serupa. Direktur Utama LPPOM MUI, Muti Arintawati, menyatakan bahwa produk berbahan kulit babi hukumnya haram digunakan oleh muslim.
 
Proses penyamakan maupun pengolahan tidak mengubah status keharamannya. Oleh karena itu, produk yang menggunakan bahan kulit babi wajib mencantumkan keterangan jelas dalam labelnya.
 
Hal ini juga sesuai dengan amanat Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH), yang mewajibkan barang gunaan mencantumkan sertifikat halal atau informasi mengenai bahan yang digunakan.
 
Realitas di Pasar
Di pasaran, sepatu kulit babi dikenal memiliki tekstur lembut, fleksibel, serta daya tahan yang cukup baik. Meski demikian, bagi umat Islam, aspek kualitas bahan tidak bisa mengalahkan ketentuan syariat.
 
Kesadaran masyarakat tentang pentingnya produk halal kini semakin meluas. Tidak hanya pada makanan dan minuman, melainkan juga pada barang-barang gunaan, termasuk sepatu, tas, hingga aksesori.
 
Hal ini menunjukkan bahwa konsep halal bukan hanya soal konsumsi, tetapi juga gaya hidup. Sebagian orang mungkin menganggap penggunaan sepatu kulit babi sekadar urusan praktis.
 
Namun, dalam perspektif agama, menjaga kesucian pakaian dan barang yang dipakai tetap penting, terutama karena seorang muslim diwajibkan menjaga kesucian ketika beribadah, misalnya saat menunaikan salat.
 
Berdasarkan berbagai pandangan ulama dan fatwa resmi MUI, dapat disimpulkan bahwa hukum menggunakan sepatu kulit babi bagi muslim adalah haram. Pandangan ini sejalan dengan mazhab Syafi’i yang dianut mayoritas muslim Indonesia, dan menjadi pedoman utama dalam kehidupan sehari-hari.
 
Dengan demikian, meskipun sepatu kulit babi memiliki kualitas tertentu, umat Islam dianjurkan untuk menghindarinya demi menjaga kesucian ibadah dan mematuhi syariat.
Sumber : Beritasatu.com

Posting Komentar

0 Komentar