MAJALAHJURNALIS.Com (Jakarta) - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan
Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra (foto) menegaskan putusan Mahkamah
Konstitusi (MK) mengenai larangan bagi polisi aktif menduduki jabatan sipil
akan dijadikan acuan penting bagi Komisi Percepatan Reformasi Polri. Menurut
Yusril, putusan MK tersebut perlu segera ditindaklanjuti melalui revisi
peraturan perundang-undangan dan mekanisme transisi bagi anggota Polri yang
saat ini masih menjabat di posisi sipil di kementerian atau lembaga negara. “Nanti akan
kami bahas soal itu,” ujar Yusril yang juga merupakan anggota Komisi Percepatan
Reformasi Polri dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (13/11/2025) dikutip
dari Antara. Ia
menambahkan, seluruh anggota komisi tentu memahami putusan MK tersebut karena
telah diucapkan dalam sidang terbuka. Oleh karena itu, penyusunan aturan
turunan yang menyesuaikan putusan MK akan segera dilakukan, mengingat UU Nomor
2 Tahun 2002 tentang Kepolisian belum secara tegas mengatur soal ini. Yusril
mencontohkan, berbeda dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang telah
menerapkan ketentuan serupa, anggota Polri selama ini masih dapat menempati
jabatan birokrasi sipil tanpa perlu mengundurkan diri, karena celah hukum dalam
aturan yang berlaku. “Kalau di TNI,
sudah tegas anggota aktif yang menjabat posisi sipil harus mundur tetapi di
kepolisian, praktik itu masih terjadi karena belum ada aturan yang
melarangnya,” jelas Yusril. Namun, ia
menambahkan ada beberapa jabatan tertentu yang menjadi pengecualian, seperti di
Sekretariat Militer atau Kementerian Pertahanan, di mana penempatan personel
TNI aktif masih diperbolehkan. Putusan MK Sebelumnya,
Mahkamah Konstitusi menegaskan anggota Polri yang menduduki jabatan di luar
kepolisian wajib mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. Putusan
tersebut tertuang dalam Nomor 114/PUU-XXIII/2025, yang dibacakan oleh Ketua MK
Suhartoyo pada Kamis. Dalam amar putusannya, MK menghapus frasa yang selama ini
membuka peluang bagi polisi aktif menduduki jabatan sipil tanpa melepas status
keanggotaannya. “Menyatakan
frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ dalam Penjelasan Pasal 28
ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri bertentangan dengan UUD 1945 dan
tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” ujar Suhartoyo saat membacakan putusan
di ruang sidang pleno MK, Jakarta. Dengan
keputusan ini, MK mengabulkan permohonan advokat Syamsul Jahidin dan mahasiswa
Christian Adrianus Sihite yang menguji konstitusionalitas Pasal 28 ayat (3) dan
penjelasannya dalam UU Polri. Pasal 28 ayat
(3) menyatakan anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah
mengundurkan diri atau pensiun, sedangkan penjelasan pasal tersebut sebelumnya
menambahkan frasa yang memberikan pengecualian atas penugasan dari kapolri. Para pemohon
menilai frasa tersebut menimbulkan anomali hukum dan menyimpang dari makna asli
pasal, karena memungkinkan terjadinya rangkap jabatan yang berpotensi melanggar
prinsip netralitas aparatur Negara. Sumber : Beritasatu.com
0 Komentar