Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
MAJALAHJURNALIS.Com
(Jakarta) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
telah menyurati Direktorat Jenderal Imigrasi untuk mencegah anggota DPR RI
periode 2009-2014 Miryam S. Haryani bepergian ke luar negeri.
Pencegahan
tersebut berkaitan dengan penanganan kasus dugaan korupsi paket pengadaan KTP
elektronik (e-KTP) pada 2011-2013.
"Cekal
Miryam S. Haryani tanggal 30 Juli 2024. Keputusan Pimpinan KPK Nomor 983 Tahun
2024. Berlaku 6 bulan ke depan," ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika
Sugiarto melalui keterangan tertulis, Selasa (13/8/2024).
Kemarin
(13/8/2024), Miryam menjalani pemeriksaan di Kantor KPK. Ia didalami penyidik
terkait dengan pengadaan proyek yang merugikan keuangan negara sejumlah Rp2,3
triliun tersebut.
"Hari
ini yang bersangkutan diperiksa dan didalami berkaitan pengetahuannya seputar
pengadaan e-KTP," kata Tessa.
Namun,
penyidik tidak melakukan penahanan terhadap Miryam.
"Bahwa
penahanan ada syarat-syarat dan ketentuan misalnya yang bersangkutan melarikan
diri, menghilangkan barang bukti, itu ada di penyidik kewenangannya. Kalau
keluar (dari Kantor KPK) tentunya penyidik masih belum memutuskan yang
bersangkutan perlu ditahan hari ini," terang Tessa.
Miryam
sebelumnya telah divonis lima tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta
subsider tiga bulan kurungan karena terbukti memberikan keterangan palsu di
persidangan terkait kasus proyek e-KTP.
Kemudian
KPK kembali menetapkan Miryam sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi
paket pengadaan e-KTP tahun 2011-2013, dikenal dengan kode 'uang jajan'.
Miryam
diduga meminta US$100 ribu kepada pejabat Kemendagri saat itu yakni Irman untuk
membiayai kunjungan kerja Komisi II ke beberapa daerah. Uang tersebut kemudian
diserahkan ke perwakilan Miryam.
Miryam
disinyalir menerima beberapa kali uang dari Irman dan Sugiharto (pejabat di
Kemendagri) sepanjang 2011-2012 sejumlah sekitar US$1,2 juta.
Selain
Miryam, KPK juga memproses hukum Isnu Edhi Wijaya (Direktur Utama Perum
Percetakan Negara/Ketua Konsorsium PNRI), Husni Fahmi (Ketua Tim Teknis
Teknologi Informasi Penerapan e-KTP, PNS BPPT), dan Direktur Utama PT Sandipala
Arthapura Paulus Tannos.
Paulus
Tannos hingga saat ini masih melarikan diri dengan menyandang status buron.
Mereka
disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1
KUHP.
Sumber
: CNN Indonesia
0 Comments