MAJALAHJURNALIS.Com (Medan)
- Kehidupan di balik
jeruji besi sering kali dipandang sebagai akhir dari kebebasan seseorang.
Namun, bagi Bustami, seorang narapidana yang tengah menjalani hukuman 12 tahun
penjara atas kasus asusila, masa tahanan justru menjadi momentum untuk
memperbaiki diri dan berbagi ilmu. Ia memilih untuk mengabdikan diri sebagai
guru mengaji bagi sesama warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I
Medan, Sumatera Utara.
Bustami
resmi menjadi warga binaan sejak tahun 2020 setelah Pengadilan Negeri Tanjung
Balai menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara kepadanya. Awalnya, ia menjalani
masa hukuman di Lapas Kelas IIB Tanjung Balai sebelum akhirnya dipindahkan ke
Lapas Kelas I Medan satu tahun yang lalu.
Di
tempat baru ini, Bustami tak ingin larut dalam penyesalan tanpa melakukan hal
yang bermanfaat. Ia pun memilih untuk mengisi hari-harinya dengan mengajarkan
ilmu agama kepada sesama narapidana. Keputusannya ini bukan tanpa alasan,
sebelum tersandung kasus hukum. Dirinya merupakan seorang guru agama di salah
satu sekolah Islam di Kota Tanjung Balai.
"Saya
punya ilmu agama dan saya ingin itu tetap bermanfaat, meskipun saya berada di
dalam penjara. Saya ingin mengisi waktu dengan hal-hal yang baik dan bermanfaat
bagi orang lain," kata Bustami, Senin (24/3/2025).
Di
lingkungan Lapas Kelas I Medan, terdapat Masjid At-Taubah, tempat para warga
binaan Muslim melakukan ibadah dan pembinaan keagamaan. Di sinilah Bustami
mengabdikan dirinya sebagai guru ngaji. Ia rutin mengajarkan cara membaca
Al-Qur’an, tata cara sholat, serta ilmu keislaman lainnya kepada narapidana
yang ingin belajar.
Tak
hanya itu, ia juga aktif dalam menjaga kebersihan masjid. Setiap harinya,
selain mengajar, ia meluangkan waktu untuk menyapu, mengepel, dan memastikan
lingkungan tempat ibadah tersebut tetap bersih dan nyaman bagi para jamaah.
Bagi Bustami, kegiatan ini menjadi bagian dari proses introspeksi dan upaya
memperbaiki diri.
Selain
mengajar dan membersihkan masjid, ia juga sering berdiskusi dengan sesama warga
binaan, berbagi cerita, dan memberikan motivasi agar mereka tetap bersemangat
menjalani masa tahanan dengan lebih produktif.

Inisiatif
Bustami dalam berbagi ilmu agama mendapatkan apresiasi dari pihak Lapas Kelas I
Medan. Kepala Lapas Kelas I Medan, Herry Suhasmin, menegaskan bahwa program
pembinaan di lapas selalu mendukung pengembangan potensi setiap warga binaan
agar dapat menjadi individu yang lebih baik.
"Kami
sangat mendukung setiap warga binaan yang ingin berkontribusi dalam program
pembinaan. Setiap orang memiliki keahlian masing-masing, dan kami ingin mereka
bisa menggunakannya untuk hal-hal positif. Apa yang dilakukan Bustami adalah
contoh bagaimana pembinaan di lapas bisa memberikan dampak yang baik, baik bagi
dirinya sendiri maupun bagi warga binaan lainnya," ujar Herry Suhasmin di
ruang kerjanya Lapas Kelas I Medan.
Dijelaskan
Herry. Bagi Bustami, menjalani hukuman di lapas bukanlah sekadar menjalani masa
tahanan, tetapi juga menjadi perjalanan menuju perubahan diri. Dengan menjadi
guru ngaji, Bustami merasa memiliki kesempatan untuk menebus kesalahan masa
lalunya dengan cara yang lebih bermakna.
“Selama
di Lapas Kelas I Medan saya melihat, sosok Bustami telah menemukan makna hidup
yang baru dengan mengajar, berbagi ilmu, dan membantu sesama untuk lebih
memahami agama antara warga binaan lainya,” sebut Kepala Lapas Kelas I Medan,
itu.
Di
balik jeruji besi, Bustami tetap berusaha menjadikan hidupnya lebih berarti. Dengan
mengajarkan nilai-nilai agama.
“Pastinya
saya melihat, ia (Bustami) tidak hanya membantu sesama warga binaan, tetapi
juga dirinya telah menemukan jalan untuk memperbaiki dirinya sendiri dan bahwa
kisah Bustami ini menjadi bukti bahwa setiap orang memiliki kesempatan untuk
berubah dan memberikan manfaat bagi orang lain, meski di mana pun berada,”
Pesan Herry. (F/TN)

0 Comments