MAJALAHJURNALIS.Com (Jakarta) - Pada Juli lalu, Museum Istana Nasional Taiwan di
Taipei mengadakan "Latihan Tanggap
Perang" untuk melatih staf tentang apa yang harus dilakukan jika
terjadi perang. Legislatif
Taiwan telah mendesak museum untuk menetapkan protokol sejak Maret, tak lama
setelah Rusia menginvasi Ukraina, agresi Moskow telah menimbulkan kekhawatiran
Beijing melakukan invasi serupa ke Taipei. Direktur
Museum Istana Nasional Mi-Cha Wu mengatakan kepada anggota parlemen bahwa
lembaga tersebut bekerja dengan badan keamanan nasional untuk mencari tempat
aman guna menyimpan koleksi museum jika perang terjadi. Selama
konferensi pers pada 8 Agustus 2022, juru bicara DPR Taiwan You Si-kun
mengatakan cabang eksekutif pemerintah akan memimpin rencana untuk memperkuat
perlindungan dan kemungkinan evakuasi koleksi museum. Apakah koleksi museum di bawah ancaman invasi Cina?
Menyusul kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat Nancy
Pelosi ke Taiwan awal bulan ini, Cina mengadakan latihan militer tujuh hari di
perairan sekitar Taiwan. Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) menembakkan rudal
balistik sambil berulang kali mengirim pesawat militer dan kapal angkatan laut
melintasi garis tengah Selat Taiwan. Tindakan ini menjadi sebuah demarkasi
tidak resmi antara Cina dan Taiwan. Cina telah lama memandang Taiwan sebagai
bagian dari wilayahnya dan Beijing tidak melepaskan opsi untuk melakukan
reunifikasi dengan kekerasan jika perlu. Di tengah
meningkatnya tekanan militer dari Cina, rumor mulai beredar di jagat maya Cina
bahwa Taiwan berencana untuk memindahkan koleksi Museum Istana Nasional Taiwan
ke Jepang dan AS. Museum membantah rumor ini dalam sebuah pernyataan dan
mendesak orang Taiwan untuk tidak mempercayai kabar itu. Museum
tidak akan membagikan rincian protokol evakuasi dengan DW, dan menyebutnya
sebagai protokol "sangat rahasia." Sementara media AS, CNN,
melaporkan bahwa latihan protokol itu melibatkan sekitar 90.000 buah artefak
dari 700.000 item koleksi milik museum. Patricia
Huang, seorang ahli dalam studi museum di Universitas Pendidikan Nasional
Taipei, mengatakan kepada DW bahwa sulit untuk menentukan tempat dan metode
tertentu untuk mengangkut benda-benda tersebut. "Sejujurnya,
saya tidak tahu di mana, atau bahkan bagaimana, kami dapat mengirimkan harta
itu dengan aman dan tenang pada saat ini," katanya. Sebagian
besar museum di Taiwan memiliki rencana tanggap darurat yang membantu museum
untuk menilai dan mengelola risiko, seperti kebakaran, banjir, atau serangan
teroris, tetapi evakuasi masa perang belum menjadi prioritas, tambahnya. Huang
mengatakan prioritas museum selama perang adalah selalu keselamatan koleksi dan
staf mereka. "Sebagian besar museum terletak di pusat kota dan itu berarti
mereka kemungkinan besar akan terpengaruh jika ada konflik militer. Pemboman
dan penjarahan adalah dua masalah terbesar," katanya. "Semua
barang yang dapat rusak akibat ledakan disarankan untuk dikeluarkan dari kotak
kaca, dibungkus, dan disimpan di tempat yang aman. Mengangkut barang berharga
memiliki risiko yang besar, tetapi terkadang memindahkan koleksi adalah
satu-satunya pilihan yang layak. Setiap museum perlu mengevaluasi situasinya
sendiri dengan hati-hati," tambah Huang. Museum
besar lainnya di Taiwan, Museum Nasional Taiwan, mengatakan kepada DW bahwa
lembaga tersebut menerapkan rencana evakuasi. Rencana
tersebut mencakup daftar barang yang harus dievakuasi berdasarkan keunikannya
dan rencana tempat menyimpan koleksi tersebut dengan aman. Museum itu
mengatakan pihaknya berencana untuk mengadakan latihan tanggap perang pertama
sebelum Desember 2022. Museum di Taiwan Sebagai Simbol Sejarah
Hampir 700.000 artefak budaya di Museum Istana
Nasional Taiwan yang ada saat ini karena relokasi masa perang. Selama tahun
1930-an, pemerintah Cina yang dipimpin kelompok nasionalis memutuskan untuk
memindahkan artefak budaya dari lokasi asli museum di Kota Terlarang di Beijing
ke Shanghai dan Nanjing, saat Jepang bersiap untuk menyerang Beijing. Kemudian,
pada akhir tahun 1930-an, pemerintah Cina terpaksa memindahkan kembali harta
karun tersebut ke beberapa lokasi di Provinsi Sichuan di bagian barat. Pada
tahun 1947, koleksi museum dipindahkan kembali ke Nanjing dan kemudian ke
Beijing. Namun, di
tengah perang saudara antara partai nasionalis, Kuomintang (KMT) yang berkuasa
dan Partai Komunis Tiongkok, pasukan KMT membawa hampir 700.000 artefak dan
barang-barang budaya atau bersejarah penting lainnya ketika mereka mundur ke
Taiwan pada tahun 1948. "Ketika
koleksi Museum Istana Nasional dikemas pada tahun 1933, Cina barat daya tampak
jauh lebih aman daripada Beijing. Hal yang sama dapat dikatakan tentang
keputusan relokasi koleksi dari Beijing ke Taiwan pada tahun 1948," kata
pakar studi museum Huang. "Setidaknya, ke sanalah pemerintah bersiap jika
kalah perang saudara." Museum di
Taipei menjadi lembaga penting bagi para ahli Barat yang mempelajari budaya
atau sejarah Cina kuno, karena Cina sebagian besar tetap tertutup bagi dunia
selama tahun 1960-an dan 1970-an. "Museum
Istana Nasional adalah perwakilan penting dari budaya Cina, dan banyak
cendekiawan yang ingin mempelajari lebih lanjut tentang peninggalan Cina kuno
datang ke Taiwan untuk melakukan penelitian mereka," Ya-hwei Hsu, seorang
profesor sejarah seni di Universitas Nasional Taiwan, mengatakan kepada DW. Sumber : detiknews.com
0 Comments